Perpisahan

1.8K 98 2
                                    

Disini lah Hinata menghabiskan malamnya. Berdiri di depan pintu kamar rawat Naruto, sambil memandang ke arah tempat tidur dimana si pirang berbaring lemah. Dari kaca kecil yang terdapat di pintu itu dia dapat memandang Naruto tanpa harus masuk ke dalam. Dia takut bertemu dengan keluarga Naruto yang membencinya.

"Naruto-kun" gumam Hinata sambil menyentuh pintu kamar rawat Naruto. "Gomen. Lagi-lagi aku hanya membuatmu menderita, benar kata Jiraya-Jisan aku hanya pembawa sial untukmu. Mungkin kita memang tak ditakdirkan untuk bersama, berat memang menerima kenyataan ini. Tapi, jika itu untuk kebaikanmu akan aku lakukan aku akan menjauh dari hidupmu"

Tiba-tiba terdengar suara derap kaki, Hinatapun mencari tempat untuk bersembunyi. Dari tempat persembunyiaannya dia dapat melihat Jiraiya yang masuk ke dalam kamar Naruto, namun selang beberapa saat Jiraiya diikuti oleh Kushina dan Minato meninggalkan kamar Naruto.

Merasa aman akhirnya Hinata keluar dari tempat persembunyian nya. Dia memasuki kamar rawat Naruto.

Air mata segera membanjiri matanya saat melihat keadaan Naruto. Hinata lalu duduk di kursi di samping ranjang Naruto. Digenggamnya tangan tan itu, telapak tangan yang lebih besar dari yang dimilikinya.

"Naruto-kun cepat lah sadar. Banyak orang yang sayang padamu. Mereka membutuhkanmu, aku membutuhkanmu. Sangat membutuhkanmu. Tapi aku ga bisa berada di sisimu lagi, karena aku hanya pembawa sial untukmu. Gomen, terlalu banyak rasa sakit yang kuberikan untukmu." Hinata menghapus air mata yang mengalir di pipinya.

"Aku ingat saat pertemuan pertama kita, kau menolongku tapi malau kau yang kena imbasnya. Seharusnya kau tak perlu menolongku jika akhirnya kau yang menerima sakitnya" hirupan nafas yang begitu berat menandakan banyaknya beban yang dialami si indigo.

"Semenjak kejadian itu aku menyukai Naruto-kun, setiap hari aku memperhatikanmu dari jendela kamarku saat kau mengantarkan susu dan koran. Saat di sekolahpun, aku selalu melihat kearah parkiran apakah Naruto-kun udah sampai sekolah atau belum. Bahkan saat kau tertidur setelah membersihkan aula olahraga, aku memperhatikanmu. Wajah lelahmu sangat menggemaskan buatku. Saat kita akan lulus SD, aku berencana satu sekolah denganmu tapi Tou-san malah melarangku. Nyebelin banget kan"

"Tapi saat kita bertemu di Ichiraku cafe aku sangat senang, walaupun aku harus menahan malu karena Sakura-chan dan Ino-chan terus-terusan menggodaku. Tapi Naruto-kun sangat imut dengan seragam pelayan cafe. Hihihihi..."

"Tau gak, aku sangat senang saat tau ternyata yang dijodohkan denganku itu Naruto-kun, seperti impian yang jadi nyata. Haaahhh.... Bahkan rasa rindu sangat menyiksa saat Naruto-kun menghilang entah kemana. Padahal kita menghabiskan seminggu bersama di Kyoto, seperti sedang bulan madu hihihi ya walaupun ujung-ujungnya Naruto-kun yang kembali terluka."

"Aku sadar, aku cuma pembawa sial untuk Naruto-kun, maka dari itu aku akan pergi dari hidupmu. Cepat sembuh ya Naruto-kun. Berjanjilah kalau Naruto-kun akan selalu bahagia. Harus selalu tersenyum, karena senyumnya Naruto-kun memberi semangat untuk orang-orang di sekitarmu. Gomen, aku harus pergi. Aku mencintaimu" ucap Hinata kemudian mencium kening Naruto.

Dihapusnya air mata yang mengalir di kedua pipinya, sebelum benar-benar pergi meninggalkan kamr Naruto, dia berbalik memandang wajah Naruto untuk terakhir kalinya.

"Sayonara"

Hinata pun meninggalkan rumah sakit tersebut. Tanpa Hinata tau, ada seseorang yang sedari tadi mendengarkan ucapannya.

* * *

"Hinata-chan" gumam Naruto.

Kemudian dia membuka kedua kelopak matanya, hal pertama yang dilihatnya adalah keluarganya yang tengah memandangnya. Pertama dia memandang Jiraiya dan Tsunade kemudian Minato dan selanjutnya Kushina yang duduk di sampingnya. Dia mencoba mengedarkan pandangannya mencari keberadaan seseorang.

"Mencari siapa nak?" Tanya Minato

"Dimana Hinata-chan?" Tanya nya sambil mencoba duduk dari tidurnya yang dibantu oleh Minato.

"Istirahat lah dulu, kau belum sembuh total" kata Kushina.

Kemudian Jiraiya mendekat ke arah Naruto. Dia berlutut. "Gomen Naruto-chan. Aku membuat hidupmu menderita. Kau terpisah dari Tou-san dan Kaa-sanmu. Aku tau pasti sangat sulit untukmu memaafkanku. Tapi aku akan melakukan apapun untuk membalas hal buruk yang kulakukan padamu"

"Sudah Jii-chan, aku sudah memaafkanmu. Itu semua udah berlalu, berkumpul dengan keluargaku adalah hal yang aku inginkan dari dulu" jawab Naruto "Berdiri lah Jii-chan" sambungnya.

Selang beberapa menit kemudian, Jiraiya dan Minato harus kembali ke kantornya sedangkan Tsunade harus memeriksa keadaan pasiennya. Tinggallah Kushina dan Naruto yang tengah memakan bubur.

Kushina memandangi putranya yang sedang asik makan.

"Ada apa Kaa-chan?"

"Tidak ada. Hah, rasanya sangat senang di panggil seperti itu"

"Aku juga senang bisa bertemu kembali dengan Kaa-chan, Tou-chan, Baa-chan dan Jii-chan"

Kushina meneteskan air matanya dan kemudian memeluk erat Naruto.

"Sudah lama Kaa-chan ingin memelukmu seperti ini. Lihat, bahkan tangan Kaa-chan terlalu kecil untuk memelukmu yang begitu besar ini. Padahal dulu Kaa-chan sangat mudah merangkulmu saat masih kecil"

"Tentu saja Kaa-chan, sekarangkan Naru udah besar" balas Naruto yang kemudian melerai pelukan mereka.

"Oh iya Kaa-chan, apa Hinata datang menjengukku?"

"Iya sayang"

"Apa nanti dia akan datang?"

"Kaa-chan ga tau nak" jawab Kushina sambil mengelus surai pirang anaknya.

"Hah mudah-mudahan nanti dia datang ya Kaa-chan, aku mau meminta maaf padanya"

Kushina terdiam mendengar penuturan anaknya. Bahkan bibirnya membeku untuk menanggapi perkataan anaknya.

"Oh iya Kaa-chan, berarti aku akan menikah dengan Hinata-chan kan? Aku sangat bahagia, pertama aku mendapatkan keluarga ku kembali dan akan memulai hidup baru dengan gadis yang sangat kucintai"

Lagi-lagi Kushina tak mampu membalas perkataan Naruto. Dia terlalu takut untuk menceritakan segalanya pada Naruto, kenyataan yang berbalikan dengan harapan putranya itu.

Namun, dia tak mau anaknya terluka lebih jauh. Dia pun menceritakan segala hal yang terjadi saat dia belum sadar.

Naruto terpaku, hatinya yang tadinya berbunga-bunga langsung berubah menjadi tandus. Tanpa pikir panjang, segera dia melepaskan impus di tangan kirinya dan segera memakai bajunya dan beranjak dari tempat tidurnya.

"Mau kemana nak?"

"Menemui Jii-chan"

"Jangan. Kau belum sembuh"

"Aku tak apa Kaa-chan"

Naruto pun meninggalkan Kushina yang menetes air matanya menahan kepergian Naruto.

TBC

HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang