Kepulan asap rokok mengumpul di udara, pertanda ada seseorang yang sedang menghisap batang nikotin itu, tidak hanya dalam satu batang.
Tiffany, wanita berusia dua puluh tujuh tahun, keturunan Tionghoa - Manado ini sedang menatap nanar jendela besar di depannya, yang memperlihatkan dari atas kepadatan dan kemacetan jalanan Ibu Kota.
Ia duduk dengan santai di sebuah sofa single, membentangkan kakinya di atas meja, menghisap lagi batang nikotin yang sudah habis setengahnya itu, dan menghembuskan ampas asapnya di udara yang menyerupai bulatan - bulatan.
Kejadian tadi siang di stasiun, membuatnya tak bisa berfikir jernih sekarang. Seorang bayi merah perempuan yang ia tinggalkan empat tahun lalu, kini telah tumbuh menjadi bocah yang menggemaskan. Membawa Tiffany ke dalam kenangan pahit dan menyiksakan di masa lalu.
"Tiffany?" panggil seorang wanita yang sedang sibuk melepas sepatu hak tingginya di sisi pintu masuk.
Tiffany masih terus menikmati nikotin berasap yang berada di antara jari - jarinya, tanpa berniat menjawab panggilan seseorang disana.
"Lo sudah selesai ketemu Mr. Smith?" tanya wanita berkulit kuning langsat itu membuka acesoris yang menghiasi lengan dan lehernya.
"Gue nggak nemuin Mr. Smith hari ini" ucap Tiffany memejamkan mata.
"Lo gila!" seru wanita itu tak percaya, seakan ada resiko yang begitu besar, jika Tiffany tak menemui Mr. Smith.
Itu memang benar, Tiffany datang ke Jakarta untuk menemui pelanggan istimewanya itu. Jika Tiffany tak menemui Mr. Smith hari ini, sama saja ia membuang uang puluhan juta begitu saja.
"Gue tadi.... Ketemu dengan bayi itu"
"Bayi siapa?"
"Bayi gue" ucap Tiffany penuh frustasi di wajahnya.
"Apa! Berapa usianya?" kejut wanita yang sudah berada di samping Tiffany itu tak percaya.
"Namanya Irene, dia berusia empat tahun sekarang" jawab Tiffany memandang nanar kaca di depannya.
"Apa yang harus gue lakuin Sekarang, Yuri? Lo tau anak itu bisa hancurin dunia gue" lanjut Tiffany mengusap rambutnya kasar.
Tampak raut resah di wajah Yuri, sahabat satu profesi Tiffany. Hanya Yuri satu - satunya tempat Tiffany mengaduh dan menggantungkan hidupnya. Termasuk tempat Tiffany memijak saat ini, ia tinggal di apatermen milik sahabatnya itu.
Lima tahun lalu, Tiffany bukanlah siapa - siapa di dunia germelap Ibu Kota, harga yang ia tawarkan untuk semalam kepuasan, hanyalah beberapa rupiah yang tidak seberapa.
Namun karena pertolongan Yuri, kini Tiffany menjadi primadona. Bahkan pelanggannya tidak hanya dari kalangan tinggi pemerintahan, tetapi juga pengusaha kaya dari luar negeri.
Pendidikan yang rendah dan hidup sebatang kara membuat Tiffany harus menggayun tubuhnya sendiri untuk langsung terjun dalam pekerjaannya. Ini bukan perkara halal atau haram, tetapi ini persoalan untuk bertahan hidup, dengan hutang almarhum orang tuanya yang siap mencekik Tiffany saat itu.
Walaupun ia adalah wanita bayaran, namun Tiffany tidak asal menyerahkan tubuhnya untuk pemuas nafsu pria hidung belang di luar sana. Tiffany memiliki standar untuk prianya, dan ia cukup pemilih.
Namun bukan berarti Tiffany bebas dari rasa sakit karena perlakuan tidak menyenangkan dari pria hidung belang itu. Tak jarang Tiffany harus memuaskan pria yang memiliki kelainan, seperti menyiksa tubuh Tiffany terlebih dahulu, misalnya. Tiffany juga tidak menerima pelanggan pria dengan umur di atas empat puluh tahun, dan dibawah dua puluh tahun, karena Tiffany tak mau terlalu memimpin dan agresif di setiap permainannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
God Daddy (Series #1)
Ficção Geral"Aku pergi" ucap seorang wanita melangkahkan kakinya, setelah ia menyerahkan bayi perempuan ke dalam gendongan seorang pria bermata tajam di depannya. "Kamu yakin meninggalkan bayi ini?" ucap pria itu tak percaya. Tatapannya beralih pada wajah mungi...