Seorang gadis cantik berumur dua puluh dua tahun sedang terengah, karena tak berhasil menangkap bocah kecil yang sedari tadi tak mau diam, yang terus berlari mengitari ruang dapur di sebuah rumah minimalis.
"Kena sekarang kamu Irene!" seru gadis berkulit putih, ia berhasil mengangkat tubuh mungil bocah berusia empat tahun itu.
Ia mendekap Irene dalam gendongannya dan mulai menggelitik perut bocah gendut itu, sampai Irene menggeliat dan terkikik geli.
"Ampun gak?" senyum jail menghiasi bibir gadis itu, masih dengan menggelitik perut sang bocah.
"Ampunnn" teriak Irene menyerah, tak sanggup menahan geli di sekitar perutnya.
"Irene, nurut dong sama tante Yuna" ucap Wondy yang baru saja keluar dari kamar, dengan setelan jas rapih.
"Daddy!" bocah itu tersenyum, berlari menghampiri Wondy, dan tak berniat menanggapi perintah sang Ayah.
Dengan sigap Wondy menggendong tubuh mungil itu dan berjalan ke arah meja makan.
Yuna yang melihat tingkah keponakannya itu pun mendengus kesal, karena sedari tadi ia sangat kesulitan menyuapi Irene sarapan dan bocah itu malah terus berlari tanpa henti. Sedangkan lihatlah saat ini, bocah itu sedang duduk manis dan memakan sarapan bersama Ayahnya, tanpa perlawanan sama sekali.
"Kenapa Aa' gak pindah aja sih ke bandung? Irene kan juga udah mulai sekolah, Umi dan Abi pasti bakal senang kalo Irene tinggal dengan mereka" protes Yuna melangkahkan kakinya, bergabung dengan kakak laki - laki dan keponakannya di meja makan.
Sudah tak terhitung ajakan Ibu dan Ayah Wondy untuk membantu merawat Irene di kediaman orangtuanya di kota Bandung. Namun, lagi - lagi Pria berumur dua puluh delapan tahun ini selalu menolak. Ia merasa sanggup merawat putrinya seorang diri, tanpa bantuan siapapun, termasuk kedua orangtuanya.
Wondy melirik putrinya yang sedang memakan roti selai dengan lahap. Selama ini Wondy terbiasa mengasuh putri kecilnya seorang diri, ia akan membawa Irene ke kantornya. Menjadi pembisnis restoran membuat Wondy bisa dengan leluasa membawa Irene pergi bekerja, waktu yang fleksibel juga menjadi faktor utama, karena Wondy tak pernah kesusahan untuk mengatur waktunya bersama sang putri.
Namun tidak dengan hari ini, Karena Wondy akan menghadiri rapat penting. Ada penawaran kerja sama dari hotel ternama, yang menawari Wondy untuk membuka cabang restorannya di salah satu hotel bintang lima di daerah Ibu Kota.
Terhitung sudah empat hari Irene sudah terdaftar di salah satu taman kanak - kanak, Wondy tak bisa mengantarnya hari ini. Maka dari itu Wondy meminta Yuna untuk datang ke rumahnya, untuk membantu menjaga Irene hari ini saja.
"Pekerjaanku di Jakarta, dan aku tak bisa berpisah dengan Irene. Kau tau itu Yuna" jelas Wondy mengusap sayang puncak kepala sang putri.
Yuna menghembuskan nafas, ia tau jika kakaknya ini sangat keras kepala "Pekerjaan Aa' akan semakin berkembang, dan aku tak bisa sering bolos kuliah, untuk datang ke Jakarta"
"Sepertinya memang benar kata Umi, kalau Aa' harus cepat menikah. Kasian Irene, dia pasti butuh seorang Ibu" lanjud Yuna dengan wajah serius.
"Aku tak akan melakukannya" ucap Wondy santai.
"Kenapa? kalau Aa' cinta, ya cari perempuan itu. Tapi kalau Aa' gak cinta, ya cari perempuan lain..."
"Cukup Yuna! Jaga ucapan mu di depan Irene" Suara Wondy memperingati.
Yuna melihat raut wajah keponakannya yang begitu polos. Matanya yang bulat berkedip dengan imutnya, sementara bibir mungil itu penuh dengan krim selai coklat kesukaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
God Daddy (Series #1)
Narrativa generale"Aku pergi" ucap seorang wanita melangkahkan kakinya, setelah ia menyerahkan bayi perempuan ke dalam gendongan seorang pria bermata tajam di depannya. "Kamu yakin meninggalkan bayi ini?" ucap pria itu tak percaya. Tatapannya beralih pada wajah mungi...