Bab 7 🌻

3.1K 234 3
                                    

Ruby membawa sepiring besar rendang ke meja makan. Ia mendengar suara derap kaki menuruni anak tangga dengan cepat. Piring di tangannya ia letakkan di atas meja, matanya melihat ke arah Lira yang berjalan tergesa keluar rumah.

"Li?"

Ruby mengikuti di belakang, namun orang yang dipanggilnya tidak menyahut atau mungkin tidak mendengar. Kakinya berhenti di depan jendela ruang tamu.

"Mau ke mana Lira?"

Ruby mengamati Lira berdiri di luar pagar sambil memegangi ponsel di tangan, tampak menunggu dan mencari-cari. Sejurus kemudian, laki-laki berkendara - mengenakan jaket dan helm hijau menghampiri Lira.

"Mau ke mana Lira sama Abang Gojek?"

Helaan napasnya mengembus begitu saja. Dua tahun lebih ia tinggal di rumah ini, merasakan kenyamanan, kehangatan keluarga, tapi ia masih belum bisa memenangkan hati Lira. Seberapa besar ia berusaha, namun sangat sulit mendekati Lira.

"Ruby itu cewek nakal."

Kalimat hinaan itu sering ia dengar. Menyakitkan tapi ia tidak bisa berbuat apa-apa. Ia hanya bisa menahan diri, menangis, dan sesuatu yang ekstrim pernah terlintas di pikirannya. Namun ia harus kuat meski hatinya terkoyak rapuh.

Tentunya Ruby tidak menyalahkan Lira yang berpikiran negatif tentang dirinya. Ia memang pernah tinggal di sebuah kelab malam dan berkat Papa Dirga, ia bisa menikmati semua kenyamanan ini. Meski ia pernah tinggal di kelab malam, tapi ia bukanlah cewek nakal.

Ruby ingin berteman, tapi karena rumor itu membuatnya sulit berteman. Tidak ada yang mau berteman dengannya. Tidak ada satu pun.

Hanya Vino yang mau berteman dengannya. Yah, mungkin karena Vino anak dari Om Hendri Purwanto, entah karena terpaksa atau hanya karena kasihan, makanya Vino mau berteman dengannya. Namun, bagaimana pun juga Vino adalah teman yang paling berharga bagi Ruby.

"Novel baru."

Ruby terdiam sejenak, lalu memasang wajah senang seketika dan membuat suaranya terdengar riang gembira melihat novel chicklit tersodor di hadapannya. "Asyik!" serunya, tapi tidak dengan hatinya yang menggerung tak senang.

Oh, Ruby tak suka membaca, tapi Vino sangat suka membaca. Jika ia ingin berteman dengan Vino, maka oke - setidaknya ia harus memiliki hobi yang sama agar obrolan mereka nyambung. Sejujurnya ia lebih suka komik serial cantik: bergambar dan tulisannya sedikit.

"Lira mana?" Vino menghempas duduk di sofa teras belakang.

"Jalan sama Abang Gojek. Mungkin mau mingguan." Ruby tertawa sendiri saat tak ada respon dari Vino atau sekadar tawa kecil menanggapi gurauannya.

"Nggak diantar sama Pak Edi?" kata Vino, yang merujuk ke supir yang biasa mengantar dan menjemput Lira ke sekolah.

"Tadi aja Lira perginya buru-buru."

"Terus gimana masa percobaanmu menjadi temannya Lira?"

"Lumayan."

"Jangan terlalu memaksakan diri. Kalau Lira nggak mau berteman denganmu, kamu masih punya aku."

Seperti itulah Vino. Selalu membesarkan hati Ruby yang sedang sedih. Vino tahu bagaimana cara menghangatkan hati Ruby. Vino tidak hanya teman yang berharga, tapi seseorang yang begitu penting bagi Ruby.

"Raka nggak membuat masalah, kan?"

"Masalah apa?"

"Dia tahu rahasia kalian."

Tetaplah di SiniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang