Kau tak berhenti menangis berbicara tentangnya, dia yang telah menyakiti perasaanmu. Aku menahanmu untuk menangis, meyakinkanmu bahwa kau akan bahagia tanpanya."Dia udah duain aku. Kenapa dia sejahat itu?"
Ku hanya menatapnya, mencoba selalu menemani disaat kesedihannya. Dia sahabatku yang telah menyakitimu. Hanya suaraku yang akan menenangkanmu.
"Aku mengerti, aku sekarang sudah ikhlas."
Hari demi hari , tak sengaja pesan terus terkirim dan terbalas. Ku tak sangka pada akhirnya dia dekat denganku. Aku mulai ada rasa untuknya, mantan pacar sahabatku.
Tidak begitu lama, kita dekat, menaruh hati dan kasih sayang. Saat itu aku tak berhenti memikirkannya. Perasaan ini apakah salah? Suka dengan mantan pacar sahabatku?
Pagi ini aku mencoba bertemu langsung dengan zilla , berharap ini kesempatan yang bagus untuk mengungkapkan semua perasaanku terhadapnya. Rasa cemas ini seakan menghantui pikiranku, berharap langkah ini tak salah ku ambil. Akhirnya zilla pun datang dengan senyuman manis di bibirnya. Ia pun langsung duduk dihadapanku.
"Hai ji, maaf telat ya"
"nggak apa kok zil, aku juga baru aja sampai"
"oh okay deh kalau gitu langsung pesen aja yuk" akhirnya zilla menghentikan rasa gugupku sejenak, dipanggilah karyawan dikafe tersebut.
Setelah selesai memesan, rasa gugup ini muncul kembali. "Apa yang harus ku katakan? Apakah ini salah?" tak hentinya ku bergelut di dalam hati.
"Oh iya ji , kamu mau ngomong apa ? sampai ngajak ketemu pasti ada sesuatu yang penting" Zilla langsung menodongkanku pertanyaan yang sulit untuk ku jawab dan entah harus memulai dari mana.
"Hmm... gimana ya.." belum selesai ku berbicara, zilla langsung tersenyum mengisyaratkan bahwa dia tau kegugupan yang terus menghantuiku.
"Udah langsung ngomong aja." Karyawan pun datang untuk mengantarkan pesanan minuman kita, kembali berhenti sejenak kegugupanku. Akhirnya ku mantapkan untuk berbicara kepada zilla.
"Beberapa hari ini, aku merasa nyaman zil sama kamu, iya aku paham mungkin ini salah atau bukan waktu yang tepat bagi kamu. Entah dari mana memulainya, daritadi aku bingung tapi yang pasti aku nyaman dengan kamu walaupun memang ini salah karena kamu baru saja putus dengan sahabatku."
Zilla hanya terdiam, menaruh kembali cappucino yang baru saja ia minum. Zilla tampak seperti telah mengetahui apa maksud dari apa yang dikatakan aji kepadanya.
"Begini ji, ini bukan hal yang salah kok, wajar seseorang suka atau nyaman dengan siapa pun. Aku baru saja tersenyum kembali, mengkuatkan diri kembali. Itu semua karena kamu aji. Mungkin ini waktu yang tepat untuk kita saling memperhatikan dan menaruh kasih sayang bukan sebagai teman atau karena aku mantan sahabatmu, tetapi karena aku dan kamu saling nyaman dengan kedekatan ini. Aku juga nggak tau ini terlalu cepat atau bagaimana tetapi aku rasa ini sudah cukup lama untuk aku menahan perasaan nyaman terhadapmu semenjak kamu memberikan hal positif terhadapku dengan kejadian aku sama dika kemarin."
Aku pun memberanikan diri untuk menggenggam tangannya, menaruh keyakinan bahwa aku tak kan membuatnya menangis dan akan terus membuat senyuman itu ada. Inilah saatnya kita memulainya zilla.
"Bagaimana jika dika tau?" rasa cemas zilla muncul begitu saja, dia memang tak menjelaskan tapi ada keraguan saat dia kembali tersenyum dengan hari pertama kita jadian.
"Kita akan hadapi resikonya bersama jika dika mengetahui tentang ini. Kita jalani saja dulu sekarang."
"Iya aji, jugaan dika udah duain aku. Rasanya kalau diingat, aku benci banget dengan dia."