EP 1

518 50 18
                                    

Masih pukul 06.15 pagi, tapi kelas XI IPA 3 sudah dihuni oleh seorang perempuan berkulit pucat dengan rambut hitam panjang yang terurai basah.

Bukan kok, ini bukan kisah horor. Dan cewek itu juga bukan makhluk halus kurang kerjaan yang tanpa sebab duduk di kursi pojokan kelas dekat jendela.

Dia Wendy, salah satu siswi kelas itu yang hari ini bernasib agak sial karena datang terlalu pagi. Sial karena ternyata belum ada seorang teman pun yang datang, dan karena bersikeras datang sepagi ini, dia harus melewatkan sarapan nasi uduk favoritnya. Dia pun belum tuntas mengeringkan rambutnya di rumah tadi. Padahal tidak ada apa-apa juga yang mengharuskan dia datang terlalu pagi—sebenernya.

Tiga menit.

Wendy membuka-buka novel Hujan Bulan Juni milik dia yang aslinya sudah berulang-ulang kali dibaca.

Sembilan menit.

Naya, teman sekelasnya yang terkenal selalu datang pagi bahkan belum tampak juga.

Sepuluh menit.

Kesialan itu berujung pada kebosanan atau sering juga disebut kegabutan, dan akhirnya Wendy berinisiatif untuk memeriksa ponselnya yang sedari tadi meringkuk di dalam tas.

Ia beringsut menuju tempat duduknya di barisan kedua dari depan, mengambil ponsel. Kembali ke bangku pojokan tadi, lalu membuka app store dan mencari-cari aplikasi yang belum pernah di-download-nya yang kira-kira bakal memangkas rasa bosan.

Sudah lima menit Wendy mengutak-atik benda persegi panjang berwarna silver itu, sampai akhirnya dia menemukan aplikasi yang sangat menggiurkan untuk ia miliki. Aplikasi live streaming yang sepertinya kini lumayan banyak menarik peminat—sebut aja Momolive. Entahlah kesurupan apa Wendy hingga tiba-tiba excited sama aplikasi begituan.

Lima belas menit berlalu dan pintu kelas berderit, disibak lebar-lebar oleh anak cowok paling edan di kelas—Afif—yang tersenyum sok manis tanpa sebab dan tanpa dosa. Mata Wendy hanya memicing saat bertemu dengan mata cowok itu. Orang edan.

Baru beberapa saat setelahnya Naya masuk kelas seraya berjalan tergopoh-gopoh, membenarkan kacamata. Tumben sekali Naya didului oleh Afif yang biasanya tidak peduli waktu dan masuk kelas setengah menit sebelum bel.

Kemudian sesudahnya satu persatu warga kelas mulai berdatangan, kelas semakin ramai.

Wendy menghela napas, lalu mencoba sign up di aplikasi terbarunya. Tiba-tiba seorang cewek yang menenteng Fjallraven Kanken backpack berwarna ungu di satu bahunya muncul dan mengagetkan Wendy.

"DOR!!"

Wendy spontan berdiri dari tempat duduknya sambil meletakkan tangan tepat di depan jantung, wajahnya sama sekali tidak slow, lalu ia mengerang—dengan suara yang tak seberapa keras karena fokus Wendy sebenernya masih banyak tertuju ke ponselnya, "Eh ayam lu kejepit!"

"Et dah si onyot latah lo gitu amat! HAHAHA! Muka lo derp parah! Tumben lo latah, jamban??"

"RENA!! Ngeselin lo ya?!"

"Ehe maap kali nggak usah teriak-teriak manggil guanya ah, kangen ya?"

"Bodolah basing gue, congor-congor gue ini."

"Ih ya ampun Wendy-ku kok ngomongnya gitu sih? Tersakiti aku." Renala melepas tasnya ke atas meja di barisan kedua dari depan, tepat di sebelah tas Wendy berada. Karena Renala memang teman sebangku Wendy.

"Tau pipis anjing nggak?"

Renala mengernyit, "Taulah! Masa sih nggak tau pipis anjing. Sinting kamu."

"Pipis anjing itu apaan?"

"Kotoranlah, Wendy badak."

"Bukan! Nama lainnya!?"

"Najis?"

"Nah. Itu elo, wahai Rena ketoprak basi sayangku."

Renala merebut ponsel Wendy dengan gerakan tak terduga dan menenggelamkannya di kedalaman tas Sophia.

"Ambil nggak?!" Wendy menyalak. Mukanya datar tapi Rena tetap merasa terintimidasi. Jelas. Ini Wendy lho, yang hatinya sebaik angel dan jarang marah.

Rena menciut dan cepat-cepat mengembalikan benda silver itu ke tangan Wendy. "Kok lo gitu sih Wen hari ini? Kobam, PMS, apa kesambet?"

"Udah ah, nggak usah dibahas. Skip."

Renala. Renala itu temen deket Wendy saat kelas 11 ini sekaligus menjadi temen duduk Wendy juga. Biasa dipanggil Rena.

Dulu waktu kelas 10 Wendy deket dengan yang namanya Anggini, tapi entah kenapa waktu naik ke kelas 11 ini Wendy lebih memilih duduk dengan Renala ketimbang Anggini.

Tidak tahu hasutan apa yang dilakukan Renala yang bloon kepada Wendy yang cerdas, pandai, dan tidak neko-neko itu agar Wendy bisa duduk sebangku dengannya.

Mungkin Renala mencabut rambutnya Wendy buat dibawa ke dukun dan Wendy dipelet? Ah apaan sih.

Entahlah, intinya Wendy deket dengan Renala dan mau menceritakan semua isi hati juga masalah yang dia miliki ke Renala.

Oke skip.

Wendy mulai sibuk mengeluarkan buku-buku cetak dari totebag birunya. Kemudian Renala sadar bahwa Wendy menyembunyikan sesuatu di ponselnya sebab sekarang Wendy meletakkan benda silver itu di pertengahan buku cetak Fisika yang supertebal. Biar Rena tidak lihat, sepertinya.

"Elah mentang-mentang udah ganti Ipon 6s, nggak mau lagi minjemin ke kawannya," cibir Renala.

"Lu kira gigi, ha? Iphone monyot, bukan Ipon!"

tbc.











btw ipon itu emang artinya gigi di bhs lampung
makasih utk yg udah membaca 💘 makasih jg apresiasinya! :]

Saint  |  ssw, pcy, hmhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang