Dia

16 2 0
                                    

Pertama kali aku melihatnya, saat berada di parkiran, dia berdiri serta menatap linglung pada orang yang berlalu lalang didepannya.

Kemudian aku mendekat dan mengajaknya berkenalan.

"Hai" sapaku

Dia menoleh dan tersenyum.
"Hai juga"

"Nama kamu siapa?"

"Namaku Tarisa, panggil aja Risa"

Aku mengangguk seraya menjulurkan tangan berniat untuk menjabatnya.
"Fia Tia Nayastari"

"Nama kamu bagus"

Aku tersenyum "Terimakasih"

Lantas dalam sekejap kami membicarakan banyak hal dari A hingga Z, dan kemudian kembali lagi menuju A.

Tak kusangka perkenalan yang singkat itu berujung menjadi pertemanan yang menyenangkan, apalagi aku dan Risa satu kelas. Tidak pikir lama aku dan dia memutuskan duduk di meja yang sama.
Menikmati hari hari sebagai pelajar baru, berkenalan dengan teman baru, dan menceritakan pengalaman kita masing masing. Kenangan yang indah, tanpa tau apa yang akan terjadi nanti.

RdTH#

"Risa" teriakku

Dia tak menoleh hanya berhenti sebentar kemudian melanjutkan jalannya.

"Risa" kali ini dengan sentuhan tanganku dipundaknya.

Dia terkejut terlihat dari posturnya yang mendadak kaku.

"Astaga, kamu kenapa sih Fi"

"Harusnya aku yang nanya kamu di panggil nggak noleh noleh, kan kesel jadinya"

"Oh ya, masak sih?, coba panggil lagi"

"Risa"

"Nama aku Risa bukan Lisa, iyalah aku gak denger kamu aja manggilnya salah" Risa mendengus.

"Dih, aku tuh udah manggil nama kamu dengan benar"

"Benarrr Fi bukan benal" ucapnya memberi penekanan di kata pertama.

Aku cemberut "Aku bisanya gitu, habis nama kamu ada huruf R nya jadi ya gitu"

"R Fi, errrrrr, bukan ellll" dia terkekeh.

"Terserahlah, aku bisanya gitu, mau gak mau kamu harus mau aku panggil pake sebutan cadal aku"

"Haha, iya deh kamu manggil aku kenapa ?"

"Oh iya, sampai lupa mau tanya aja sih, nanti malem aku main ke rumah ya?"

"Boleh dong, sama siapa?"

"Sendiri deh kayaknya"

"Oh oke"

Aku tersenyum "nanti aku sms kamu kalo mau berangkat"

"Sip deh"

"Kantin yuk" ajakku

"Iya, aku juga mau ke kantin"

Dan kemudian aku dan Risa berjalan beriringan menuju kantin, bertukar sapa dengan yang lain. Entah itu teman sekelas atau kakak tingkat.


RdTH#

Semua orang di sekolahan pikir aku dan Risa adalah saudara, karna mereka sering melihat kami berdua, entah di kamar mandi, perpustakaan, kantin, uks, ruang guru, atau diseluruh gedung sekolahan pernah kami kunjungi berdua. Apalagi banyak siswa cowok yang mengira kami adalah lesbi. Tentu saja tidak, mereka konyol sekali hanya karna aku lebih sering berteman dengan Risa, aku dikira lesbi. Opini macam apa itu?.

Tapi, mereka juga tidak salah. Mereka punya hak untuk berpendapat, tak apa yang penting itu tidak benar. Lalu buat apa aku pusing.

Pertemananku dengan Risa tak selalu penuh canda, tetapi juga tangis yang melanda.
Waktu itu aku masih ingat, ketika aku diganggu oleh Emil sampai menangis- terdengar lebay memang. Risa berusaha menghiburku dengan cara mengusap bahu ku, tapi saat itu yang mendominasi perasaanku hanya perasaan jengkel, hingga aku mengabaikan Risa, aku menyentak tangannya, berupaya menjauhkan tangannya dari bahuku. Bermaksud memberi tau bahwa aku tidak apa apa.
Mungkin kedengaran salah atau bahkan memang salah, aku sendiri tidak tau, dan memang tak bermaksud untuk menyinggung perasaan Risa.
Tapi ternyata aku salah, Risa salah paham hingga dia langsung beranjak pergi keluar kelas.
Aku tak peduli "biar nanti aku jelasin" batinku waktu itu.

RdTH#

Tangis ku pun reda, dengan hidung merah dan mata yang sembab aku keluar untuk menemui Risa. Ku lihat dia sedang bercanda dengan Mei, Putri, Sella dan lainnya.

Dia tertawa lepas membuat wajah khas nya itu terlihat cantik , meski memakai hijab.

Aku mendekatinya "ris" panggilku dengan aksen cadalku.

Dia hanya diam, melengos dan menatap Mei yang sedang bercerita.
Aku tau dia marah, maka dari itu aku memberinya waktu. Dan yang ku lakukan hanya duduk disebelahnya sambil mendengarkan cerita Mei.

Bel pulang sekolah berbunyi, hal yang membahagiakan bagi siswa yang sudah terlanjur bosan dengan sekolah. Begitupula aku, suntuk yang membuat aku ingin cepat pulang bersama Risa.

"Risa, tunggu"panggilku ketika ku lihat dia sudah siap pulang dengan sepedanya.

"Risa"

Dia tak merespon hanya menatap jauh, sambil mengayuh sepeda merahnya itu.

Aku menghela nafas, bukan itu maksud ku. Aku tau aku salah dengan menyentak tangannya, tapi itu bukan sesuatu yang kusengaja.

"Maaf Risa"

Setiap hubungan pasti akan ada badai yang datang, tak hanya cinta. Bahkan perasaan benci pun mampu goyah karna badai.
Dan yang kulakukan saat itu hanya bertahan dan berpikir agar aku dapat melewati badai ini tanpa ada yang terluka.
Karna kamu adalah temanku, sahabatku dan keluargaku.

Fch.

Semarang, 04 Oktober 2017
19.29

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 06, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Rindu di Tengah HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang