Hujan Dan Kehangatan

13 0 0
                                    

"Tanpa kata, tanpa nada. Rintik hujan pun menafsirkan kedamaian. Hanya rasa, hanya prasangka, yang terdengar di dalam, dialog hujan."

Nyanyian itu terdengar sendu, petikan gitar menandai berakhirnya penampilan dari Athena.

Lagu Dialog Hujan yang dinyanyikan oleh Senar Senja dibawakan dengan sempurna, tanpa celah sedikit pun. Semua yang mendengar ikut terhanyut.

Tepukan tangan terdengar bersambut-sambutan. Athena meletakkan gitar kemudian duduk di tempatnya semula.

Saat ini, anggota klub musik sedang berkumpul. Namun, pelatih mereka tidak datang dikarenakan hujan sehingga Nadine selaku ketua memutuskan untuk mengadakan 'konser' dadakan.

Hujan sudah mulai deras ketika klub musik bubar.

Athena sedari tadi berdiri sendiri di koridor, menatap lapangan yang basah dituruni tetesan air dari langit. Dia mungkin akan menunggu hujan reda.

5 menit, 10 menit. Hujan masih turun deras, hari mulai petang. Ia melihat arloji yang melingkar di tangannya, pukul 16.36. Hanya segelintir siswa saja yang masih bertengger di sekolah.

"Sialan! Kenapa bisa salah bawa payung, sih?!"

Athena terpatung, suara itu? Bukankah itu suara si manusia pembawa sial?

Athena menolehkan kepalanya ke asal suara, Abyan berjarak 2 meter dari tempatnya berdiri sekarang.

"Halo, adek. Lagi nungguin gue, ya?" Abyan berjalan cepat.

Athena melirik sekelilingnya, tidak ada orang lain, "untuk yang ketiga kalinya gue bilang, gue bukan adek lo," Athena berkata sedikit keras. "Oh iya, itu PDnya jangan ketinggian," lanjut Athena lagi.

Abyan menyunggingkan ujung bibirnya, "oh gak mau adek kakak-an, ya? Maunya pacaran?"

Athena bergidik ngeri, mungkin manusia sial ini memang sudah kurang waras. Tapi di sisi lain, ia juga berusaha menahan tawanya, Athena terlalu sensitif untuk hal-hal bodoh seperti ini.

"Lo tuh, ya, kaya roti dikasih nasi terus dicelupin ke sirup."

Abyan menaikan sebelah alisnya, bingung.

"GAK NYAMBUNG," Athena melanjutkan perkataannya.

"Ugh, lo denger ada bunyi yang patah? Iya, itu hati gue," Abyan berlagak kesakitan sambil memegangi dadanya. Letak hati di mana, dia memegang bagian mana, bodoh sekali, bukan?

"Lo alay juga ya ternyata," Athena tertawa meledek.

"Alay gini ngehibur, kan? Lo sampe ketawa gitu."

"Gak, biasa aja," Athena sudah menghentikan tawanya sedari tadi.

"Oh iya, lo gak pulang? Atau beneran nungguin gue?"

"Lagi hujan, gue gak bawa payung."

"Ambil payung gue, aja. Malu-maluin," Abyan melepaskan pegangannya pada ujung payung, terbukalah payung dengan motif bunga yang heboh.

"Haha! Ini payung lo?" Athena berkata sambil terbahak. Sedikit tidak menyangka lelaki seperti Abyan membawa payung bermotif bunga yang cantik.

"Ya enggak, lah! Punya Mama, nih."

"Punya Mama atau punya lo?" Athena masih tertawa, tanpa ia sadari ada sedikit keliru dalam perkataannya.

"Duh, udah ikut manggil nyokap gue mama aja lo, gak sabar banget dijadiin menantu."

"Kurang kata, itu, gue ngomongnya," Athena merutuki kebodohan nya ini.

"Udah sore, mending sekarang lo pakai payungnya. Pulang, gih, tunggu taksi di dekat gerbang, mungkin ada yang lewat," Abyan melipat kembali payungnya, kemudian memberikan barang itu kepada Athena. Athena menerimanya dengan senang hati.

PULANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang