Kala itu di bawah sengatan mentari, kakak dan mamakku masih antusias menuntaskan kegiatannya yang sebenarnya mustahil sekali untuk dituntaskan. Keringat mengalir dari pelipis mereka, tetapi mereka tetap optimis. Sorot matanya seolah berkata 'setidaknya hari ini harus tuntas separuh. Separuh lagi bisa dikerjakan esok hari' sungguh pantas diacungi jempol.
"Mak, Kak," panggilku. Mereka tak menyahut, masih fokus.
"Mak, Kak," panggilku lagi yang hanya dijawab deheman.
"Udahlah, tuh. Besok aja disambung, ya," ucapku memberi saran.
Sempat terjadi keheningan sebelum suara kakakku yang serak-serak basah terdengar. "Bentar lagilah. Baru juga 1 jam."
"Udah lama itu, Kak. Udahlah, ya. Panas, loh," ucapku lagi sembari menunjuk mentari yang tidak berwajah bayi imut sebagaimana film teletubbies.
"Diam dulu kepalamu," titah kakakku.
"Wih, dah. Aku mau main-main lagi, dah. Udahlah itu." aku setengah berteriak.
"Nggak guna main-mainmu itu. Apalah kerjamu nyanyi-nyanyi dan bergaya ala Sinta dan Jojo sama si Reni? Nggak pala jadi artis kalian. Yang ada kalian itu dibilang plagiat." kakakku menjawab dengan suara yang jauh lebih kuat, hampir menyamai toa masjid.
"Apa salahnya? Yang penting aku nggak mainin perasaan anak orang. Dipermainkan itu sakit, Kak. Lebih sakit daripada beli mi instan, tapi ayam, telur, rempah-rempah, dan kekayaan kaldunya raib entah ke mana."
Kakak hanya menjitak kepalaku keras sebagai tanggapan. Agaknya Ia menyalahartikan ungkapan 'keras kepala'. Buktinya ia pernah membenturkan kepalaku dengan es batu supaya ia bisa menikmati es sirup dingin. Jadi jangan heran kalo aku rada-rada gesrek.
"Kau jangan tegang-tegangkan kepalamu napa. Susah aku menindosnya," celoteh kakakku dengan logat bataknya. Terkadang aku nggak ngerti. Gimana caranya aku tegangin kepala? Emangnya kepalaku lagi ujian matematika? Cih, pusing, deh.
Sementara itu mamakku anteng saja dengan tugasnya.
Nah, sudah bisa ditebak kami lagi ngapain? Yak, lagi cari kutu. Tepatnya kutu rambut yang bisa meloncat 300 kali dari diameter tubuhnya. Itulah sebabnya kakakku selalu melayangkan tinjunya kalau aku nggak mau dicariin kutu, kami tidur sekamar, guys. Ya, kan kalo kita berteman sama tukang parfum, kita kecipratan wanginya, ya, 'kan? Jadi kakakku, ya, kecipratan kutunya. Bayangin aja tiap malam ada makhluk yang bermigrasi menuju kepala. Gimana, tuh, rasanya?
Ya, gitu.
"Besoklah, lagi, Kak. Udah jam 2 ini. Nanti kawan-kawanku lewat," ucapku memelas.
"Kenapa rupanya?"
"Malulah aku. Kakak, dah."
"Loh, adanya malumu?"
Aku menghela napas gusar. Emangnya aku separah itu sampai nggak punya malu? Aku cuma anak yang malas. Nggak kurang, tapi kayaknya lebih. Please jangan tindas awak sebagaimana kakak menindas makhluk tak bersalah di kepala awak.
"Ya, adalah ak--" ucapanku terpotong.
Mataku membelalak, mulutku menganga. Saat itu juga rasanya aku mau lompat ke dalam sumur di sebelahku atau pura-pura amnesia.
"Di mana aku? Siapa namaku? Kenapa ayam jantanku tak kunjung bertelur?" Dengan begitu, aku jadi bisa mempraktikkan rumus 5W + 1H.
Dalam keadaan kepala yang dieksploitasi oleh 4 telapak tangan dan 20 jari beringas aku menunduk. Aku nggak tahu ungkapan ini cocok atau tidak, yang pasti aku merasa tercyduk.
Tiga orang cowok berdiri di depanku dengan ekspresi yang tidak bisa dideskripsikan. Heran, jijik, lucu, dan tidak terduga bercampur di sana. Tinggal tambahin tepung lalu masukkan ke dalam oven. Jadilah kue yang yang menang ajang master chief. Menanggung malu maksudnya.
Cowok paling kiri menjatuhkan bola basket yang tengah dipegangnya, cowok paling kanan kaku dengan posisi tangan kanan seperti sedang menjelaskan sesuatu. Aku rasa, nih, anak pernah ikutan manequin challenge yang lagi nge-hits waktu itu.
Dan cowok yang di tengah ... please tampar aku sekarang. My first love. Get izzy get love. My first love. Di manakah dia? Kok malah nyanyi? Btw, crush sama love itu sodara, 'kan? Iya, nggak, sih? Tau, ah!Kakakku yang tidak mengerti akan hancurnya image adiknya ini malah menarik rambutku ke bawah membuat wajahku mendongak kemudian berkata dengan lantang. "Yang banyak-an lagi kutumu, dah. Jangan dulu banyak tingkahmu!" timpalnya menambah malu.
Aku mau tak mau melihat ke arah mereka lagi kemudian nyengir kuda. Mereka tampak salah tingkah kemudian berlalu melewatiku.
Ah, hancur sudah image awak, Mak. Btw--bubur tahu wayam--bola basketnya nggak mau diambil, nih? Lumayan bisa dijual.
***
TBC 08-10-2017
Yuhuu ... author kembali membawa cinta, eh, cerita. Kali ini adalah kisah gadis kutuan dengan FL nya. Cerita tentang FL kalian gimana? Katanya FL itu kebanyakan tragis. Bener nggak, sih?
KAMU SEDANG MEMBACA
Kutu Cinta (Manihot Utilisima)
HumorAkibat rutinitas menonton sinetron romantis saat SD, cewek berkutu yang satu ini menemukan cinta pertamanya ketika ingus dan iler teman sebayanya masih belepotan. Ia mendapat berkah nama yang sama dengan makanan rakyat di zaman penjajahan, Manihot...