Biar aku ceritain sedikit kisah tentang permainan lompat tali, alias yeye di tempat kami. Jadi, yeye ini jenisnya banyak. Ada yeye Jepang, yeye Ranto, yeye putar, dan yeye berdiri. Data ini aku kumpulin berdasarkan pengalaman dan hasil meditasi dengan sepupuku Iber. Oke nggak penting? Lanjut.
Jadi diantara yeye-yeye ini, yeye berdiri adalah yeye terseram menurutku, ibaratnya seperti mantan diantara para setan. Masih sereman mantan, meskipun aku belum punya mantan. Boro-boro mantan, pacar pun tak de. Kesian. Betul betul betul. Alah tak pe. Beli je dari mail. Lho?
tapi kata Iber gitu, ya, aku, sih, yes.Di yeye ini bagian paling awal yang harus dilewatin adalah pipis. Jadi tali atau yeye itu dibuat sejajar pipis, dan si pemain harus melompat melewati batas tersebut tanpa mengenai talinya. Sementara bagian lainnya, seperti pinggang, ketiak, telinga, kepala, jengkal, hingga merdeka boleh kandas. Ya, kali merdeka nggak nyentuh. Emangnya situ terbang? Jika kena maka si pemain dinyatakan kalah dan harus gantian menjadi penjaga.
Sebagai seorang anak cewek yang normal, kala itu aku masih kelas 3 SD, aku main yeye sama temen-temen cewekku yang lain. Eits, tapi nggak harus cewek semua, kok. Cowok yang mau belajar feminim biasanya gabung sama kita juga. Biasanya kami main di dekat rumah Dio, soalnya halamannya lebar. Tapi, karena anak cowok juga main bola di sana, kami pun agak menepi.
Cih, dasar cowok nggak peka!
Entah karena termakan doktrin sinetron, atau emang udah dari sononya, temen-temenku suka jail. Kadang mereka dengan liciknya naikin yeyenya melebihi batas pipis supaya si pemain gagal. 'mampus kalian. Jika aku tak bisa menang maka tak ada salah satu dari kalian yang bisa menang. Wahaha' kira-kira begitulah isi hati mereka. Dan, aku adalah salah satu korban bulan-bulanan mereka.
Bukannya aku payah dan bukan pula lemah sebagaimana kata paman Killer Bee dari Konoha, tapi aku cuma kurang latihan. Wong, waktu kawan-kawanku main, aku asik nonton sinetron 'dua hati satu cinta berpadu di malam syahdu. Dududu'.
Aku memperhatikan temenku main sembari mempelajari tekniknya.
"Oh, gitu," gumamku.
Kuperhatikan temanku yang selanjutnya, dan aku menemukan kejanggalan. Teknik mereka berbeda! Konsentrasiku mendadak buyar. Aku harus ngikutin siapa, nih? Tolong baim Ya Allah.
Meskipun waktu itu aku masih ingusan, aku sadar ternyata seperti ini rasanya galau. Sama seperti galaunya penduduk Indonesia, dilema waktu nentuin siapa yang bakal dipilih jadi presiden selanjutnya. Secara setiap orang pasti punya style berbeda, meskipun cita-citanya sama, yakni kesejahteraan rakyat. Huu berasa pinter.
"Ima, cepatlah!" Lena nggak sabaran. Cih, aku tahu dia bakal main curang. Mau di bawa ke mana bangsa ini kalau dari kecil aja sudah suka melenceng?!
"Iya, yang cepat, dong. Kami kan juga mau main," tambah Tina
"Iyo," jawabku singkat.
Aku pun memutuskan untuk mengkombinasikan teknik kedua temanku tadi. Bukankah 2 anak lebih baik? Lho?
Pertama aku melakukan gerakan meloncat seperti kutu, pocong ajalah biar keren ada sensasi geregetnya, lalu aku melakukan gerakan menggunting.
Sayangnya, aku lupa melakukan tolakan keras, sehingga gaya luar biasa itu sia-sia sebab aku akan mendarat tepat di yeye itu. Di tengah-tengah situasi itu aku melihat cengiran Lena dan Tina, aku mendadak panik tak terima kalah begitu saja. Alhasil, aku yang terlalu memaksakan diri ini pun jatuh dan nyungsep dengan kondisi hidung menggesek tanah.
"Akh!" aku meringis.
Teman-temanku ketawa puas. Aku sebal. Mendadak kutu di kepalaku ikut murka. Kok tahu? Pasalnya kepalaku langsung luar biasa gatal. Agaknya mereka sedang menyiapkan bekal untuk migrasi sekarang.
Setelah puas tertawa, Reni membantuku berdiri.
"Duh, lututmu berdarah, Ma." ucap Reni seraya menunjuk lututku dengan dagunya.
Aku menoleh memastikan. Ternyata benar lututku kena saos basi. Kok basi? Ya, iya, soalnya nggak enak buat dimakan bareng bakso 'kan?!
Aku senyum terpaksa.
Bukannya panik atau merasa bersalah, mereka malah lanjut main. Menyuruhku duduk di atas akar pohon besar dan menyaksikan canda tawa mereka.
Sungguh nasib badan.
Wahai mentari hangatkanlah hatiku yang ringkih akan kasih sayang ini. Tidak bisakah aku bahagia? Tidak bisakah aku mendapat ketenangan?
Coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang. Ohohoo...
***
TBC 12-10-2017
Yuhu... Udah pada makan belum? Mau author beliin?
KAMU SEDANG MEMBACA
Kutu Cinta (Manihot Utilisima)
HumorAkibat rutinitas menonton sinetron romantis saat SD, cewek berkutu yang satu ini menemukan cinta pertamanya ketika ingus dan iler teman sebayanya masih belepotan. Ia mendapat berkah nama yang sama dengan makanan rakyat di zaman penjajahan, Manihot...