Konon mitosnya, orang ngidam doyan makan segala sesuatu yang asem-asem. Seperti mangga muda, kedondong, jeruk asem, tapi sayangnya orang ngidam itu nggak suka muka asem, apalagi keringat asem anak ABG. Ckckck. Nggak konsisten.
Belakangan para peneliti menyimpulkan kalau ngidam itu sebenarnya dapat dijelaskan secara biologis. Katanya, ngidam merupakan respon tubuh terhadap kekurangan vitamin, mineral, atau sejenisnya yang diimplementasikan dalam bentuk keinginan. Nah, lo, terus gimana sama calon mama yang ngidam pengen ketemu cogan, pengen jambak rambut ayakku, dan pengen bisa baca pikiran orang lain? Kekurangan apa dianya? Kurang kewarasankah?
Nah, kali ini aku nggak bahas soal ngidam. Ya, iyalah. Buat apa coba ngidam? Ngidam itu nggak baik saudara-saudara. Lebih baik memaafkan kesalahan orang lain kepada kita daripada menaruh ngidam. Iya 'kan?
Aku bakal bahas soal mangga muda yang asem dan menggiurkan, yang kalo ditambah kecap dan cabe--bukan cabe-cabean--akan merangsang lidahmu untuk bergoyang. Eits, awas liurnya netes.
Di kampung kami pohon mangga dapat terhitung jari. Begitu pun dengan pohon-pohon lainnya, tapi bukan karena tanahnya nggak subur atau mandul, melainkan makhluk-makhluknya yang malas nggak terukur.
Bu Mira adalah salah seorang yang terpilih untuk menjaga anugerah terindah itu. Bukan alay, ya, tapi bagiku sendiri seperti itulah arti sebuah mangga. Eak.
Sayangnya, Bu Mira ini pelit abis. Dan yang lebih parah, Bu Mira ini tukang PHP. Please sudah cukup daku di PHP-in si doi aja. Setiap orang minta mangganya Bu Mira bakal bilang, "Nanti, ya. Tunggu buahnya masak." Akhirnya yang minta termenung-menung sembari berdoa supaya buahnya cepat matang. Menunggu hari demi hari seraya harap-harap cemas. Apakah mangga itu sehat-sehat saja, sudahkah ia minum, mudah-mudahan mangganya nggak berpaling ke lain hati. Eh, waktu buahnya matang, malah hilang tanpa bekas. Seperti bedak my baby yang tersapu air. Nggak mungkin kan mangganya setengah buah setengah siluman. Siapa lagi yang ngambil kalo nggak si Ibu?! Pas mau minta lagi, siklusnya berulang lagi.
Gitu aja terus sampai Spongebob masak nasi goreng.
Jadi, karena dipaksa keadaan, aku dan Reni pun menyiapkan siasat untuk 'mencuri mangga'. Aksi ini diprakarsai oleh aku sendiri dan Reni sebagai pemimpinnya, kami juga merangkap sebagai anggota. Dengan kata lain, hanya kami anak SD yang punya rencana hina dina seperti ini.
"Ren, tadi aku nampak mangga dibalik-balik daunlah. Di atas kandang ayam," ucapku seraya mendorong punggung Reni yang sedang menonton barisan semut di tanah. Entah memang akunya yang sangat-sangat antusias atau berjiwa sumo. Reni nyungsep dengan jidat membentur mobil-mobilan di depannya.
Dengan berang, Reni berbalik dan menatapku tajam, setajam lidah Kak Ros. Setelah beradu jotos beberapa menit, kami terkapar di tanah. Kami lupa kalau tempat tinggal kami ini penuh ayam yang secara otomatis menjadi banker tahi ayam berjalan.
Enggak perlu dikasih tahu kan benda apa yang menghiasi baju kami sekarang? Yang pasti baunya khas.
"Mangga siapa?" tanyanya setelah kuterangkan lagi. Ia mengusap dagunya yang tidak berjenggot.
"Mangga Bu Miralah. Cuma mangga Bu Miranya yang dekat sama tempat tinggal kita, dah."
"Di mana kau nampak?"
"Di gigimu," jawabku asal.
"Seriuslah kau, Ma."
"Kusepaklah kau nanti iya. Kan udah kubilang tadi. Dibalik daun-daun, di atas kandang ayam," ucapku kesal.
"Udah masak?"
"Belum, masih menggantung di dahannya. Cuma karena buahnya besar menjuntailah mangganya di seng kandang ayam."
"Wah, asik!"
"Sik asik sik asik kenal dirimu. Sik asik sik asik dekat denganmu. Ah aku berharap semoga kamulah yang akan menjadi jadi pacarku." tanpa sadar aku nyanyi sembari berjoget ala-ala kuntilanak yang rambutnya nyangkut di kipas angin.
"Udah nyanyinya?" tanya Reni kesal.
"Udah." aku terkekeh pelan.
"Jadi gimana rencananya?"
Aku tersenyum miring. Entah kenapa aku bisa mendengar musik latar ala james bond di belakangku.
"Langkah pertama kita tutupi mangga-mangga itu dengan banyak daun supaya makin nggak kelihatan."
Reni manggut-manggut. Bibirnya bergerak-gerak lalu mengeluarkan suara ketawa seperti milik mbak kunti.
"Habis itu kita tunggu sampai buahnya tumbuh besar," ucapku lagi.
Reni mengangguk-anggukkan kepala lalu mengeluarkan suara siluman babi.
"Ngok Ngik Ngik Ngok."
Oke, sekarang aku mulai takut. Apa, nih, anak emang kesambet jin atau udah gila dari sananya?
"Terus apa?" tanyanya setelah kembali ke jati dirinya, Reni yang suka memelihara kecebong.
Aku tersenyum miring. Hihiho.
"Apaan, nih, kasih tahulah *copat!"
(*cepat)
Aku tersenyum siku-siku. Bosan miring terus. Aku kan anak yang kreatif, inovatif, dan primitif banget. Bayangin aja sendiri gimana bentuk bibirku sekarang. Bisa? Oke, berarti Anda hebat.
"Apa, sih, Ma?! Copat kasih tau!"
Hihooohuu dia penasaran, Bung.
"Nantikan jawabannya di part selanjutnya,"
***
TBC 14-10-2017
Yollehiho... jika suka jangan sungkan untuk tekan vote and comments, guys. Thanks for visited ^^
KAMU SEDANG MEMBACA
Kutu Cinta (Manihot Utilisima)
HumorAkibat rutinitas menonton sinetron romantis saat SD, cewek berkutu yang satu ini menemukan cinta pertamanya ketika ingus dan iler teman sebayanya masih belepotan. Ia mendapat berkah nama yang sama dengan makanan rakyat di zaman penjajahan, Manihot...