Ini Ibu Budi

343 2 0
                                    

ini budi

ini ibu budi

itu kakak budi

ani teman budi

Melanjutkan pelajaran kemarin, bu guru menulis beberapa kalimat di papan tulis. Budi cepat sekali selesai mencatat sedangkan Tono baru menulis beberapa kata. Tono lambat dalam mencatat karena ia sering menghapus huruf yang sudah ia tulis sampai meninggalkan bekas hitam di buku tulisnya. Di kelas itu, tulisan tangan Ani paling bagus dan rapi untuk ukuran anak TK. Mereka masih menulis dengan ukuran besar memenuhi dua hingga tiga garis dalam buku. Setelah semua selesai mencatat. Bu guru meminta semua murid menirukan bacaannya. Kemudian, bu guru menunjuk Budi dan Tono membaca di depan kelas. Mereka berdua membaca dengan lantang memakai sebilah bambu sebagai penunjuk. Mereka berdua memegang bambu itu, memukul-mukul ke papan tulis kayu itu sesuai ketukan kata yang dibaca. Tok, tok, toktok! Ketukananya keras hingga mengeluarkan suara dentuman.

Lonceng berbunyi, tanda anak-anak TK Ceria bersiap pulang. Mereka membaca doa bersama. Budi dan Ani tak pernah jajan sembarangan di luar gerbang sekolah. Mereka langsung pulang. Di tengah jalan, Budi mengajak Ani berhenti. Ia melihat seorang pengemis duduk lesu memakai pakaian lusuh dan bolong-bolong. Budi memberi uang kepada pengemis itu.

"Terima kasih, nak. Semoga kamu panjang umur."

"Iya pak pengemis," balas Budi

Ani mengeluarkan kue dari tasnya yang ia beli di kantin sekolah, lalu menyerahkannya kepada pengemis tua itu.

"Terima kasih, nak. Semoga kamu juga panjang umur. Kalian anak baik."

"Iya, pak," jawab Ani dengan wajah gembira

Budi dan Ani melanjutkan berjalan menuju rumah, mereka sesekali berlarian kecil.

Sepulang sekolah, Budi bukannya tidur siang malah bermain ke sana ke sini. Ia lincah dan gesit seolah energinya tak pernah habis. Biasanya kakak Budi akan mengajak Budi belajar meski tak lama, itu cukup membuat Budi tenang. Hari itu, selesai belajar, Budi melihat ibunya sedang duduk di kursi.

"Ibu sedang apa?"

"Menjahit baju bapakmu yang bolong."

Rutinitas sehari-hari ibu Budi selain memasak dan membersihkan rumah adalah merawat kebun di belakang rumah. Selain itu, ibu Budi suka menjahit dan menyulam. Ibu Budi mengenakan kebaya motif bunga dan kain panjang bagian bawah. Tak lupa sanggul kecil yang selalu ia gunakan. Inilah ciri khas ibu Budi setiap harinya. Tutur katanya lembut dan sopan, sekalipun Budi tidak pernah melihat ibunya marah. Di mata Budi, ibunya adalah ibu paling baik sedunia.

"Di jalan tadi aku bertemu pengemis bu, pakaiannya kotor dan bolong-bolong. Aku kasihan padanya, aku memberi uang sakuku untuknya. Ani juga memberi kue pada pengemis itu."

"Yang kalian lakukan sudah benar, itu perbuatan mulia."

"Kasihan ya Bu, tidak ada yang menjahitkan baju pengemis itu."

"Mungkin karena pengemis itu tidak punya keluarga, makanya bajunya sampai bolong-bolong."

"Bapak belum pulang ya, Bu?"

"Belum, Bapakmu masih di ladang, Budi"

Bapak Budi baru akan pulang dari ladang sore hari. Budi duduk di kursi sebelah ibunya. Ibunya masih sibuk menjahit sambil terus menjawab pertanyaan Budi. Ibu Budi hafal betul sifat anak bungsunya itu, saat Budi tidak ada kegiatan, ia akan bertanya ini itu. "Rumah nenek jauh di mana Bu?" tanya Budi pada hal lain.

"Jauh sekali Budi, tidak bisa sampai ke sana kalau naik becak atau sepeda."

"Lalu naik apa?"

"Kereta api."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 21, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Ini BudiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang