Jakarta, 1 Oktober 2010.
Menjadi anak kuliah jurusan IT tidaklah mudah, ditambah lagi dengan kesibukan lain yaitu karate. Sore itu aku lupa memberitahukan kedua orang tuaku bahwa aku akan pulang terlambat dikarenakan aku harus mengerjakan tugas kuliahku yang sudah menumpuk. Tak terasa hari mulai gelap, dan jam tangan pemberian ayahku menunjukkan pukul 20:00 WIB. Sial, aku terlalu asik mengerjakan tugas sampai aku lupa kalau sekarang sudah malam.
Dengan terburu-buru, aku merapihkan tasku dan pergi dari kampus menuju halte bus. Sambil menunggu bus datang, aku memainkan jamku. Ya, ini adalah jam kesayanganku. Ayah memberikannya padaku tadi pagi, dalam rangka ulang tahunku. Ya benar, hari ini memang hari ulang tahunku.
Tak lama menunggu bus pun datang. Aku masuk dan duduk di kursi paling belakang. Kira-kira perlu waktu 45 menit untuk sampai ke rumahku. Selama 45 menit itu aku habiskan untuk menelpon orang tuaku. Tapi ponsel mereka tidak aktif. Mungkin mereka sedang sibuk, sama sepertiku tadi. Maklumlah, kedua orang tuaku sama-sama bekerja.
Ayahku adalah seorang hakim. Ia sudah banyak menangani kasus-kasus besar yang akhirnya mentenarkan namanya. Dalam berbagai kasus, ayahku selalu bijaksana dalam mengambil keputusan. 'Keadilan adalah diatas segalanya', itulah prinsip ayahku.
Ibuku adalah seorang ilmuan. Ia sangat ahli dalam IT. Ia juga pernah mememperoleh berbagai penghargaan dari dalam maupun luar negeri. Ia juga sudah membuat hak paten untuk beberapa penemuannya.
Saat bus sudah sampai, aku langsung turun dan berjalan sebentar menuju rumahku. Di perjalanan aku merasakan hawa dingin yang mengusap tengkuk leherku. Tetapi aku mengabaikannya. Aku bukanlah wanita penakut, maka dari itu aku dinamakan Yuki Alethia. [Yuki : Yūki / 勇気 (Jepang): keberanian ; Alethia : Alítheia / αλήθεια (Yunani): kebenaran]
Sesampai dirumah, aku langsung memasukki rumahku. Tetapi saat tengah membuka pintu, aku curiga karena pintu rumah tidak terkunci. Sial, kali ini aku tak bisa menahan rasa takutku lagi. Sejenak tanganku berubah menjadi dingin, firasatku buruk. Setelah berpikir, akhirnya aku mendapat ide. Aku memasukki rumah dengan membawa kayu yang berada di halaman depan rumah. Dengan posisi berjaga-jaga, aku memasukki rumahku.
Sesampai di ruang keluarga, aku langsung bersembunyi di balik bilik. Aku terpaku. Tanganku kehilangan kontrol, seperti mati rasa, dan akhirnya kayu tadi jatuh begitu saja. Aku sungguh kaget. Tepat di depan mataku, Ayah dan Ibuku diikat dengan tali. Tubuh mereka dilumuri oleh darah. Tidak, mereka belum mati, mereka masih hidup tetapi mereka terlihat seperti habis disiksa oleh 5 orang lelaki dengan jas hitam dan kemeja putih. Mereka adalah tersangka dalam kasus korupsi yang tengah diproses oleh ayahku.
Tak lama kemudian, ayah dan ibuku di tembak dengan pistolnya.
DWARR!!
Bunyi tembakan itu pun menggema di rumahku. Orang tuaku tewas!
Sontak aku shock berat dan hendak berlari ke arah mereka, tiba-tiba seseorang dari belakang menarikku. Lantas aku berbalik. Dia adalah pamanku. Paman meletakan jari telunjuknya di bibirnya sebagai tanda 'jangan berisik' sambil meneteskan air mata. Aku sungguh tak bisa menahan air mataku, dan paman memelukku dengan erat.
Para lelaki brengsek itu pun akhirnya pergi begitu saja dari rumahku. Sungguh biadab, sudah melakukan korupsi, ia juga membunuh kedua orang tuaku. Tepat saat ia pergi, aku berteriak menjerit dan berlari kearah mayat kedua orang tuaku, "Ayah! Ibu!". Tangisku semakin menjadi-jadi.
Ini tidak bisa dipercaya, dihari ulang tahunku yang ke-17, kedua orang tuaku terbunuh. "Bangunlah ayah, ibu! Kumohon bangunlah!!" Jeritku. Paman yang berada di sampingku hanya bisa menangis.
....
Jakarta, 2 Oktober 2010.
"Yuki! Bangunlah, Yuki!!" Teriak paman sambil menggoncang tubuhku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Greed Hunter
Aksi❝ Whatever one sows, that will he also reap. ❞ Perhatikanlah apa yang kau lakukan karena bukan hanya kau saja yang tahu hal tersebut, ada orang lain juga. Dalam diam, ia akan menunggu saat yang tepat untuk memberikan apa yang seharusnya kau dapat da...