Prolog
-Ketika sebuah harapan dari lubuk hati terdalam bercampur perjuangan tanpa batas menerjang cakrawala. Impian setinggi apapun kelaklah tercapai-
Jakarta, 2023
09.00 , café oliver
Ketika keajaiban datang, tidak ada seorangpun yang dapat mengelaknya. Ketika waktu dapat dipermainkan dengan mudah, hanya keajaiban yang dapat melihatnya. Dan ketika suatu yang tabuh dapat dilakukan dengan mudah percayalah, karna semua keajaiban merupakan bagian dari hidup.
Rutinitas kota metropolitan sudah berlangsung sejak beberapa jam lalu, begitu juga dengan matahari yang pagi ini sudah tidak sabaran memancarkan cahaya terangnya berikut energi panasnya yang saat ini terasa membakar kulit. Tidak ada embun pagi yang menyejukan, tidak ada pula kabut kabut tipis nan halus yang menutupi jarak pandang kita. Pemandangan pagi ini, seperti kamu yang baru saja membaca komik tentang kota yang indah, sejuk, damai, hancur seketika.
Cahaya matahari yang panas seakan bertambah panas berkat para deretan gedung gedung bertingkat dengan lapisan kaca kualitas nomor 1, yang memantulkan cahaya pemberian matahari lalu kembali ditangkap oleh kaca kaca dari para kendaraan layaknya mobil yang sedang beroprasional. Dimanapula para deretan pepohonan hijau nan menyejukan itu? Mereka hilang. Lenyap, entah kemana. Burung burung gereja pun enggan berterbangan, walau sekedar menambah semarak semangat pagi yang panas dan cerah ini.
Orang orang berjalan cepat di trotoar, satu dua bahkan berlari. Atau sebagian yang lain lebih memilih menggunakan kapsul cepat yang beberapa tahun silam telah resmi dioprasionalkan. berteknologi hyperloop dengan kecepatan 1.200 km/jam, setidaknya kapsul itu cukup membantu mengurangi kepadatan ibu kota. Dan yang sebagian lainnya, lebih memilih menggunakan mobil berteknologi listrik yang tidak menimbulkan polusi. Namun tetap saja, karna jumlahnya yang terlalu banyak, dan luas jalanan yang tidak terlalu lebar untuk menampung luapan para kendaraan pintar ini, terjadilah kemacetan. Bising sekali pagi ini, dengan klakson tidak sabaran.
Wajah wajah para pejalan kaki, pengendara motor, bahkan pengendara sepeda nyaris tanpa senyuman. Dalam kepala dan fikiran mereka, tugas, makalah, proposal yang belum selesai serta waktu yang terus mengejar dan menghimpit mereka setiap detiknya, sebagian besar memenuhi isi dalam kepala mereka.Untuk apa pula memberi senyuman di pagi hari ini, mereka terlalu sibuk dan tidak peduli satu sama lain. Bahkan saking terburu burunya dengan waktu, tak jarang satu dua diantara mereka tidak peduli dengan rambu rambu yang terpasang. Persetan, yang penting cepat sampai.
Ada beberapa orang berseragam berdiri di pinggir trotoar, merekam dan mengabadikan kota metropolitan pagi ini. Bukan, bukan untuk diabadikan sebagai keindahan pagi hari yang memesona. Melainkan untuk berita harian televisi, tentang bagaimana semrautnya jalanan ibu kota. Setidaknya pemandangan ini sedikit banyaknya telah membuat satu dua orang mendapatkan rejeki di pagi hari ini dan sedikit bersykur dengan kericuhan pagi ini.
"oppah!"
Panggilan heboh itu langsung menghentikan aktifitas seorang pria paruh baya lulusan teknologi mesin bertahun tahun lalu, yang tengah mengamati cermat situasi kota Jakarta dari balik jendela besar café oliver. Kepalanya yang menjadi rumah bagi penyakit tumor dalam tubuhnya memutar menemui sang pemilik suara. Senyum tipis dari wajah sepuhnya terukir mana kala melihat sesosok anak kecil berpakaian serba serbi kuning sedang tercengir di sampingnya sambil menyodorkan sebuah tab mini yang menampilkakan soal ujian beserta nilai A yang terpampang.
"liat dong. Cell tadi dapet nilai A di sekolah. Katanya bu guru cell itu pinter. Emang kayak oppah" anak kecil yang menyebut dirinya sebagai cell itu berucap dengan berani disertai cengiran khas anak kecilnya yang begitu menggemaskan, hingga membuat beberapa pengunjung café mengulum senyum gemas.
Pria paruh baya itu tertawa lepas dengan suara seraknya. Begitu gemas ia rasakan pada cucunya yang ke 10 ini. Hanya dengan melihatnya saja, ia terbayang rupa ia ketika masih seusia cucunya, axel. Cell yang masih menduduki bangku sekolah kelas tk B ini, kini menduki paha oppahnya yang sudah sepuh. Anak itu gemas sendiri karna tanggapan dari kakeknya hanya tertawa tanpa mengucapkan pujian apapun.
Oppah meringis, merasakan seluruh tulangnya retak retak. Meski kecil, badan cell begitu sekal dan berisi, hingga membuat oppah seperti sedang memangku karung beras. Meski begitu rasa sayangnya pada cell lebih besar. Malah kini ia menggoyang goyangkan pahanya seolah ingin membuat cell merasa berada di ayunan.
"cell berat gak oppah?" cell bertanya dengan wajah polosnya.
Oppah tersenyum. "jo berat kayak karung. Tulang oppah jadi mau keropos" dia berguyon, sengaja ingin melihat wajah kesal cucunya.
"nama aku cell. Cell. Cell. Bukan jojo!" kini suaranya terdengar begitu jengkel. Bokongnya ia hentak hentakan kasar seraya melipat tangannya di depan dada sebagai bukti bahwa dia benar benar sebal pada oppah. Dulu, ketika cell memakai baju seperti jojon kakeknya sering meledeknya dengan panggilan jo, hingga membuat cell nangis meraung raung ketika suatu hari mengetahui bagaimana rupa jojon yang kakeknya anggap sebagai pangeran.
"jo gampang ngambek. Cepet tua loh kayak oppah"
Mata cell berkaca kaca, hidungnya kembang kempis mengeluarkan ingus ingusnya. Cell si polos tidak ingin seperti oppahnya. Berambut putih, beralis putih, bahkan berkumis putih. Cell tidak suka warna putih, karna menurutnya itu bukanlah sebuah warna. Cell menyukai kuning, namun ia juga tidak suka jika alis, rambut, dan kumisnya yang putih ia beri warna kuning. Cell ingin tetap menjadi cell yang sekarang.
"hua-" baru saja sebuah lolongan tangisan ingin meluncur dari mulut kecil cell, namun oppah dengan sigap menyumpal mulut cell dengan kue makaron kesukaan cucunya. Usahanya sedikit membuahkan hasil. Tangisan tidak jadi lolos, tergantikan dengan aktiftas mengunyah penuh hikmat cell.
"cell jangan nangis. Oppah mau cerita deh sebagai permintaan maafnya" ucap oppah selirih mungkin agar menjiwai drama yang sedang ia ciptakan dihadapan cell.
Sambil mengunyah makaronnya, cell mengangguk lalu mengelap ingusnya dengan kemeja kotak kotak yang tengah oppa gunakan. "ayo cerita. Cell suka cerita" tanpa rasa dosa dan rasa bersalah, cell tetap anteng di tempat seraya menatap dalam mata oppah. Karna mata, ibarat sebuah ensikklopedia. Memiliki banyak cerita dan pengetahuan di dalamnya. Dan cell salah satu diantara seribu orang yang paham betul tentang maksud dari setiap tatapan.
"cell mau denger ya" oppah tersenyum hangat seraya mengelus kepala cucunya.
Kepala cell menggeleng membantah "cell ngeliat dan ngedenger"
Oppah tersenyum penuh arti. matanya beralih menatap pemandangan kota jakarta dari balik jendela café dengan pandangan menelaah seolah tengah mencari target. Dalam teriknya matahari siang yang seakan memiliki 2 matahari, dua pasangan dengan baju casual modis menghentikan pengamatan oppah. mereka tengah berjalan beriringan di bahu jalan. Ke empatnya begitu bahagia dengan seorang bayi dalam sebuah kereta yang mereka dorong dalam derai tawa. Baik pasangan yang pertama dan kedua terlihat begitu akur satu sama lain, bahkan sesekali mereka memegang perut yang terasa keram karna terlalu banyak tertawa.
Kepalanya kembali berputar menghadap cell yang ternyata sudah menghabiskan satu buah kuenya. Pandangan cell begitu lurus tak terbaca, tubuhnya tegap di lengkapi dengan wajah serius yang jauh berbeda dari beberapa menit yang lalu. Ia menanti dengan sabar cerita yang segera terekam dalam arsip otaknya sebagai pelajaran baru.
"kata kuncinya. Jangan memahami hidup melalui sebuah teori. Karna realita tidak membutuhkan banyak teori untuk menjalani hidup. Hidup itu rumit, tidak terpecahkan meski rumus telah di tetapkan" ucapnya setenang hembusan angin, sangat berbeda jauh dengan pandangan matanya yang menghunus kedepan, saling bertubrukan dengan pandangan mata cell.
note: setelah sekian lama off karna wp eror gue nyoba buat cerita yang udah lama mengendap di catetan hehe. mungkin yang bakal di fokusin sekarang cerita ini, karna part yang di buat udah cukup banyak. tinggal update :)
KANGEN DUNIA KUNING KUNING OREN INI :))))))))
23.05
tuh
malemkan
KAMU SEDANG MEMBACA
THE UNDERCOVER (karna tidak ada manusia yang semurni kelihatannya)
Teen Fictionmereka sang pemilik masa depan, masa lalu, juga masa kini. pemilik rumah dari setiap tamu yang bersiap mengetuk pintu hati. mereka salah satu ranting pohon yang terjatuh lalu terinjak dan patah dari sebuah batang pohon yang kokoh. mereka yang tengah...