Bagian 2- si pemilik suara indah
september 2015
Senyap dan lembab. dua kata yang bisa mewakili penggambaran dari ruangan di sudut sekolah. tidak banyak murid yang berniat pergi kesana meskipun mereka di bayar sekalipun oleh kepala sekolah kami -bu as-- , mereka bilang tempat itu angker, banyak monster monster berpakaian putih dengan darah di sekujur tubuh mereka. mereka juga bilang, tempat itu seperti toilet tidak terpakai dengan debu sebagai aksesoris tetap mereka. ada juga yang bilang, toilet itu tidak pernah di oprasionalkan lagi, karna sekolah tidak mau memiliki toilet di sudut sekolah. mungkin mereka takut terjadi apa apa dengan para muridnya.
Paradoks itu terdengar aneh dan konyol. jika benar ada mahluk mahluk seram di tempat sana, biarkan saja toh mereka tidak mengganggu. kata mamah, aku ini bebal dan sulit diatur. Dan kini, aku menyetujuinya dalam hati. karna tepat di saat pelajaran sedang berlangsung, yang seharusnya membuat aku harus duduk berdiam diri mendengar ocehan para guru, kaki nakal ini malah berhenti di depan papan panjang yang letaknya di sudut sekolah.
Aku berhenti di depan pintu kayu usang dengan debu debu yang menutupi hampir seluruh bagian kenop pintu. aku tidak takut, jika saja para hantu itu muncul sekarang juga, biar aku ajak kenalan sekalian dia, kalau perlu akan aku buat dia jatuh cinta, jadi dia tidak perlu susah susah mencari perhatianku dengan menyeret baju daster putih khas kawanan mereka itu.
Pintu berdecit, aku yang nakal ini masuk kedalam ruangan senyap itu. tidak ada siapapun disana, selain aku. bahkan terang ruangan itu hanya berasal dari cahaya matahari yang menelusup masuk ketika pintu aku buka. suaraku menggema disana, suara derap langkah kakiku juga sama, terdengar seperti tap tap tap.
Esoknya, aku kembali ke tempat itu di waktu yang sama, disaat pelajaran sedang berlangsung. namun kali ada yang berbeda, di genggamanku terdapat sebuah lampu yang siap aku pasangkan di toilet nanti. di genggaman tanganku yang satunya, gagang sapu telah di dekap siap mendandani toilet buruk rupa. senyumku mengembang, saat tau aliran listrik toilet belum diputus sekolah. hari ini, aku juga membuktikan paradoks aneh teman teman. sampai detik ini, nyonya kunti belum menyeret dasternya di hadapanku. guling putih juga belum meloncat loncat di depanku. semua terasa baik baik saja .
Sampai ketika toilet terlihat mengkilap-pun semua masih baik baik saja. andai saja tidak ada murid se berani aku, tidak mungkin ada satupun orang yang melihat keindahan tempat ini. hanya sebuah toilet, dengan luas tidak lebih dari kamarku bukan berarti tidak memiliki makna apapapun. dia bermakna, sebagai simbol dari gelapnya malam, yang ternyata masih memiliki terang bulan yang bersinar. hingga pada akhirnya malam terlihat indah, berkat bantuan bulan yang telah susah payah terjaga sepanjang malam untuk menyinari malam.
Kaca toilet yang panjangnya hampir sepanjang tiga wastafel yang di pajang berderet ini, memantulkan bayangan dari sosok tegap dengan seragam yang berantakan. dia tampan dengan alis tebal, hidung mancung, dan wajah ovalnya. dia aku, si nakal tapi ganteng ini. orang yang paling dermawan di seluruh penjuru sekolan, karna mau susah payah bersihin toilet kotor ini. aku tersenyum pada diriku sendiri, baru sadar bahwa aku setampan ini jika dilihat dari dekat.
Air dari wastafel mengucur jernih ketika aku memutar kerannya. aku membasuh mukaku hingga bulir bulirnya jatuh mengenai seragamku. tanganku yang semula kotor, menjadi bersih berkat si air baik hati. aku pikir tugasku sudah selesai di tempat ini. bilik bilik kamar mandi yang semula pintunya terlihat kotor, menjadi terlihat putih bersih sekarang. lantai yang penuh debu menjadi mengkila, bagai di sulap pak tarno. sarang laba laba yang bersarang di atappun sudah hilang, berkat aku.
"maafkan, mungkin tidak lazim terucap namun hati yang meminta. Sudi atau tidak terserah padamu, tugasku menyampaikannya"
Tanganku berhenti begitu saja diatas kenop pintu. terhenyak sesaat setelah mendengar suara merdu itu. suaranya jernih, seperti suara mamah yang pernah menyanyikan lagu lullaby ketika aku memintanya. pandanganku menyisir ke seluruh sudut toilet, berharap menemukan si pemilik suara. namun aku tersadar, bahwa suara itu bukan berasal dari para bilik kamar mandi. dia berasal dari ruangan sebelah, yang aku tahu sebagai ruangan khusus untuk latihan modern dance.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE UNDERCOVER (karna tidak ada manusia yang semurni kelihatannya)
ספרות נוערmereka sang pemilik masa depan, masa lalu, juga masa kini. pemilik rumah dari setiap tamu yang bersiap mengetuk pintu hati. mereka salah satu ranting pohon yang terjatuh lalu terinjak dan patah dari sebuah batang pohon yang kokoh. mereka yang tengah...