VIKTOR - Curhat

179 15 3
                                    

Sudah beberapa minggu aku tidak mengunjungi sahabat baikku, Leslie. Bukannya apa, akhir-akhir ini aku sangat disibukkan dengan kegiatan yang sudah seharusnya mengikatku. Hanya saja, beberapa waktu lalu, aku sempat sedikit menghindar dengan alibi yang tidak wajar. Yaitu, menjadi seorang tukang ojek.

Haha, lucu sekali kalau dipikir-pikir. Aku yang harusnya meneruskan studiku di Harvard Collage, tapi malah menghabiskan waktu untuk menjadi tukang ojek. Suatu pekerjaan yang sama sekali tidak pernah ditekuni oleh anggota keluarga Yamada.

Ya, kalian tidak salah dengar. Aku adalah salah seorang anggota keluarga Yamada, meskipun aku bukan dari garis keluarga inti. Tapi nama keluarga Yamada cukup untuk membuat beberapa orang memandang berbeda diriku. Tapi itu semua tidak penting jika sudah menyangkut seorang perempuan, dia adalah satu-satunya pelanggan ojekku selama ini.

"Vik!" Panggil sebuah suara dari arah sebuah bengkel, mendengar itu dengan cepat aku membuka helm yang sedari tadi menutup kepalaku. Turun dari motor dan segera menuju bengkel tersebut.

Disana sudah ada temanku yang mengenakan kaos tanpa lengan dengan tubuh penuh noda oli, terlihat sangat kotor. Tapi aku sudah biasa melihat penampilannya yang seperti itu, yah habis mau bagaimana lagi. Memang pekerjaannya membuat dia berhubungan dengan banyak jenis kotoran.

"Kemana aja lo?" Tanyanya menghampiriku, sebuah kunci inggris ada dalam genggaman tangannya.

"Udah mulai ngantor nih yee..." cibirnya melihat diriku yang datang dengan mengenakan setelan jas yang masih belum aku ganti.

Mendengar itu aku hanya tertawa kecil, sama sekali tidak tersinggung dengan panggilannya itu.

"Lo dateng kesini mau ngapain? Ganti oli?" Tanyanya memperhatikan motor ninja yang baru aku beli beberapa minggu yang lalu, habis sebuah insiden membuat motor ninjaku yang sebelumnya rusak parah. Dan mau tidak mau, aku harus menggantinya.

"Masih baru, paling minggu depan gue gantinya. Gue cuma mau ngobrol-ngobrol aja." Ujarku mendahului dia masuk, aku segera mendudukan tubuhku pada tumpukan ban bekas yang ada dipojok ruangan. Tempat yang cocok untuk bercerita tentang hal-hal pribadi.

"Lo kenapa ganti motor, Vik?" Sadar juga dia rupanya, mungkin aku harus menceritakan semuanya. Termasuk yang terjadi hari ini.

"Panjang, ntar kalo gue cerita lo bisa tidur." Aku dapat melihat Les menghembuskan napas pasrah. Mungkin dia sudah menyadarinya.

"Lo mau cerita soal cewek preman yang bikin lo jadi tukang ojek?" Mendengar kalimat itu, napasku tercekat untuk beberapa saat. Hingga akhirnya, aku tersenyum.

Senyumku langsung dibalas dengan tatapan tidak percaya Les, benar dugaanku. Biar begini, Les memiliki jalan pikiran yang tidak kalah hebat denganku. Terkurung ditempat seperti ini, tidak akan membuat otaknya menjadi tumpul seketika. Mungkin jika aku tidak segan, akan kuceritakan juga kisah pertemanan kami bedua.

"Kenapa?" Tanyanya masih dengan pandangan tidak percaya.

Aku menyamankan posisi dudukku, yang disusul dengan Les yang duduk disebelahku. Ia juga tidak lupa menyerahkan dua gelas minuman untuk kita berdua, ini guna persiapan kami kedepannya. Karena cerita ini tidaklah singkat.

Aku menceritakan apa yang sebulan lalu aku alami, juga dengan Erika-cewek preman yang dia maksud- juga dengan anak perempuan lain dari keluarga Guntur. Keluarga yang juga masih memiliki hubungan kekerabatan denganku. Termasuk kenapa aku meminjam rumahnya dengan paksa bulan lalu.

Aku menceritakan apa yang dialami oleh Erika, peristiwa mengerikan yang terus terjadi, hingga kami menemukan pelaku sebenarnya, kemudian dengan bergabungnya seorang gadis culun-yang sebenarnya sangat lihai bertarung- saat aku hendak menyelamatkan Erika ketika dia diculik. Dan semua itu berujung dengan selesainya masalah, meski Erika akhirnya mengetahui jati diriku yang sebenarnya. Sesuatu yang selalu aku rahasiakan meski ia sudah berkali-kali menanyakannya padaku.

Kemudian kepergianku selama sebulan lamanya untuk mengurus segala keperluanku, dimana aku harusnya berkuliah di Harvard, tapi memilih tinggal di Indonesia lebih lama lagi. Dan kemudian melanjutkan pendidikanku di universitas swasta yang dimiliki oleh teman Ayahku.

Belum lagi dengan berbagai masalah yang harus aku selesaikan, intinya aku menceritakan semua itu pada Les. Termasuk apa yang terjadi hari ini, dimana aku... hah... menyatakan perasaanku pada Erika.

Seorang gadis dengan predikat preman sekolah, hal ini sontak membuat ekspresi serius Les yang sedari tadi dia tunjukkan berubah menjadi eskpresi tidak percaya. Alis yang saling bertaut, hidung yang mengernyit, seakan hal ini adalah hal yang tidak wajar. Ya... memang sih, kalau orang lain yang mengalami ini masih tergolong biasa saja. Tapi kalau yang mengalami ini adalah aku, seorang Viktor Yamada. Ada sedikit keanehan yang terjadi, seakan bumi akan runtuh.

Soal masalah aku menjadi seorang tukang ojek, Les sudah tahu meski tidak secara rinci. Begitu juga tentang pelarianku dengan Erika, bahkan kami sampai menumpang dirumahnya untuk beberapa malam. Habis, aku tidak tega Erika harus menjalani semuanya sendiri dan yang lebih parah lagi, ia menjadi kambing hitam.

"Serius?! Lo udah jadian sama dia?!" Lesli mengucapkan itu cukup kencang hingga beberapa anggota geng Streetwolf menoleh kearah kami. Dengan cepat aku membekap mulut Les sebelum semuanya terbongkar.

"Sialan lo Les! Bahaya kalo sampe anak-anak tahu!" Semburku saat bekapannya sudah aku lepas.

"Bahaya dimananya?!" Sahut Les dengan kikikan geli yang tertahan.

"Lagian, kalo soal lo naksir cewek, itu mah normal Vik! Sukur-sukur lo diterima, padahal gue berharap elo ditolak." Sialan Montir Brengsek ini!

Aku menatap Les tajam, sama sekali tidak menghiraukan bisikan anak-anak yang sedang bekerja dibalik tubuh Les.

"Tapi lo nggak kepo sama cewek yang satunya lagi?" coba lihat apa ekspresinya.

"Cewek mana?" Goblok! Kukira dia memperhatikan ceritaku. "Oh, yang culun?" dasar tulalit. "Emangnya ada apa, cewek culun yang jago bela diri?" oh, dia meragukan gosip dariku rupanya.

"Yakin nggak percaya?" Les mengangguk mantap.

"Oke. Kita kesekolah sekarang." aku bangkit berdiri, merapihkan jasku, lalu bersiap menuju sekolah Erika sebelum ketololan Leslie berhasil menghentikan langkahku.

"Ngapain kita kesekolah?"

"Kejar paket." sahutku sengit. Kadang aku bingung, kenapa aku sanggup bertahan dengan Les dan segala kebodohannya yang bisa kumat mendadak.

"Ya nunjukin cewek gue ke elo, sekalian cewek cupu itu." melihat mulut Les membentuk lingkaran, aku segera memarkirkan motorku, lalu pergi dengan Les menuju sekolah Erika. Memang masih belum jam istirahat sih, tapi biarkan saja. Lebih baik menunggu, dari pada harus ketinggalan momen penting.

Tanpa aku dan Les sadari, kepergian kami diiringi oleh para anggota geng motor yang lain, membuat kami terlihat seperti konvoi geng motor dan mafia.

Omen Love StoriesWhere stories live. Discover now