VIKTOR - Sobat

232 14 6
                                    

Kemarin baru saja hari ulang tahunku, tidak ada yang spesial selain angka yang mewakili umurku bertambah satu. Tidak ada kue ulang tahun, tidak ada pesta ulang tahun, yang ada hanya liburan keluarga kecil-kecilan dibelakang pekarangan rumahku. Sesekali aku dan orangtuaku saling menciprati diri kami masing-masing dengan air saat menjelang sore, tapi hari ini, suasana hangat itu berubah. Hanya sehari, sebelum orangtuaku tenggelam lagi dalam dunia mereka. Memang sih, mereka bukan workaholic, tapi menyebalkan saja jika menonton hidup orang lain yang monoton.

Dan hari ini, aku berangkat sekolah dengan perasaan suntuk. Bagaimana tidak, moodku masih belum membaik jika mengingat perihal orangtuaku. Jangan katakan aku kekanak-kanakkan, usiaku baru 10 tahun! Ingat itu! Tapi biar begitu, aku tidak pernah bersikap seperti bocah culun seperti teman seumuranku kok!

Oh, iya. Perkenalkan, namaku Viktor Yamada. Diangkatanku, aku termasuk Yamada termuda. Tidak paling muda sih, tapi juga tidak terlalu tua. Siapa tahu, om-tanteku masih ingin memiliki anak lagi, jadi bisa saja aku akan memiliki adik sepupu. Biar begitu, kedengarannya tidak menyenangkan.

Hey! Apa kalian bilang?! Kurang ajar! Biar bocah begini, kalian tidak bisa mengejekku. Aku anggota keluarga Yamada, dan dalam 10 tahun kedepan, akan kubuat dunia mengenal siapa Viktor Yamada ini! Tapi jangan langsung mengira aku ini anak yang terlalu ambisius, tidak juga kok. Ada saatnya aku malas seperti sekarang ini.

Lihatlah, aku sekarang sedang duduk disalah satu balkon gedung sekolahku. Balkon ini menghadap jalan raya di belakang sekolah, bisa dibilang jalan itu merupakan jalan alternatif untuk keluar masuk komplek perumahan ini. Jalan itu menuju sebuah pemukiman padat penduduk yang berada hampir diluar kota, katanya pemukiman itu mengerikan, banyak perampokan, pembunuhan, dan hal-hal menyeramkan lainnya. Hiiii... tapi, mungkin asik juga jika bisa sesekali berkunjung kesana, dan memamerkannya pada teman-temanku yang culun. Sepertinya asik?

Tapi, sepertinya tidak mungkin juga aku berkunjung kesana. Bagaimana caranya? Dan pemukiman itu tepatnya ada dimana? Aku juga tidak tahu. Kalau aku pergi kesana sendiri, mungkin bisa saja aku diculik. Memang sih, aku bisa bela diri, tapi kalau tubuh mereka besar dan tenaga mereka kuat, mana bisa aku melawan mereka dengan tubuh yang belum ada satu setengah meter ini?! Belum lagi dengan seragam sekolah ini, seragam ini sangat mencolok, dan mereka akan tahu kalau aku bersekolah disekolah elit. Bisa-bisa mereka meminta tebusan tinggi pada orangtuaku.

Kalau aku pergi meminta diantarkan oleh supir keluargaku, atau Bapak supir antar-jemput sekolah sudah pasti akan dilarang. Tapi jujur, aku ingin tahu sekali tempat seperti apa itu. Pasti, disana tidak akan semembosankan rumahku. Atau mungkin, itu hanya mimpiku saja. Mungkin saja, mereka tidak mau menerima kedatangan orang asing, yang bisa saja merupakan intel kepolisian untuk mencari tahu spot yang biasa mereka gunakan untuk melakukan hal-hal seperti judi, jual-beli narkoba, pencurian, atau yang lainnya. Jadi demi keamanan sindikat mereka, mereka tidak menginginkan orang lain masuk kesana.

Asik melamun, lamunanku terhenti. Terutama saat seorang anak sepantaranku lewat dijalan itu, dia menuju pemukiman yang aku bicarakan! Sejujurnya, ini bukan kali pertama aku melihat dia. Meski tidak setiap hari, aku sudah beberapa kali melihatnya. Dua atau tiga kali dalam bulan ini. Kulihat dia berjalan santai dengan pakaian yang berantakan. Kaos oblong dengan lengannya yang ditarik sampai bahu, celana pendek yang semua kantongnya penuh dengan barang-barang, sandal jepit yang dia pakai, jangan lupakan kulitnya yang menggelap dengan warna yang sedikit belang pada bagian tubuh tertentu. Astaga, apa dia tinggal dipemukiman itu?

Kuperkatikan dia, dia berjalan dengan santai. Tapi dia berbelok pada sebuah rumah besar dengan tong-tong besi didepannya, dan beberapa mobil bak terparkir didepannya. Rumah apa itu?

Aku berjalan menuju sisi balkon yang lain untuk melihat rumah itu lebih jelas, biasanya anak itu langsung berjalan lurus tanpa mampir kemana-mana lagi, jadi suatu info baru kalau tiba-tiba dia berhenti disuatu tempat untuk melakukan sesuatu. Gotcha! Rumah itu memiliki dua sisi gerbang. Satu untuk rumah yang arahnya menghadap gedung sekolahku, satu lagi menghadap arah pemukiman yang kumaksud tadi. Dan itu, sebuah bengkel? Untuk apa bocah aneh tadi pergi kebengkel? Menjadi montir? Eh?!

Omen Love StoriesWhere stories live. Discover now