Jakarta, di awal tahun 2020.
"Selamat tahun baru." aku menulis singkat dalam buku diary-ku. Entah mengapa aku lebih menyukai kehidupanku yang cenderung tertutup dan konvensional karena masih menggunakan diary daripada media sosial. Aku merasa media sosial bukanlah tempat yang diperuntukkan untuk kita yang ingin berbagi kisah pribadi. Karena disana terlalu banyak mata dan minim privasi. Sofi hanya menggunakan media sosial sebagai media berbagi informasi seputar ilmu bisnis yang ia dalami di UOW juga tempat ia membagikan makanan-makanan yang berhasil ditemukan oleh dia dan kedua sahabatnya di negeri kangguru.
Kembali di sore hari tepat pada tahun baru kali ini, aku udah berada di dapur kesayangan mama di Jakarta. Aku memutuskan pulang karena hari pernikahanku akan segera tiba. Siapa yang akan menyangka bahwa aku akan menikah dengan laki-laki yang menghabiskan beberapa tahun terakhir menuntut ilmu di kota kelahiranku sekaligus rumah dimana aku dibesarkan. Yup! Mas Adit adalah calon suamiku. Aku baru mengenalnya dua tahun terakhir. Tapi aku mantap menjadikan dia sebagai teman hidupku. Dia cerdas, tidak banyak bicara, dan good looking. Meskipun setelah menikah, aku akan menjalani LDML alias long-distance-marriage-life karena ia bekerja di sebuah perusahaan besar di New York. Awalnya aku sempat kaget ketika setahun yang lalu aku bertemu dengan dia di Singapura. Saat itu dia ditempatkan di kantor cabang yang ada di Singapura. Kini ia telah menjadi manager keuangan di kantor pusat di New York
Aku masih sibuk di dapur ketika mama menghampiriku. Bisa dikatakan, dua tahun terakhir ini hubunganku dengan mama mulai membaik. Ya, aku mulai memahami posisi mama yang menjadi ibu tunggal untuk anak gadis semata wayangnya ketika papa meninggalkan kami dari dunia ini tujuh tahun yang lalu.
"Kamu ngapain sih Sofi?" tanya mama merasa terganggu karena aku belum beranjak dari dapur sejak siang. Padahal sekarang jam sudah menunjukkan pukul 5 petang. "Aku lagi bikin menu utama buat kita makan malem berdua, ma." kataku sambil memamerkan gigiku menghadap pada mama yang tak henti-hentinya berkacak pinggang melihat putri semata wayangnya sibuk di dapur kesayangannya. Aku sama seperti wanita lainnya yang menyukai dapur dan mencoba menciptakan hal baru disana. Tapi aku tidak terlalu suka ada yang mencampuri urusanku di dapur karena mama mulai mengoceh tidak jelas dan mengomentari masakanku. "Kamu kalo bikin krim sup jangan terlalu kental, terus ntar dikasih sayuran aja biar ga putih pucat warnanya." begitu celoteh mama masih asik memberiku instruksi yang jelas-jelas tidak akan pernah aku turuti. "Ma, biarkan aku mengeksplorasi kemampuanku di dapur ya." kataku lembut sembari mendorong mama menjauhi pantry. "Nanti aku jamin mama bakal suka sama hasilnya." tambahku. "Tapi Adit pasti ga suka Sofi." celetuk mama yang membuatku bingung karena setauku mas Adit tidak pulang tahun baru ini. "Bukannya mas Adit ndak pulang ma tahun baru ini?" tanyaku singkat. "Mama kemaren bilang kalo kamu pulang. Terus mama suruh dia kesini sekalian fitting baju bareng sama kamu hari Minggu besok." Mama memberiku penjelasan yang membuatku shock. Bagaimana bisa mama menyuruh mas Adit membeli tiket pada saat tahun baru? Pasti susah sekali mendapatkan tiketnya. Kalaupun ada pasti tidak sedikit uang yang keluar untuk tiket yang berubah jadi super eksklusif disaat tahun baru seperti ini. "Mama lain kali jangan suruh mas Adit pulang diluar rencananya ya. Kan kasihan mas Aditnya, pasti sulit ngedapetin tiketnya." kataku mencoba memberikan pengertian. Aku tau hanya satu orang yang akan didengarkan ucapannya oleh mas Adit. Orang itu adalah mama Arini. Mas Adit bahkan mengubah konsep pernikahan dari orang tua mas Adit yang sangat kental dengan adat Jawa ketika mama menginginkan konsep modern. Mama memang orang yang up-to-date untuk urusan seperti itu. Banyak berkumpul dengan anak muda di kantornya membuat mama memiliki jiwa muda yang ngebikin mama jadi awet muda.
Aku menyiapkan makanan di meja ketika pintu rumah terbuka. Aku melihat sosok itu, sosok yang dipilihkan oleh mama untukku sejak beberapa tahun yang lalu. Aku tau orang itu adalah orang yang tepat untuk dijadikan pendamping hidup. Karena ia sangat menyayangi wanita yang amat penting dalam hidup kita, ibunya dan mamaku. Mas Adit adalah sosok yang tidak membedakan cinta kasihnya kepada dua wanita itu dengan memanggil mereka dengan sebutan 'Ibu'. Tanpa embel-embel nama yang biasa digunakannya agar lebih sopan menyebutkan nama seorang wanita yang lebih tua beberapa tahun darinya seperti ketika ia memanggil 'Bi Ima' dengan sebutan 'Bu Ima'.
Aku langsung menghampirinya setelah meletakkan makanan di meja. "Sampai bandara jam berapa mas? kok ga bilang? kan bisa aku jemput." tanyaku sembari membantunya mengambil beberapa barang yang tengah dibawanya. "Kan mau kasih surprise ke kamu. Tapi kayaknya Ibu udah bilang ya" aku hanya mengangguk lalu berjalan mendahului dia menuju kamarnya. "Mau aku buatkan teh atau kopi?" tanyaku sebelum beranjak keluar dari kamarnya. Awalnya aku sering tidak nyaman ketika berada di kamar calon suamiku itu. Kamar itu sangat laki-laki sekali. Aku bisa menghirup aroma parfum yang digunakannya setiap hari memenuhi seluruh ruangan. Tapi aku tidak akan berbohong jika aroma itu sangat menenangkan. "Tidak udah Sofi." elaknya singkat sembari melipat lengan kemejanya. "yasudah kalau begitu. Mas Adit istirahat saja dulu. Nanti aku panggil buat makan malam" sedetik kemudian setelah mengatakan itu, aku menutup pintu kamarnya tanpa menunggu balasan apapun dari mulutnya. Dia terlihat sangat lelah, jadi aku tidak ingin ada penolakan atas keinginanku kali ini. Selain beberapa hal yang baik yang telah aku sebutkan sebelumnya, mas Adit juga seseorang yang bekerja dengan sangat keras. Ia seringkali tidak menghubungiku karena harus lembur atau membawa pekerjaannya pulang ke apartemen yang disewanya di pinggir kota New York. Itulah kenapa dia tidak berniat pulang ke rumah saat tahun baru.
-----------------------------------------------------------
I try to be honest with you guys. Dari awal aku pingin ngebuat cerita ini alurnya maju mundur. Jadi kalian bukan bertanya-tanya seperti apa akhirnya, tapi seperti apa kisah lain dibalik akhir itu. Bab ini udah aku munculin kalo akhirnya Sofi akan menikah dengan Mas Adit, bukan Fatir. Kenapa? Tunggu flashback di bab-bab selanjutnya :) #SalamSayang
KAMU SEDANG MEMBACA
BEFORE WE FEEL [REVISI]
Teen FictionIni adalah kisah Sofia Amelia yang belum menyadari dengan apa yang dirasakannya saat perayaan ulang tahunnya ke-23. Ia masihlah Sofi yang sama. Seorang gadis yang merantau ke negeri orang hanya untuk melarikan diri dari kenyataan, bahwa ia cukup tid...