Hari minggu
"Selamat pagi matahari"
"Selamat pagi juga matahati" aku berbicara dalam hati.Pagi ini hari minggu. Horee hari ini aku bisa bersantai menikmati candunya kopi dan kretek lagi.
Aku mengambil ponselku di karpet usang itu untuk membuka sosial mediaku. Yang kuharap ada hal yang menarik didalamnya. Sekalipun bukan pesan dari pujaan hati.
Aku melihat unggahan dari akun seseorang. Bahwa pagi ini didago ada aksi darurat agraria.
Tentang pertanahan di negeri yang durjana ini yang mulai diambil oleh orang orang berkepentingan.
Aku memang bersemangat dalam hal ini. Tak peduli kopi masih sebatas leher gelas dan tak peduli kretek masih belum sempurna bakaran nya.
Aku bergegas merapihkan diri untuk pergi ke dago untuk sekedar bersolidaritas dengan kawan yang lain.
Aku mandi tapi tidak dengan sarapan. Aku sudah rapih untuk pergi kesana. Aku pergi menggunakan bis kota yang tarifnya terjangkau.
Didalam bis kota itu banyak hal yang aku pikirkan. Termasuk hal yang terus berputar mengelilingi kepala. Yaitu bagaimana cara bertahan hidup selama aku berada diluar rumah.
Hingga saatnya sampai didaerah yang aku tuju yaitu dago. Banyak orang berkumpul disana. Pemuda pemudi tebar asmara. Orangtua renta berolahraga hingga anak kecil bermain ceria.
Aku tunggu di atas jembatan penyebrangan karena aksi tersebut tak kunjung dimulai. Aku binggung karena disitu sudah jam 09:00 tapi aksi tersebut terus saja tidak dimulai.
Aku bakar lagi kretek ku. Sambil melihat kebawah yang sedang ada acara musik.
Aku melihat orang orang yang aku pernah lihat di aksi sebelumnya. Mereka hanya membagikan selembaran kertas."Hah aku kita akan ada aksi yang lain. Ternyata hanya membagi selembaran". Aku dengan nada kesal.Aku pulang dengan hati kesal. Aku menggerutu sepanjang jalan.
Hingga siang hari tiba aku sedang berada di kostan. Aku bersenandung tua dan melanjutkan kopi yang tadi pagi masih tersedia walau dinginnya melebihi temperatur lantai.
Sampai aku terlelap saat sedang menikmati lagu dari payung teduh. Sore hari aku terbangun melihat hujan rintik yang menyerbu bumi.
Aku membuka ponsel kembali. Dan ternyata malam ini aku ada agenda lagi untuk datang kembali ke daerah dago tempat yang di incar para cukong untuk digusur.
Tapi aku mengurungkan niat untuk kesana. Karena aku pikir keuangan untuk sehari hari lebih penting dari ongkos kesana kemari.
Lalu kawanku dari aksi solidaritas yang setiap kamis diadakan didepan gedung sate itu mengajakku untuk pergi kesana bersama.
"Aduhh rezeki emang ya ga kemana kalau buat kebaikan" ucapku berterima kasih kepada tuhan.
Aku pun setuju dengan ide kawan ku. Untuk mengirit pengeluaran saat ini. Sore hari terbenam disana.
Aku dan kawanku membantu untuk memasukan baju ke papan sablon yang nantinya baju itu akan disablon.
Hingga malam tiba aku masih berdiam diri dengan ditemani lintingan tembakau dan kopi hitam dari warung sebelah lapangan.
Aku antusias waktu itu karena akan ada pemutaran film "Jakarta Unfair" yang bertemakan penggusuran.
Warga dago elos berkumpul seperti ada pesta rakyat.
Akupun mulai melinting tembakau dan segera memesan secangkir kopi untuk tim duetnya.
Aku menyimak secara dalam tentang isi film tersebut. Karena di dalam film tersebut ada curahan hati dari para warga
Hingga malam sudah terlalu malam. Diskusi terus berlanjut banyak dari elemen rakyat yang ikut bergabung.
Suasana dingin mulai mencekam badan dan membuat sekujur badan mengigil kedinginan.
Aku meminta kepada kawan ku untuk segera pulang. Karena aku sudah tidak kuat menahan dinginnya udara.
Hingga aku dalam perjalanan melihat kanan kiri daun melambai. Aku terenyuh dalam kesendirian lagi.
Aku bertepi disebuah jalan karena teman ku tidak mengantar sampai rumah.
Seperti malam malam lainnya. Aku duduk di balkon sebuah kostan yang terbilang sederhana.
Membuat sajak sajak hal yang aku senangi. Mendengarkan lagu sendu dengan inti lagu itu itu melulu juga sebuah rutinitas.
Ditemani sebatang kretek dan secangkir kopi. Aku terlelap dalam sepi.
Hingga pagi menyambut dengan malas. Aku berangkat sekolah seperti biasa. Tanpa hari hari ber arti lagi. Larut dalam hidup yang penuh kejenuhan.
Tiga hari. Senin,selasa,rabu hari hari yang begitu monoton dan klise. Hanya kretek kopi dan rembulan malam.Hari yang membuat terasa special.
Gimana ceritanya ?
Maaf banyak salah kata kata dan banyak yang tidak jelas. Hanya memberi tahu. Ini adalah cerita nyata dari diriku yang dilanda kesepian.Follow ig ku @hrmwntd dan jangan lupa like bab yang satu ini. Terima kasih:)
KAMU SEDANG MEMBACA
Sepuluh hari dalam masa perasingan
ПриключенияSeorang pemuda yang sedang berada dalam masalah keluarga. Hingga dirinya harus berpetualang mencari jati diri dan merasa terasingkan.