Antara sendu dan senang

73 5 2
                                    

Hari juma'at

Aku terbangun dipagi ceria tanpa tangis tapi dengan tawa. Aku berangkat kesekolah seperti biasa walau hati bicara bahwa kasur itu masih teramat rindu. Hingga saatnya aku berangkat bersama lima kawanku yang lain.

Hingga saat sesampainya di sekolah. Aku pun langsung menuju ke kelas untuk sekedar menyimpan barang-barangku lalu pergi kelapangan untuk berkumpul tausiyah pagi. Aku merasa jenuh untuk tausiyah yang hanya begitu begitu saja menurutku.

Lalu tatapan tajam dari seorang guru kesiswaan yang memandang bagai ia akan menelan seluruh siswa siswinya. Dengan postur badan yang gagah tapi terlampau pendek menurutku. Ia dikenali para warga sekolah bak pujangga yang selalu membuat hati teduh.

Setelah tausiyah itu selesai akupun masuk kembali kedalam kelas untuk siap kembali menerima pelajaran yang membuat kelopak mata semakin layu.

Lalu setelah tiga mata pelajaran sudah terlewati walau mungkin tak ada yang menyangkut dalam otak hahaha. Bel sekolah jam sebelas lewat empat puluh lima pun berbunyi pertanda istirahat dan sholat juma'at.

Aku gunakan waktu istirahat tersebut sebaik mungkin. Yaitu tidur siang setelah sholat juma'at. Istirahat yang sangat singkat bagiku. Aku terbangun saat guru selanjutnya memasuki kelas.

Kegiatan belajar pun dimulai. Tapi bagi siswa sepertiku. Hal belajar setelah terbangun dari tidur adalah hal yang sangat menyebalkan. Hingga aku memutuskan untuk memainkan ponselku untuk mendengarkan lagu dan membuka sosial mediaku.

Aku terkejut melihat sebuah pesan dari saudaraku yang cukup dekat dengan rumah yang nenek ku tinggali. Isi pesannya "mas. Kata ayah kau jangan dulu tidur dirumah nenek. Lebih baik tidur dirumahku untuk beberapa saat". Hah? Tapi kenapa ? Aku tidak mengerti. Aku pun coba menanyakan alasannya dengan mengirimi sebuah pesan lagi "Emangnya jika aku tidur dirumah nenek kenapa?". Aku binggung antara senang atau sedih karena bagiku. Nenek-ku itu sangat teramat cerewet dan suka marah-marah. Tapi aku juga sedih karena belum tau alasan yang jelas perihal jangan tidur dirumah nenek ku sendiri.

Lalu pesan dari saudaraku itu datang lagi dengan isi yang berbeda yaitu "Ayah kau mungkin sedang ada masalah dengan nenek dan kakek. Ayahmu tak mau jika masalah itu dilampiaskan terhadapmu. Jadi nanti barang barangmu aku rapihkan kedalam kamarku ya?"

Berat sangat perasaan bingung ini membelenggu. Aku jawab saja "Oke terima kasih infonya. Tolong bereskan barang barang ku lalu kau simpan saja di tempat aku biasa berkumpul dengan kawan kawanku. Aku tak mau tinggal dirumah mu karena aku takut jika aku nanti hanya merepotkan" ucapku disebuah pesan.

Saudaraku memaksa agar aku tinggal dirumahnya. Tetapi akhirnya ia mengalah dan bersedia mengantarkan barang barangku ketempat aku dan kawan kawan berkumpul untuk sekedar melepas penat didalam dunia yang durjana. Dan serta meminjamkan uang untuk pegangan sehari hari. Dengan nominal yang tak seberapa namun tetap ku terima karena aku memang membutuhkannya.

Lalu aku binggung untuk tinggal dimana sementara waktu. Hingga terlintas pikiran ini untuk meninggali sebuah kostan milik kawanku hingga aku tak harus membayarnya. Aku segera menghubungi kawanku untuk meminta izin dan bilang agar merahasiakan terlebih dahulu.

Setelah itu kawanku memberikan izin untuk meninggali sebuah kamar di lantai dua. Aku cukup senang karena suasana ditempat ini teramat sunyi jika malam tiba. Aku bisa mencurahkan sebuah perasaan dalam karya sajak ataupun cerita.

Malampun tiba. Aku telah menyiapkan amunisi berupa beberapa batang rokok dan secangkir kopi untuk menemani malam panjang ini. Sekiranya aku telah membuat dua hingga empat sajak untuk malam ini. Aku terlelap bersama kawan kawanku yang lain turut menemani malam panjang ini.

Hari Sabtu.

Hingga fajar telah menjulang tinggi tetapi mata tetap layu memandang sebuah mentari. Aku terbangun dalam mimpi. Segera aku meminum air yang tersedia saat malam. Lalu aku mencoba membakar sebatang rokok sisa semalam. Aku putar lagu-lagu dari senar senja yang nadanya membuat hati sendu.

Lalu tepat jam 9 aku pun mendapat kabar bahwa di daerah dago itu akan melakukan aksi solidaritas tolak penggusuran. Aku berpikir langsung untuk bergegas ke tempat yang dimaksud akan digusur.

"Bangsattt". Aku pun menggerutu dalam hati karena aku lupa saat malam sepatu,uang. Dan bajuku tertinggal di dalam kamar kawanku yang berada dibawah.

Aku berpikir bagaimana caranya pergi kesana tanpa uang dan sepatu. Ahh hal ini hanya membuat binggung. Setelah berpikir selama satu setengah jam kira kira. Aku berpikir bahwa aku bisa meminjam sepatu kawanku dan sekaligus meminjam uang yang seharusnya dipakai untuk keperluan membuat baju oleh kawan kawanku.

Bergegas secepat mungkin menuju kerumah kawanku yang bertubuh gempal itu. Aku selalu memikirkan perutnya. Memikirkan bagaimana caranya ia tidur dengan keadaan perut seperti sebuah mangkok jika dibalik.

Setelah meminjam uang dan sepatu aku pun langsung menuju jalan raya untuk menunggu bis kota. Lumayan lama aku menunggu bis tersebut dan akhirnya aku bertemu. Bukan bertemu bisnya tetapi bertemu ayahku. Kulihat dia dalam keadaan sakit.

Berbincang sedikit dengan ayahku perihal kesehatan dirinya. Aku harap dia selalu sehat dalam hidupnya. Dia bilang bahwa dia akan memberi ongkos jalan untuk sopir truknya. Lalu ayahku memberi uang saku untuk ku dan bilang aku harus hati hati.

Aku berangkat dengan kawanku. Dengan menggunakan bis kota. "Ahh sialan. Kenapa harus macet sih". Aku menggerutu sebal karena jalanan ini sudah mulai seperti barisan militer sedang baris berbaris.

Sesampainya di daerah dipatiukur aku turun bis dan menaiki lagi angkot karena belum benar benar sampai tujuan. Angkot tua ini melaju sangat lamban karena jalan yang macet mengurai. Aku putuskan saja untuk jalan kaki untuk sampai ke terminal dago yaitu lokasi penggusuran.

Setibanya disana aku duduk sesaat karena cukup lelah. Aku melihat seorang bapak bapak sedang sibuk mengatur untuk teknis agar acara musik berjalan lancar.

Hingga aku memutuskan untuk bertanya kepada warga. Apakah benar disini akan ada penggusuran. Setelah berbincang cukup panjang aku simpulkan warga yang aku ajak berbincang ini seperti punya rasa amarah untuk orang-orang yang akan menggusur dia.

Acara musik pun berlangsung dengan banyak membawakan lagu dari iwan fals. Aku coba mendokumentasikan dan aku unggah di media sosial ku agar orang lain bisa bersolidaritas juga.

Lalu aku berniat untuk pulang. Tetapi kali ini aku tidak bersama kawanku karena dia akan menonton konser musik katanya. Aku menunggu bis kota pun tak kunjung datang. Aku kesal. Lalu ku kabari kawanku untuk menjemputku. Ahh sepertinya sia sia karena semua kawanku memiliki kesibukan.

Aku duduk sisebuah taman yang bagus menurutku. Aku duduk diatas. Dibawah pohon rindang. Lalu aku mengkhayalkan banyak hal. Aku terlampau nyaman ditempat tersebut hingga lupa mengabari kawanku yang lain.

Ketika telah lama menunggu sekitar 2 jam kemungkinan. Ada seorang kawanku yang bersedia untuk menjemput.

Setelah sesampainya di kostan. Seperti biasa aku menyempatkan menghisap rokok dan meminum kopi dibawah teduhnya bintang bintang malam. Lalu setelah rutinitas burukku itu selesai aku terlelap dalam malam panjang yang sangat sunyi.
·
·
·
·
·
Bagaimana ceritanya ? Maafkan saya jika banyak kesalahan dalam hal menulis. Karena saya baru mencoba untuk hal menulis cerita. Cerita ini masih panjang terus ikuti ceritanya. Terima kasih.
·
MEMBACA ADALAH MELAWAN!
Instagram: @hrmwntd

Sepuluh hari dalam masa perasinganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang