Hidup adalah perjalanan panjang yang diwarnai oleh serangkaian insiden tak terduga.
(Jingga)
🍀🍀🍀
22 Desember 2018 - Bandara Internasional Soekarno Hatta, Jakarta.
"Selamat menikmati, Kak."
"Terima kasih." Jingga tersenyum lebar saat pesanannya sudah lengkap berjejer di atas nampan. Satu paket yakiniku rice, french fries ukuran besar, satu cup cream soup, satu perkedel, dan tentunya satu gelas mocha float favoritnya. Ya, porsi besar yang kontras dengan tubuhnya yang mungil.
Gadis itu lantas berbalik dan berusaha keluar dari antrian yang mengular hingga menutup aksesnya menuju meja kursi pengunjung. Ransel polkadot yang tergantung di punggungnya, serta kedua tangan yang sibuk memegang nampan, membuatnya kesulitan menembus kerumunan pengantri yang entah kenapa tidak tergerak sedikit pun untuk memberinya jalan. Padahal ia hanya ingin lewat, bukannya menyerobot antrian.
Berhasil terbebas dari gerombolan pemesan, rupanya tidak lantas membuat perjuangannya usai. Ia masih harus mencari meja kosong agar bisa segera menikmati sarapan plus makan siangnya yang kesorean.
Gadis berambut sebahu itu mulai mengedarkan pandangannya. Fix, memilih makan di tempat ini sepertinya bukan keputusan yang tepat. Pikirnya tadi, gerai makanan cepat saji akan lebih praktis untuknya yang terburu-buru. Namun ternyata, ia justru membuang cukup banyak waktu untuk mengantri, menunggu pesanannya disiapkan, dan kini, ia masih harus menanti pengunjung lain selesai makan. Perfect! Jika tahu sejak tadi, tentu ia akan memilih take away dan menikmati makannya di ruang tunggu.
Jingga melirik jam yang melingkar di pergelangan tangan kanannya, pukul 16.50 WIB. Artinya, ia hanya memiliki waktu kurang dari tiga puluh menit untuk mengisi perut sebelum boarding. Gadis itu lantas menghela napas panjang. Sekali lagi, ia mengedarkan manik matanya yang kecokelatan untuk mencari tempat kosong.
Beberapa detik kemudian, tatapannya tertuju ke pojok ruangan. Sebuah meja yang baru saja ditinggalkan oleh pengunjung lain, berhasil menarik perhatiannya. Sayang, tepat saat dirinya hendak melangkah, seorang lelaki sudah lebih dulu menempati salah satu kursinya. Gadis manis itu berdecak kecewa dan kembali mengalihkan pandangan, berharap ada tempat lain yang kosong.
Nihil. Satu-satunya kursi kosong hanyalah yang ada di hadapan lelaki tadi.
Jingga melirik gusar. Apakah sebaiknya ia meminta izin untuk menempati kursi tersebut? Bagaimana jika lelaki itu tidak berkenan?
Gadis itu tersadar, semakin lama dia berpikir, maka dirinya akan semakin membuang waktu. Tidak ada pilihan lain. Lebih baik mengambil resiko malu ditolak lelaki asing untuk menumpang di mejanya, dari pada ketinggalan pesawat. Akhirnya, gadis itu menyeret kakinya untuk mencoba peruntungan, sebelum kursi kosong itu ditempati oleh orang lain.
"Maaf, kursi yang ini kosong? Boleh saya tempati?" tanyanya seramah mungkin.
Lelaki yang sedang membuka kertas pembungkus burger itu mendongak. Untuk sesaat, mata mereka saling bertemu, membuat Jingga refleks menelan ludah. Entahlah, ada hawa dingin yang terpancar dari tatapan lelaki itu. Seketika itu juga, Jingga mulai menyesali keputusannya. Dia begitu yakinLelaki itu pasti tidak mau berbagi meja dengannya.
"Ya, silakan," jawaban lelaki itu, yang ternyata di luar dugaan Jingga.
"Terima kasih." Gadis itu bernapas lega. Wajah gugupnya berubah semringah. Akhirnya, perjuangannya tidak berakhir sia-sia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, You
Romance::Dear, You:: by. Santy Diliana Jingga dan Langit, dua anak manusia yang memiliki karakter bertolak belakang. Nyaris tidak ada persamaan diantara keduanya, kecuali satu hal, yaitu luka yang diam-diam mereka simpan di dalam hati. Masing-masing memil...