Chapter 4 : Sandiwara

3.9K 447 79
                                    

Terkadang, hidup perlu sedikit sandiwara.

(Jingga)

🍀🍀🍀

"Sudah sampai, Mbak."

Jingga menoleh ke arah jendela. "Oke, makasih ya, Mas."

Setelah membayar dan memberikan sedikit tip kepada sang sopir, Jingga turun dari taksi online yang menjemputnya ke hotel. Ditatapnya bangunan berarsitektur kolonial dan bernuansa putih yang menjulang di depannya. 

Semarang Contemporary Art Gallery.

Gadis itu membaca tulisan yang tertera di atas pintu masuk yang terbuat dari kaca tembus pandang. Dia menyocokannya dengan flyer elektronik yang diunggah Cinta di akun Instagramnya. Dari nama dan penampakan bangunannya, sepertinya benar ini tempatnya.

Jingga menepi, mencari tempat untuk menunggu, sembari mengamati pengunjung yang lalu lalang keluar masuk galeri. Beberapa kali ia mendengar samar nama Cinta disebut dalam obrolan para pengunjung. Sepertinya mereka sangat mengapresiasi pameran yang baru saja mereka saksikan.

Nyali Jingga mendadak ciut. Sehebat ini kah sosok Cinta?

Dia melirik jam yang melingkar di tangannya. Semalam, setelah makan malam, Jingga dan Alin berpisah. Ia menuju hotel, sedangkan Alin pulang ke rumahnya. Seharusnya sepuluh menit yang lalu, dia dan Alin bertemu di depan galeri. Namun hingga kini batang hidung sahabatnya itu tidak juga tampak.

Drrrttt ... drrrttt ... drrrttt...

Jingga merasakan sesuatu dalam genggamannya bergetar, disambung oleh dering yang mengalun lembut. Nama Alin muncul di layarnya.

"Jingga, lo belum berangkat kan?"

"Gue udah di depan galeri nih. Lo di mana?"

"Waduh! Gue masih di rumah. Mertua gue mendadak sidak, nih."

"Yaaah ...."

"Lo tunggu ya? Gue nyusul sebentar lagi."

"Nggak usah, Lin. Masa mertua lo mau ditinggal gitu aja. Ntar dipecat lo jadi mantu," seloroh Jingga.

"Nah terus lo gimana? Balik aja gih ke hotel. Ntar sorean gue antar,"

"Udah terlanjur nyampe sini nih. Gue lanjut aja deh. Lo berbakti dulu sama mertua lo."

"Beneran? Yakin?"

"Iya, beneran. Udah sana, jangan ditinggal telepon terus"

"Sekali lagi, sorry ya, DearBy the way, lo jangan ngobrak-abrik pamerannya ya! Awas, lo!"

Jingga terkekeh-kekeh. "Nggak lah, palingan gue bom! Ya udah, gue tutup teleponnya. Salam buat suami dan mertua lo," ujar Jingga mengakhiri telepon dari Alin.

Raut kecewa tergambar di wajahnya yang memerah terkena sengatan matahari. Sejurus kemudian, ia menarik napas panjang, mengumpulkan segenap kekuatan dan keberanian yang ia miliki. Dengan mantap, dilangkahkan kakinya memasuki galeri, berbaur dengan para pengunjung yang datang silih berganti.

Pameran Fotografi : Wanita Dalam Cinta
Karya : Sekar Cinta Prameswari

Sebuah banner menyambutnya saat dia membuka pintu kaca. Gadis itu lantas mengedarkan pandangannya ke seantero ruangan. Deretan foto yang terpampang di dinding membuatnya nyaris tidak bisa berkata-kata. Hanya satu yang terlintas di kepalanya saat itu: indah.

Dear, YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang