Chapter 3 : Rencana

4.3K 400 21
                                    

Saat kamu kehilangan seseorang yang sangat berarti untukmu, kamu bukan hanya kehilangan orang tersebut, tetapi juga kehilangan dirimu sendiri.

(Langit - Jingga)

🍀🍀🍀

::Langit::

Tanpa melepas jaket dan sepatunya, Langit merebahkan tubuh di ranjang. Kakinya ia biarkan menggantung di tepi ranjang agar tidak mengotori seprei. Matanya menerawang menatap dinding kamar hotel. Dari raut wajahnya, sepertinya ada hal yang sedang mengganggu pikirannya.

Sesaat kemudian, lelaki itu mengeluarkan ponsel dari saku jeansnya.

28 missed call. 37 WA chat. 15 sms.

Dibukanya satu per satu pesan yang masuk. Dari teman-temannya, ibunya, Bumi, dan ... Nadien.

"Damn!!!" gerutu Langit saat menyadari bahwa hatinya baru saja menghianati otaknya. Ia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk move on. Tetapi, baru membaca nama Nadien di layar berukuran empat inci itu, dadanya masih saja terasa bergejolak tidak karuan.

Lang, please... segera beri kabar. Ibu dan Bumi khawatir.

Langit membaca deretan huruf di ponselnya, lalu tertawa sinis.

Ya, ya, ya, tentu saja demi Bumi dan calon mertuanya. Bodoh lo, Lang! Lo kira dia menghubungi demi lo? Mimpi! ejeknya pada diri sendiri.

Lelaki itu mengusap wajahnya, frustrasi. Namun beberapa detik kemudian, tangannya tergerak juga untuk memencet nomor Ibu. Ya, semarah apapun dirinya pada Bumi dan Nadien, ia tidak boleh membuat ibunya khawatir.

"Assalamu'alaikum, Nak. Kamu di mana?"

Tidak perlu waktu lama hingga nada sambung panggilan berganti menjadi suara sang Ibu. Dari nada suaranya, Langit bisa menangkap bahawa ibunya itu sedang khawatir.

"Wa'alaikumsalaam, Bu. Langit baik-baik saja. Maaf baru menghubungi. Langit baru saja mendarat," balas Langit. "Ibu sehat?"

"Alhamdulillah kalau kamu baik-baik saja. Ibu sehat. Sekarang Kamu di mana? Sudah beberapa hari terakhir kamu nggak ngasih kabar, nggak pulang juga."

"Langit di Semarang, Bu. Ada kerjaan," ujar Langit. "Maaf, kemarin-kemarin lagi dikejar deadline. Jadi belum sempat mampir ke rumah."

"Jaga kesehatan ya, Nak. Lekas pulang jika proyekmu sudah selesai. Oh ya, soal itu ...."

"Soal itu, Ibu nggak usah khawatir. Langit bakal datang kok," Langit memotong ucapan sang Ibu.

Di ujung telepon, ibu terdengar menghela napas. "Ibu baru mau bilang, kamu nggak perlu datang kalau kamu nggak mau, Lang. Ibu paham, itu pasti berat buat kamu." Ibu terdiam sejenak.

Langit tahu, ini tidak hanya berat untuk dirinya, tetapi juga berat untuk wanita yang telah melahirkannya itu

"Nggak apa-apa, Bu. Ibu jangan khawatir. Langit baik-baik saja kok." Lelaki itu berusaha menghibur sang ibu. "Tolong sampaikan pada Bumi, Langit akan datang."

"Kamu yakin, Lang?"

"Iya, Bu."

Hening. Namun samar-samar, Langit mendengar ibunya sedang terisak lirih di ujung sana.

"Terimakasih ya, Nak. Terimakasih ...."

"Iya, Bu. Sudah ya, Ibu istirahat saja. Sudah malam."

Dear, YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang