P-06

1.7K 130 8
                                    

"Ni, tolong kamu bagikan ini ke seluruh divisi ya, kalau sudah diisi semua, kasih ke aku lagi."

Namanya juga masih pegawai baru, meski aku sudah aman menepati posisi kosong Staff Welfare yang tugasnya cuma meriksa izin sakit karyawan serta memberikan dana pengganti terhadap biaya pengobatan yang sudah ia keluarkan setelah memberikan resep dan tak lupa membuat laporan dana iuran pensiun setiap sebulan sekali -aku juga harus bisa menempatkan diri dengan baik disini seperti membantu tugas staff lain pada saat aku agak senggang begini.

Segera ku ambil dari tangan Gusti seluruh eksemplar yang digunakan mensurvei tingkat kepuasan atas pelayanan yang diberikan departemen kami pada seluruh karyawan di perusahaan ini agar ke depannya kami bisa terus meningkatkan kualitas, ketepatan, dan kecepatan pelayanan yang harus kami berikan dengan sepenuh hati demi kesejahteraan karyawan di perusahaan ini. Kan itu visi misi departemen kami.

"Bukannya ini buat caturwulan depan yah?" tanyaku memastikan. Karna apa, lah kan aku disini masih lima hari and anyway, survei kek begini itu dilakukan setiap 4 bulan sekali biasanya.

"Seharusnya, tapi dua minggu lagi ada peninjauan langsung dari pusat. Jadi aku disuruh prepare lebih awal sama Pak Min buat bikin evaluasi mutu pelayanan kita, belum lagi nganalisa pengeluaran bulanan buat rapat anggaran kantor. Huff.." keluhnya sebagai Staff General Affair HRD.

Dikubikel sebelahku - Rindu ikut menimpali, "Sekalian, Mbak nitip berkas ini! Tanda tangan ke Pak Soman yah."

"Pak Soman?"

Siapa tuh? Aku belum kenal.

"Manager departemen keuangan, kalau gak ada kamu minta tanda tangan Mas Lay saja. Tau Mas Lay, kan?"

"Tau lah Mbak, masa aku amnesia sama kakak sendiri." kenyataannya aku hanya mengangguk dan kalimat barusan itu cuma ucapku dalam hati saja.

"Kalau gak tau, waktu kamu masuk departemen keuangan kamu tinggal tanya 'Asisten manager keuangan dimana yah?' gitu." jelasnya padaku, lalu tersenyum datar yang terkesan dipaksakan.

"Gak usah gitu kali Rin, Seruni kan adiknya Lay!" sahut Doni. Wajah Rindu berubah syok, "Beneran?"

"Iya, mbak." gumamku.

"Oh pantesan kemarin kamu diajak dia makan bareng. Syukurlah kalau begitu." celetuknya sembari menahan senyuman.

"Kasihan deh yang jeles gak jelas," ejek Jessica.

Kak Rindu naksir Kak Lay? Daebak! Makanya dari tadi jutek mulu sama aku. Nyuruh - nyuruh gak jelas lagi.

Saat akan keluar dari ruang divisiku, ku tangkap jelas bahwa Kak Dio masih betah tertawa-tawa sendiri ngeliatin foto dia dan Sioni pelukan dibawah guyuran hujan.

Aku loh yang memfoto itu, bagus, kan!?

Kak Dio minta dan posting ulang di Instagramnya dengan caption dibawahnya yang bikin baper;

Biar Kata Kau Musibah Bagiku Kau Segalanya.

#Sioni

Another fact, kalian tau sakit apa Galih Huzein Mustofa alias Tao sampai beberapa hari ini tidak masuk, yap apalagi kalau bukan sakit hati. Soalnya yang rencana mau dia pelet itu yah Kak Dio. Berhubung Sioni memilih Kak Dio dari pada Chiko- jadi Tao pulang nangis bombay setelah sempat ngelihat Kak Dio yang terpilih langsung lari kayak orang menang lotto menemui Bu Sur buat minta restu nikahin Sioni setelah lulus SMA.

Saat itu aku agak speechles pas tau kalau Sioni ternyata cuma pura-pura jual mahal nolak buat ngetes kesungguhan Kak Dio. Jadi cuma bisa tepuk tangan memberi penghargaan Lady Luck of the year ke Sioni.

Pantas, kan?

Lah muka dia Mimi Peri, rejeki Bidadari!

Giliran ku tanya apa alasan dia lebih milih Kak Dio yang ganteng anteng setia ketimbang Chiko yang playboy kharismatik petakilan sejenis lah kek dia, dengan enteng Sioni berkata; beda itu melengkapi, lagi pula cinta itu bisa urusan belakang, ngerti Witing trisno jalaran soko kulino kan? And last, yang penting mapan dan mencintaiku apa adanya!

Heol terlalu dewasa! Pengen muntah aku dengernya.

Tapi menurutku pribadi sih omongan Sioni emang benar loh!

Yang tampan memang kalah dengan yang mapan.

Tapi masih kalah banting dengan yang tampan juga mapan.

Dan yang tampan juga mapan akan berakhir tragis dengan yang dicinta.

Kalau yang dicinta kalah dengan siapa dong?

Aku belum tau jawabanya apa.

Untuk saat ini, biarkan saja dulu aku mencintai seseorang dengan motto seperti captionnya Kak Dio, hanya saja kalau versiku itu agak sedikit beda.

"BIAR KATA MIRIP GERANDONG, TAPI BAGIKU KAMU YANG SE JONG. OH OH I LOVE YOU BIEBI!" senandungku sembari melenggang masuk ke dalam lift yang kebetulan kosong.

Begitu pintu lift akan tertutup, mataku berbinar terang mendapati pemilik sebuah tangan menghalaunya agar terbuka kembali.

"Hai, Bang Cendra!" sapaku ramah. Seperti biasa ia hanya membalas dengan senyum ala kadarnya namun sukses membuat udara disekelilingku terasa menyejukkan dan hatiku otomatis dag dig dug tak karuan.

Padahal kalau pas nutup gini lift jadi pengap!

Senyumku pudar saat ku sadari bahwa kami tak hanya berdua, tapi bertiga dengan setan berwujud Kak Seno yang tiba-tiba berdiri diantara kami menjadi penghalang.

"Mau ke lantai berapa Ni?"

"Satu."

"Kok turun, emang mau ngapain? Ini belum jam istirahat loh!"

"Bagiin ini." tunjukku pada ratusan eksemplar yang ku bawa.

"Ini bukannya tugasnya Gusti, ya? Kok jadi kamu yang ngerjain?"

"Pengen aja."

"Mau aku bantu?" tawarnya.

"Gak usah." jawabku dengan nada ketus.

"Beneran?" Aku mengangguk mantap.

"Oiya, Ni! Kamu gak ngerasa sesak?"

"Enggak, kenapa?" tanya mulu loh.

"Kalau makin besar, bilang aku aja yah, entar aku beliin yang baru,"

Apaan sih maksudnya sumpah aku gagal paham.

"Baru apaan sih Bang?" Gila! Kok jadi Kak Seno sih yang ngepoin aku terus! Lah Kak Cendra malah diam saja mainin hp.

Namun tubuhku langsung kaku menyadari bahwa mata Kak Seno yang tadinya menatap wajahku turun pada dadaku dengan jakun naik turun.

Ahhhh... Aku baru ingat! Yang nemu bra ku yang ke selip kan dia.

"Warna hitam, aku suka."

Anjrittt siapa tanya.

Pipiku merona merah. Segera ku tutupi dengan berkas-berkas yang ku bawa. Kak Cendra tersenyum sekilas mendengarnya.

Yaampun aku pingin jadi transparan sekarang juga.

Ting!

Pintu lift terbuka, buru-buru aku melangkah lebar untuk menyelamatkan diri. Tapi Kak Seno menahanku untuk tetap tinggal, dan menyuruh Kak Cendra duluan.

Loh kok jadi ketuker gini sih?

"Kamu pasti besok dirumah tiduran terus." tebaknya.

Aku mengangguk malas. Gak hanya gengnya Kai saja yang hafal seluruh kegiatan monotonku, gerombolan Kak Lay juga, kan mereka semua biasa keluyuran dirumahku udah kayak anak pungut.

"Kita jalan, yuk!"

What?

Bersambung

16-10-17

Uni-ah!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang