2. Festival

39 2 1
                                    


Hari ini tepat satu bulan Azril menjadi teman sebangkuku. Tidak hanya berlabel teman sebangku, tapi kami benar-benar menjadi teman saat ini. Seperti yang dijanjikan Azril, dia selalu membawa bekal dari rumah. Memintaku bertukar lauk padanya. Tiap siang kami selalu makan bersama di green house.

Semenjak siang itu, Azril tidak hanya mendeklarasikan sebagai temanku, tapi anak laki-laki itu juga mendeklarasikan dirinya menjadi asistenku dalam merawat tanaman yang ada di green house. Terkadang, Azril sering menceritakan tentang dirinya tentang keluarganya.

Dari cerita Azril aku tahu dia memiliki seorang adik perempuan yang duduk di kelas VII SMP. Sepertinya dia seumuran dengan Asoka. Adiknya itu sangat manja dengannya. Jika ada Azril, adiknya akan selalu mengikuti kemanapun Azril pergi. Layaknya anak itik mengikuti induknya.

Kata Azril, adiknya menjadi manja seperti ini karena sedari kecil Azril lah yang menjaga adiknya, sementara ayahnya bekerja. Sejauh ini aku belum mendengar Azril menceritakan mengenai ibunya. Cerita Azril hanya seputar adik manjanya yang selalu memonopoli dirinya ketika dirumah. Aku tidak tahu dimana ibu Azril. Apakah sudah meninggal atau ibu dan ayahnya berpisah ketika dia masih kecil. aku tidak berani menanyakannya.

Sejauh ini, hanya Azril yang bercerita mengenai keluarganya. Aku belum berani membagi kisah memilukanku kepada orang lain. Untuk saat ini, aku belum butuh orang lain untuk mendengar kisahku. Toh kisahku ini tidak memiliki masalah untuk dimintai solusi ke orang lain.

Hari ini kelasku cukup gaduh. Anak-anak di kelasku tengah berdiskusi untuk acara tahunan sekolah. Tiap tahun, untuk memperingati ulang tahun yayasan selalu diadakan festival di akhir pekan. Tiap kelas akan mendirikan booth mereka. Beberapa malah ada yang membuat kafe di kelas. Ini mirip sekali dengan festival yang selalu di adakan di sekolah di Jepang. Mungkin karena pimpinan yayasan yang merupakan keturunan Jepang membuat konsep ini selalu dipakai turun temurun.

Festival itu akan diadakan seminggu lagi. Membuat anak kelasku semakin rebut dalam menentukan apa yang akan kita lakukan selama festival. Beberapa anak perempuan meminta membuat kafe, sementara yang laki-laki banyak yang tidak setuju.

Aku tidak terlalu ambil pusing tema apa yang akan diambil kelasku. Toh nantinya seperti yang sudah-sudah aku hanya menjadi orang di balik layar. Waktu aku kelas X kelasku membuat kafe, saat itu aku malah tidak diperbolehkan melakukan apapun. Aku hanya di suruh duduk di sudut ruangan. Mereka bilang ada atau tidaknya diriku tidak berpengaruh pada kafe.

Malah mereka bilang keberadaanku membuat pengunjung enggan singgah di kelasku. Pada akhirnya aku memilih menyendiri ke green house. Dan itu yang aku lakukan lagi di kelas 11. Sepertinya itu juga akan menjadi agenda tahunanku ketika festival. Menyendiri di green house.

"Pokonya kita buka kafe aja. Anak angkatan kita belum ada yang buka kafe. Jadi jika kita buka kafe nggak akan ada saingannya di angkatan kita." Sedari tadi Celine kekeuh dengan pendapatnya untuk membuka kafe.

"Nggak bisa Cel, sudah ada dua kelas X dan satu kelas XI yang buka kafe. Kalo kita ikutan buka, aku nggak yakin akan laku. Lagian kalo entar kita jadi buka kafe, ada yang bisa masak?" Jawab Arman, ketua kelasku.

"Urusan masak mah gampang. Kalo nggak ada yang bisa ya tingal pesen aja makanannya. Beres. Ngapain ribet."

"Itu malah boros Cel. Ini masih semester satu. Kas kita belum terlalu banyak. Kalo emang mau buka kafe, kita harus masak sendiri makanannya. Makanan ringan aja jangan yang berat. Terus harus ada ciri khas dari kafe kita biar bisa narik pengunjung. Sekarang kita voting aja. Siapa yang setuju buka kafe?"

Guardian Of Texon [ Slow Update ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang