XV. Kecewa

305 4 1
                                    

"Kemaren aku pulang ke Bogor, kerumah Febri, maenin hp nya. Gak sengaja aku buka chattingan kalian, mungkin Febri lupa gak hapus chatnya.Kamu ternyata kaya kebanyakan orang ya,kamu gak percaya aku ini asli, wkwkwk lucu banget.Aku kan dari awal udah bilang kalo aku aneh.Kamu tetep mau deket sama aku..."

"Setelah kita deket kamu kaya gini? Hahaha ternyata aku punya batas sabar, ngadepin orang kaya kalian"

"Gak penting banget!"

"Sampai sini aja ya udh cukup..."

"Makasih udah 'pernah' jadi teman aku."

Deg.
Lagi-lagi, aku diterpa luka tak berlogika. Bukan ini yang kuinginkan, kenapa semua jadi seperti ini? Ya Allah, tolong aku, aku takut. Takut semua yang kuharapkan tak sesuai rencana. Cukup sudah aku tak dapat berjalan berdua bersamanya, namun jangan ambil dia untuk menjauh dariku. Dia temanku, aku menyayanginya:(

"Yaallah kak bukan gitu maksudnya, bukan aku yg ngomong, aku ibarat korban yg seakan di desak buat ngomong. Kak Juna nyata aku tau, hanya orang-orang bodoh yg nganggep kak Juna ilusi."

"Please kak ngerti, kita teman kan kak? Kita masih berteman kan?"

Kataku berusaha memberinya pengertian.

"Gpp kok, lagian kamu percaya ataupun ngga saya gak peduli, jangan tanya apapun sama Febri, dia gak tau kalo saya baca chattingan kalian." Pintanya.

Lagi, aku dipukul telak oleh kenyataan, kenyataan pahit yang mengatakan jika dia tak percaya denganku. Entah kenapa, hatiku sesak saat tiba-tiba dia menggunakan kosa kata 'saya', aku merasa jika dia mulai asing, dia akan pergi, menjauh dari hidupku...

"Okke, aku gak bakal cerita soal ini ke Febri. Maaf udh ngecewain, maaf udh jadi orang yg sama seperti mereka, maaf atas semuanya selama ini. Dan makasih atas waktunya."

Aku melepasnya. Entah siapa yang bisa aku salahkan saat ini. Apakah aku yang terlalu bodoh mudah diperintah oleh temanku sendiri? Atau hanya dia yang tak pandai mengerti?
Ya Allah.. Jika boleh memilih, lebih baik aku kalah dalam hal rasa, tak apa aku tak bersanding dengannya, tapi kumohon, simpan ia di hidupku, meskipun hanya sebagai teman, jangan ambil dia menjadi asing dariku. Perasaan ini teramat pilu, aku benci jika tak ada dirimu...

Entah harus bersama siapa aku sekarang ini, tak ada pundak untuk bercerita, teman yang dulu ku percaya, nyatanya ialah yang hanya menciptakan duka dalam dada. Aku merasa jika ini akan menjadi pilu yang berkepanjangan, pasalnya tak pernah aku melihat Juna yang se marah itu, yang terang-terangan memintaku menjauh dari hidupnya. Juna yang sekarang begitu membuatku pilu, dia tak mempercayaiku.

Hahaha, mengapa aku mempunyai perasaan yang egois seperti ini? Sudah jelas hanya aku yang berusaha berjuang mempertahankan, ia hanya mampu mengeluarkan nafsunya tanpa mempercayaiku. Sementara aku begitu amat mempercayainya, padahal jelas sekali ia lebih memilih wanita yang dekat dengannya, mampu bersamanya, tak seperti aku, yang tak selalu bisa ada 'disisinya'

Bukan aku namanya jika tak pandai menutupi keadaan sebenarnya, saat Febri bertanya perihal aku dengan Juna, aku berusaha meyakinkan dia dengan berkata jika aku baik-baik saja. Hahaha padahal jelas sekali, semesta sendiri telah tau bahwa aku sedang tak baik-baik saja. Hatiku kalut, mimpiku hancur karena sebab yang sepihak.

Seminggu setelah itu, aku mencoba menanyakan kabarnya. Aku harap, kali ini dia mulai percaya denganku, tak seperti waktu itu.

"Kak Juna, gimana kabarnya?" Tanyaku tanpa basa-basi.

Lama aku menunggu balasannya, banyak sekali hal yang inginku pertanyakan, namun apalah daya, semua tak bisa kutumpahkan, dia bukan Juna yang ku kenal dulu, dia berbeda.

"Baik." Jawabnya begitu singkat.

Aku tersenyum membaca kabar singkat itu, walaupun hatiku sesak karena ia yang seperti ini. Aku mencoba membalasanya kembali, mencurahkan isi hatiku yang penuh dengan luapan emosi.

"Kak Juna udah gak mau kenal lagi Hanny, Hanny udah ngancurin pertemanan kita, sampe kita sejauh ini. Sedih kak, sakit." Kataku menahan tangis.

"Kamu ngerasa sedih? Ngerasa sakit? Kamu fikir saya ngga? Kamu fikir saya bisa terima atas semua tuduhan kamu? Maaf ya mungkin setelah ini kita akan coba biasa, tapi mungkin gak akan sesempurna dulu."

Ya Allah, kenapa ini menjadi rumit? Akankah ia kembali seperti dulu? Apakah salah jika aku mempertahankannya agar tak pergi? Apakah salah jika aku memberinya penjelasan agar ia kembali? Apakah itu salah? Mengapa hal yang justru tak kuinginkan datang padaku?

Akhirnya, aku berserah pada semesta. Aku tahu, mungkin ini cara terbaik agar aku tak terus berurusan dengan luka. 2 bulan aku tak berbalas pesan dengannya, tak tahu bagaimana kabarnya. Aku mencoba menjauh seperti yang ia inginkan, aku mencoba berdamai dengan luka, luka yang membuatku dewasa sampai harus melepaskan dia yang begitu kucinta.

Suatu sore, sore yang sama seperti biasa, senja yang mendampingi, senja pilu merasuk nadi.

"Hannyyyyy kangen!!!!"

Satu pesan masuk ke ponselku. Aku tersenyum, dan membalasnya.

"Aku jugaaaa, gimana kabarnya Feb?" tanyaku.

"Siapa? Aku? Atau dia?" Tanyanya balik.

Aku tak langsung membalasnya, aku bingung dengan balasannya, ia seperti kembali mengungkit perihal aku dengan Juna. Saat aku hendak membalasnya, ia mengirimiku pesan kembali.

"Tanya dia gih, dia nunggu kamu." katanya misterius.

Aku dibuatnya terheran-heran, apa maksudnya? Apakah mungkin dia akan kembali? Aku tak mengerti.

"Maksudnya?" tanyaku penasaran.

"Percaya atau ngga, aku kemarin ke Bandung, aku masuk ke kamarnya, tak sengaja aku melihat foto kamu terpasang di kamarnya."

"Kamu tahu? Foto kamu disimpan di antara aku dan Juna, disana juga ada foto Niken. Diatas foto kamu, Juna tulis 'kamu adalah patah hati terbaik saya Hanny' " Katanya berusaha memberitahuku.

Deg. Sungguh aku diam seribu bahasa, apakah artinya ini? Apakah artinya saat aku berusaha menjauh darinya, dan ini terjadi, ia seakan kembali. Antara percaya dan tidak, aku menanggapinya.

Febri send photo

Begitu terkejutnya aku, memang benar adanya, aku menangis, tangis haru. Ternyata ia tak benar-benar melupakanku. Ia mengingatku.

"Chat dia Ny, perbaiki hubungan kamu yang telah sekian lama memburuk. Juna nunggu kamu, dia bilang kalau no hp kamu ilang, jadi dia susah mulai komunikasi."

Benar saja, saat aku mulai menanyakan kabarnya, meski ragu ketakutanku kali ini tak terjadi, ia berkata.

"Udah Ny, lupain ya, anggap semua yang kemaren gak pernah terjadi." katanya.

"Maksudnya?" tanyaku bingung.

"Aku udah gapapa Hanny.Mungkin waktu kemaren aku emosi. Lgian Febri udah jelasin semuanya.Dia tau masalah aku sama kamu.Dan itulah Febri,dia selalu bisa dewasa saat aku kaya gini.Jadi lupain aja,anggap aja gak pernah ada.Kita masih teman baik kok."

Aku tersenyum membacanya, tak terasa bulir air keluar dari mataku. Tangis bahagia, tak mendatangkan luka.

"Jadi kak Juna maafin Hanny?" tanyaku yang masih tak percaya.

"Iya Ny. Udah ya jangan bahas ini lagi, kamu teman baik aku." katanya berusaha meyakinkanku.

Sungguh, perjalan dua bulan yang sangat melelahkan. Bagiku, tanpanya bagai berjalan diatas es. Kemungkinan besar akan terbawa rapuh dan tenggelam. Namun, berdiam diripun berakibat luka tanpa ampun.







Tbc... Slow update sorry

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 01, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Perempuan Pejuang RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang