Jujur, tadinya aku berjanji pada diri sendiri untuk tidak menulis tentangmu, tapi
Persetanlah.Dirimu, keberadaanmu, dan persinggungan antara jiwamu dan milikku; terlalu ethereal untuk dituangkan ke dalam sebatas kumpulan kata yang hanya bisa berangan-angan.
Namun, apadayaku? Bagaikan ufuk barat dihiasi tenggelamnya mega dalam hangatnya warna nila dan jingga, dirimu harus dikenang.
Dipotret, diabadikan. Mungkin suatu saat nanti dipajang di ruang rindu. Mungkin.Kamu. Segala yang ada padamu, wajahmu, sifatmu. Perasaanmu. Dan akibatnya pada diriku.
Di dalam dirimu, aku menemukan hal-hal yang ada pada diriku. Begitu pula sebaliknya. Pola pikir, kecenderungan, beberapa sifat disini dan disana; seakan-akan engkau dalam banyak hal adalah cerminanku.
Terkadang aku heran bagaimana bisa kita berkomunikasi tanpa kata; memahami satu sama lain dalam sekejap mata, seakan-akan jiwamu dan jiwaku merupakan potongan puzzle dalam kotak yang sama.Kalau boleh bermetafora, engkau adalah matahari di langit kelamku. Cahaya yang menembus cuaca mendungku. Karena denganmu, aku lupa. Aku lupa bahwa dunia ini menyuguhkan berbagai siksa. Yang aku ingat hanya dirimu, sinarmu, dan setelah itu suara tawa kita berdua yg mungkin saja dapat menakuti awan-awan gelap yg tadinya ingin singgah. Sebenarnya, tak jarang pula kau menjadi bagian dr sekian alasan mereka hadir. Namun diakhir, kau berhasil mengusir mereka.
Dan aku mencintaimu untuk itu.
Nah, sudah kutuliskan.
Bukan hanya dirimu yang memendam rasa, karena aku jg mencintaimu.
Aku mencintaimu.
Aku, diriku, segala yg ada pd diriku, mencintai segala yg ada pd dirimu, mencintai rasa yg muncul ketika kau bersamaku. Mencintai kamu....tapi, tunggu dulu, kasihku.
Karena kalau aku bisa memilih, aku memilih untuk tdk jatuh cinta kepadamu.Setiap detik yg kuhabiskan bersamamu adl perjuangan habis-habisan melawan hati kecilku.
Begini, kasihku. Di dalam diri setiap orang, selalu ada iblis-iblis yg membangun rumah untuk dihuni.
Di karenakan trauma masa lalu, bagiku, iblis-iblismu memunculkan bimbang-bimbang dan paranoia. Bukan berarti aku tidak tahu bahwa setiap detikmu kau habiskan melawan mereka; bukan berarti aku tak percaya kau bisa mengalahkan mereka.
Aku percaya, sungguh.
Sayangnya rasa takutku lebih hebat.
....sejatinya, surat ini adalah permohonan maaf.
Maka maafkan aku, belahan jiwaku.
Maafkan aku yg melupakan segala ketidakmungkinan akan adanya kita ketika kau dan aku bersama. Maafkan aku yg diingatkan kembali akan bimbang-bimbang dan paranoia setiap saat, walau denganmu aku terbebas dari segala belenggu.
Maafkan ketakutanku.
Maafkan aku yang mencintaimu, namun tak bisa bersamamu.
Jkt, 23-03-17 3.22PM
![](https://img.wattpad.com/cover/126026376-288-k293999.jpg)