2

1.4K 51 0
                                    

“wah ada ayam bakar nih. Heem maknyus” ucapku seraya menduduki kursi favoritku.

“dasar gak sopan…” sindir Ayah padaku.

“makanya, jangan nyerocos aja dong jadi cewek.” Timpal kakakku, Virgo.

“iya Dina, kamu duduk dulu baru ngomong, kan ada Papa sama Mama disini. Jadi sopan dikit Na.” Tambah Kak Dini.

“iya Dina, betul tuh kata Dini. Contoh dia.” Tambah Ibu lagi.

"Oke aku pergi !!" ucapku dengansinis.

  Akupun bergegas naik menuju kamarku tanpa sedikitpun menyentuh makanan disana. Padahal sebenarnya maagku kambuh dan rasanya sangat perih.
  Tapi lebih perih lagi disaat aku tak pernah mendapatkan kasih sayang dari semua orang yang aku sayangi.

  Matahari menjelma masuk kedalam kamarku yang pemiliknya masih tertidur lelap. Hingga aku terbangun karena silaunya sinar yang menerpa mataku.

“humh, udah pagi to” ucapku pada diri sendiri,Aku bergegas mandi dan memakai pakaian sekolahku. Dengan aksesoris biru yang lengkap.
 
  Pagi ini, aku tak ingin sarapan. Aku hanya mengunjungi Bi Irah yang ternyata sedang menyiapkan bekal untukku.

“makasih ya Bi, Dina sayang Bibi.” Ucapku dengan tulus padanya

“iya non, Bibi juga sayangg banget sama non Dina, semangat ya Non sekolahnya.” Sahut bi Irah menyemangati.

  Setibanya disekolah, aku segera
menuju ruangan tempatku ulangan. Jadwal hari ini adalah matematika dan bahasa inggris. Pelajaran menghitung yang sangat menyebalkan untukku. Karena aku tak seperti kak Dini yang jago menghitung.

  Dugaanku tepat, soal kali ini susahnya minta ampun. Hingga kertas ulanganku hampir tak terisi. Namun kalau bahasa inggris, inilah kehebatanku. Semua soal dapat kukerjakan dengan mudah. Karena sejak kecil aku sudah sangat hebat berbahasa inggris. Seperti Om Frans dan Tante Siska yang semasa di Jakarta sangat menyayangiku jauh lebih besar dari orang tua kandungku. Namun kini mereka telah pindah ke Australia dengan anaknya, Ferel.

****

Biarkan Aku PergiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang