5

1.3K 55 2
                                    

  Hari demi hari terus berganti, dan semenjak itu pula kak Dini menjadi seseorang yang terpuruk. Aku bisa merasakan perasaannya yang tertekan karena ia kalah diolimpiade.     
  Yang kutahu, saudara kembarku ini terlihat lemah dari yang biasanya.

“Udahlah kak, gak ada gunanya ditangisin terus.” Ucapku menyemangati.

“udahlah Na, kamu senang kan ngeliat aku kaya gini? Kamu senang kan ngeliat aku kalah?” jawabnya dengan menangis.

“gak ka, gak. Aku gak pernah ada niatan kaya gitu.” Sahutku.

“udahlah, pergi kamu dari kamarku, pergi…” ucapnya terpotong karena akhirnya ia terjatuh tepat didepanku.

“Pa, Ma, tolong kak Dini. Kak Dini pingsan Pa!” beritahuku.

“apa? Kamu apain sih dia?” Tanya Papa sinis padaku.

“aku, aku gak ada ngapa-ngapain dia pa.” sahutku dengan menyembunyikan kesakitanku.

“pasti penyakitnya kambuh lagi pa, ayo cepat kita bawa kerumah sakit.” Ucapku pada Papa.

  Hari ini tepat seminggu sebelum ulang tahunku dengan kak Dini. Aku takut kehilangannya, saudara kembarku yang sangat aku sayangi. Dokter bilang bahwa ginjalnya sudah benar-benar rusak.
  Yang aku tahu, kini ginjalnya hanya satu setelah setahun yang lalu satu ginjalnya sudah diangkat. Sedangkan aku masih mempunyai dua ginjal.

“hanya saudara kembarnya yang ginjalnya cocok dengan Dini. Jadi usahakan dengan secepat mungkin diadakan pencangkokan ginjal Pak” beritahu dokter pada Papa.

  Setelah itu, aku menjadi sasaran semua orang yang menyayangi kak Dini. Semuanya memintaku untuk mendonorkan satu ginjalku padanya. Niatku memang sudah bulat bahwa aku akan mendonorkan kedua ginjalku pada kak Dini, tapi aku tak ingin ada yang tahu semuanya.             
  Karena aku tidak mau mereka akan menyayangiku karena bersimpati denganku yang telah memberikan satu ginjal pada saudaraku. Aku hanya ingin kasih sayang tulus dari mereka, entahlah bagaimana caranya agar aku mendapatkannya.

“ah sudahlah Dina, kamu memang saudara yang kejam. Hanya menyumbangkan satu ginjal saja tidak mau. Untunglah ada seseorang yang baik hati yang mau menyumbangkannya pada Dini.” Ucap Papa

“aku kecewa sama kamu Dina, tega ya kamu sama kakak kamu sendiri.” Ucap Ferel dengan kecewa padaku.

“siapa yang mendonorkan ginjalnya Pa?” Tanya kak Virgo.

"entahlah, pendonor itu tidak mau diberitahu namanya. Bahkan ia memberikan dua ginjalnya dengan gratis pada Dini. Dia benar-benar berhati malaikat.” Jawab papa.“

"andaikan kalian tahu kalau itu aku? Apakah aku akan diberi penghargaan dari Papa?” gumamku dalam hati.

  Beberapa jam sebelum operasi pencangkokan dilakukan, aku menulis sebuah surat untuk semua orang yang aku sayangi. Entahlah, aku merasa akan meninggalkan mereka semua.  
  Rasanya, aku sudah sangat lelah dengan hidupku sendiri. Sesudah selesai ku tulis, surat itu kutitipkan pada Bi Irah. Akupun berangkat menuju rumah sakit untuk segera menjalani operasi.

@ ruang operasi
  Ruang ini tersasa begitu menakutkan. Semua benda yang kulihat hanyalah jarum suntik dan gunting. Alat-alat yang terlihat menakutkan bagiku.
  Aku dibawa lebih dulu keruang ini, agar tidak ada yang tahu siapa aku sebenarnya. Posisiku dan kak Dini dipisahkan oleh dinding pembatas. Hingga akhirnya aku dibius, dan kurasakan semuanya gelap.

****

Biarkan Aku PergiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang