Zed dan Dokter Renda

7 0 0
                                    

Sesampainya di sisi danau yang lain, mereka melangkah tanpa suara menuju arah yang ditunjukan kompas. Namun, lama kelamaan mereka menyadari bahwa ada yang mengikutinya tepat di belakang mereka. Saat mereka berbalik badan... Eakk.., seekor elang merah mengeak. Mereka berlari terus-menerus seperti melanjutkan kejar-kejaran yang sempat terhenti tadi.

Namun, mereka berhenti, terkunci di lengkungan dalam empat pohon berpola setengah lingkaran. "Mau pergi lagi? Tidak bisa? Malangnya nasibmu. Hahaha," sahut si elang merah. Ayolah, aku harus bisa melumurinya dengan es dari senjataku ini, pikir Lifa.

Saat cakar jeli elang itu menuju ke arahnya. Tiba-tiba, Sringg.., suara es yang keluar dari senjatanya membekukan cakar elang merah itu. "Eeh.. Apa? Apa yang kau lakukan? Ini begitu berat dan.. dingin!!"

"Ya, dan sekarang aku akan membekukan seluruh tubuhmu."

"Tidaak, aku akan memberi tahu kabar baik untukmu. Tapi, jangan bekukan seluruh tubuhku."

"Baiklah, apa itu?" tanya Lifa.

"Tadi, temanmu yang temanku bawa. Ia melarikan diri dan kami tidak menemukannya." Jawab si elang merah.

"Rey? Oh syukurlah. Terima kasih atas kabarnya. Tetapi, aku tidak tahu bagaimana cara mencairkan es itu." Lifa menunjuk cakar elang tersebut.

"Tidak apa-apa, asal kau tahu sebenarnya aku terpaksa menjadi jahat untuk menjamin Ratu Triza, yaitu ratu para elang di sini. Kami ingin ia tetap selamat. Karena, Bulgaricus menahannya bersama para Raja dan Ratu yang berkuasa di Negeri Lacto ini. Aku bisa meminta bantuan dokter Renda untuk mencairkan es ini."

"Dokter Renda? Temannya Rajaku, Raja Bluba?" tanya Blas.

"Iya, tepat. Ayo ikut aku ke tempat persembunyiannya. Aku masih bisa terbang dengan beban ini."

"Oh, maafkan aku ..."

"Zed, itu namaku."

Blas dan Lifa mengikuti Zed untuk menuju ke tempat persembunyian dokter Renda. Entah apa yang mereka pikirkan, sepertinya mereka lupa untuk menuju arah kompas dan menemukan bom atau membantu temannya yang mungkin sedang berjuang mendapatkan bom itu.

"Ya, kita sampai." Zed berhenti di depan batu ceper yang tertutup lumut.

"Dimana ia berada? Di dalam batu itu?" tanya Lifa sambil menunjuk batu yang tertutup lumut itu.

"Ya, tentu. Kalian tinggal menekan tombol ini dan..." Seketika batu itu terbuka dan mereka masuk ke dalamnya. "Ayo, cepat jangan sampai ada yang melihatnya," sahut Zed.

Mereka menyusuri lorong yang cukup panjang yang nampak membingungkan. "Tenanglah ini bukan labirin. Tidak lama lagi kita mencapai ujungnya," kata Zed.

Zed membuka pintunya dan masuk pertama, kemudian Lifa dan Blas. "Hai, dokter Renda aku butuh bantuanmu," kata Zed.

"Hai, Zed. Lama tidak bertemu denganmu. Hah? Apa? Mahluk iitu! Menyingkirlah! Di mana senjatakuu!!" Dokter Renda panik, ia Nampak mencoba mencari biskuit kecil berlapis selai kacang dan gula tajam.

"Tenang, dokter Renda. Aku ini Blas, dahulu aku penasihat Raja Bluba," kata Blas menenangkannya.

"Hah? Oh itu kau Blas. Aku sedikit tenang sekarang," kata Renda.

"Ya, dokter, kakiku terkena es yang keluar dari senjatanya," Zed menunjuk Lifa.

"Hm.. mana aku lihat. Es blub borneo? Iya, ini tidak terlalu sulit karena aku punya obatnya. Walaupun memang obat ini hanya ada satu di sini." Kata Renda.

"Menyeramkan, 'hanya ada satu'," sahut Lifa.

"Nampaknya kalian akan mencoba mengalahkan Bulgaricus?" tanya Renda sambil memperhatikan es beku di cakar Zed.

"Ya, kami akan mencobanya." Jawab Lifa, "Kami bertujuh tepatnya."

"Ya, itu bagus, agar aku bisa kembali ke permukaan dan menghirup udara segar hutan Wentii," tukas Renda.

Seketika Renda terdiam, "Tunggu, kalian memerlukan ini," ia beranjak dari kursinya dan mencari sesuatu di antara obat-obat yang tersusun rapi. "Hm.. iya, ini dan .." ia melanjutkan mencari ke sebuah loker ungu. "Kalian akan membutuhkan ini, dua kacamata renang, sebungkus pil penetral racun lintah dan ini. Ini adalah alat yang dapat menutupi hidungmu, Lifa. Pada alat ini terdapat dua tabung oksigen kecil sehingga kau bisa bernafas di dalam air," Renda menunjukan ketiga barang itu, "Ini semua untuk menyelam di samudra Aceto."

"Oh, kau benar-benar memikirkannya sampai kesitu," kata Lifa.

"Ya, aku berharap bertemu dengan siapapun yang akan mengalahkan Bulgaricus dan memberinya peralatan ini. Supaya memudahkannya untuk menyelam dan menemukan bom," kata Renda.

"Oh ya! Bomnya," seru Lifa.

"Iya, sebaiknya kami pergi sekarang untuk menemukannya, dokter Renda. Terima kasih atas bantuan ini," sahut Blas.

"Iya, tentu berhati-hatilah, Blas dan... Lifa."

"Tentu," sahut Lifa.

Kemudian, Lifa memasukan ketiga alat itu ke dalam tasnya yang bukan terbuat dari keju. Mereka berlari ke ujung lorong itu lagi dan Blas membuka pintu keluarnya. Mereka pun keluar dari tempat persembunyian tersebut.

"Blas, kau lihat ini. Jarum kompasnya tidak menunjukan arah yang tadi," sahut Lifa.

"Sepertinya sudah ada yang berhasil menonaktifkannya," kata Blas, "Mari kita menuju arah jarum kompas ini saja."

"Ayo."    

LACTOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang