Part 2

43 4 0
                                    

"Sedang apa kau disini? Ayo cepat pulang! Apa kamu engga kasian sama ibumu ?" Teriak Wardani yang tak ingin kalah dengan suara hujan.
Adiva hanya bisa terdiam. Menatap sahabatnya itu dengan tatapan kosong. Fikirannya melayang pada sosok ibunya di rumah. Perkataan sahabatnya itu sontak membuatnya menyesal tlah meninggalkan ibunya. Air mata keluar, tak ingin kalah dengan air hujan. Tiba-tiba tubuh yang begitu kuyup menghantam tubuh Wardani. Sahabatnya terkulai lemas di depan matanya sendiri. Ia meminta bantuan rekannya untuk membawa Adiva pulang.

"Assalaamu'alaikum.." Salam dilontarkan ketika sampai di rumah Wardani.

Wardani tak berani membawa Adiva pulang ke rumahnya. Sebenarnya dia tahu apa yanh menimpa sahabatnya itu. Dia tak berani, takutnya permasalahan di rumah Adiva belum selesai.

"Wa'alaikumussalaam." Terdengar suara seorang wanita menjawab salam mereka.

Ibunya Wardani yang membukakan pintu sontak kaget melihat anaknya membawa sahabatnya dengan keadaan lemas. Tak banyak bicara mereka langsung membawa Adiva ke kamar Wardani untuk menganti bajunya dan menghangatkan tubuhnya.

"Assalamu'alaikum. Bro gimana kabarmu ? Sudah lama kita tak bertemu." Dari luar kamar, orang yang sedari tadi menemani Adiva dan Wardani berbincang di telepon berasama kawannya.

"Wa'alaikumussalaam. Sehat Alhamdulillah. Kamu sendiri gimana ?"

"Syukurlah kalau kau baik. Saya juga baik, Alhamdulillaah. Gimana kuliahmu lancar ?"

"Alhamdulillaah kuliah lancar. Tapi....."

"Stop! aku tahu kau mau bicara apa. Pasti kamu masih kepikiran sama siapa itu malaikatmu." Jawab rekan Wardani.

"Iya nih, padahal sudah cukup lama. Aku belum bisa menimbun rasa kecewa dan bersalah."

"Sudahlah, yang lalu biarlah berlalu. Move on brother. It is Indonesia. You can choose one of any people in this country. Kamu bisa milih perempuan yang kayak gimana pun buat gantiin dia bro."

"Ga bisa. Kamu tahu sendiri kan dulu aku dan dia sedekat apa. Kamu juga tahu kan dulu dia bisa sembuh dari penyakitnya karena apa. Karena aku yang selalu bawel nyuruh dia berobat bahkan nganter di sela sela kesibukan aku. Aku yang dulu secara ikhlas nemenin dia perawatan walau banyak kegiatan yang harus aku tinggalkan." Di seberang sana terdengar nada kepedihan yang mendalam.

"Aku tahu itu semua. Tapi tidak baik terus menerus menyalahkan diri kamu. Dia pergi bukan karena kamu. Dia pergi karena Alloh mencintainya. Alloh tahu beban dia berat dan dia orang sholeh makanya Alloh cepet-cepet ambil dia karena Alloh ga mau dia terjerumus sama hal-hal yang ga baik karena semua masalah yang menimpanya."

"Tapi, Zahiya...." Belum sempat meneruskan kata-katanya.

"Bilal. Kau sedang apa ?" Suara itu tak lain adalah suara Wardanu yang memanggil teman yang sedaritadi bersamanya. Iya dialah Bilal, teman Wardani ketika masih berada di bangku sekolah menengah pertama. Bilal pernah lama menjadi tetangga Wardani namun ketika lulus SMP, dia harus ikut ayahnya yang pindah tugas ke luar pulau Jawa dan sekarang ayahnya sudah pensiun kemudian memilih untuk kembali tinggal di Bogor.

"Bentar bro aku ada perlu sama temen. Nanti dihubungi lagi. enjoy your life brother Adnan. Assalaamu'alaikum." Kata Bilal pada teman bicaranya yang tak lain adalah Adnan.

"Wa'alaikumussalaam." Jawab Adnan.

"Gimana udah selesai ?" Tanya Bilal pada Wardani ingin mengetahui keadaam Adiva.

"Alhamdulillaah dia sudah siuman hanya masih lemas tapi sudah aku berikan susu dan suplemen kok. Yang tadi siapa ?" Tanya Wardani ingin mengetahui siapa teman bicaranya barusan.

Puisi Sang SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang