Author's POV
Farah beranjak pulang. Diskusinya dengan Radit berakhir dengan canggung. Sudah sekian lama dia tidak pernah merasakan sensasi aneh bersama laki-laki manapun. Semenjak saat itu. Saat dia merasa kecewa atas perbuatan kakaknya, Fatih.
Farah memarkirkan motor kesayangannya di depan rumah kos yang sudah lama ditempatinya. Dia hidup sendirian di kota besar ini. Dia memilih hidup sendiri di sini. Jauh dari 'keluarga'.
"Mbak Farah sudah pulang? Tumben," sapa Intan, penghuni kamar sebelah.
"Iya, Dek. Aku pindah ngajar di SD, terus nggak ada les kaya di SLB kemarin. Makanya cepet," jawab Farah sambil membuka pintu kamarnya, "Kamu udah makan?"
Intan meringis kecil, "Udah, Mbak. Mbak Farah belum makan ya?"
Farah menggeleng singkat, "Belum. Nanti aja masak. Mbak istirahat dulu ya. Assalamualaikum,"
Sayup terdengar jawaban salam dari Intan saat Farah menutup pintu kamarnya pelan. Digantinya baju kerja menjadi baju santai. Celana pendek dan kaos, paduan sempurna menghantarkannya tidur siang sejenak.
Ponsel yang seharian ini terabaikan seolah mengundang Farah untuk memainkannya sejenak. Penghantar tidurnya yang menyenangkan. Sekedar berselancar membaca berita atau melihat-lihat meme yang menggelitik.
12 missed call
Dari satu nomor, nomor milik ibunya. Farah menarik napas panjang. Bimbang. Hubungannya dengan Mamanya memang belum membaik. Semenjak saat itu.
Farah mengabaikan panggilan itu dan memutuskan berselancar di dunia maya. Melihat-lihat berita dan meme sejenak, berharap kantuk mendatanginya. Tapi nihil. Justru perutnya yang berbunyi nyaring menyita perhatian.
Akhirnya Farah kembali bangun, merapikan rambut panjangnya dan beranjak ke dapur. Memutuskan memasak untuk makan siangnya. Membawa sosis dan piring ke dapur.
Di dapur, Farah melihat masih ada sayur-sayuran sedikit. Hanya ada wortel dan kol. Yaa.. namanya juga anak kos, bahan apapun harus termanfaatkan dengan baik.
Farah mencuci beras dan memasukkannya ke dalam penanak nasi otomatis. Hanya sedikit, untuk makan siang dan malamnya nanti. Ah iya, sekalian masak nasi buat Intan juga deh, batinnya sambil menambah jumlah beras yang akan dimasak.
Setelah nasi beres, Farah mulai mengupas wortel. Wortel yang hanya satu buah itu dipotongnya berbentuk korek api, kecil-kecil. Pun juga dengan kol. Farah memutuskan membuat capcay sederhana dengan bumbu yang ada.
Tidak lama, masakan Farah pun matang. Aroma harum menguar di dapur mungil kosnya itu. Farah membawa capcaynya menuju ruang tengah di mana anak kos biasa berkumpul. Iya, anak kos, hanya ada Farah dan Intan di kos ini.
Sejak kuliah Farah sudah memilih tinggal di sini. Selain biayanya termasuk murah, kebersihan kos pun terjaga. Kalaupun ada kekurangan adalah jarak yang cukup jauh dari kota, setengah jam menuju kampusnya dulu.
Lamunan Farah kembali mengambang. 5 tahun yang lalu. Saat dia masih di rumah. Bersama Fatih, kakaknya. Hingga akhirnya dia mengetahui fakta bahwa Fatih menghamili teman perempuannya dan lari dari tanggung jawab.
Farah tidak mau menyalahkan kakaknya atas perbuatan nista itu. Tapi sebagai perempuan, Farah membela Bulan-gadis yang dihamili kakaknya- yang telah memutuskan mempertahankan janin hasil hubungannya dengan Fatih.
Menurut Farah, hal itu berat. Hamil tanpa suami, melahirkan dan merawat putri kecilnya sendirian hingga Fatih akhirnya menemukan mereka. Bahkan Bulan tidak menuntut pertanggungjawaban dari Fatih karena hubungan mereka ketika itu masih abu-abu.
Bagi sang Mama, tentu tindakan bodoh Fatih itu mencoreng nama baik keluarga. Beliau malu memiliki cucu tanpa pernah menggelar pernikahan, bahkan sang mantu pun bukan orang yang dikenalnya. Bahkan sang Mama meminta Fatih melepaskan Bulan, tidak perlu berusaha mempertanggungjawabkan perbuatannya. Karena toh Bulan tidak meminta Fatih menjadi ayah dari putrinya.
Sejak saat itu Farah dan Fatih memilih pergi dari rumah. Fatih pergi untuk mempertanggungjawabkan perbuatan di masa lalunya. Farah? Farah hanya tidak ingin mendengar Mamanya mengata-ngatai kakak iparnya yang dia ketahui baik. Hanya jalan hidupnya terlalu berliku.
Hingga kini.
"Woy Mbak, ngalamun bae," seru Intan jahil.
"Eh Intan, laper nggak kamu? Nih Mbak masakin capcay," ucap Farah menutupi keterkejutannya.
"Mbak Farah tadi nglamunin apa?" tanya Intan penasaran sambil duduk di dekat Farah.
"Ah nggak, Ntan. Kepikiran rumah aja," jawab Farah sambil mulai makan.
"Pulang lah, Mbak. Kaya rumahnya di luar negeri apa di planet lain aja. Kemarin sekolah libur semester juga nggak pulang kan?" tandas Intan sambil mencomot capcay di meja.
"Apa aku pulang ya besok Minggu? Kan Seninnya libur juga," gumam Farah.
Intan masih sibuk mengunyah capcay comotannya sementara Farah memikirkan dalam diam kepulangannya setelah sekian lama.
Pulang??
KAMU SEDANG MEMBACA
Cintaku Beda
ChickLit"Kenapa sih mau jadi guru buat anak-anak cacat itu?" "Mulutnya itu lho, Pak Guru. Dijaga. Mereka bukan anak-anak cacat. Mereka hanya berbeda." "Lalu kenapa kamu mau jadi guru mereka?" "Karena mereka luar biasa."