7

110 26 13
                                    

"....., dan yang paling mengejutkan adalah, Ia kesana untuk menikah!" ucapnya dengan kesal.

Pipiku basah karna air mata. Justin mendekat dan mengusap pelan dengan ibu jarinya. Kedua tangannya menangkup pipiku hingga pandangan kami bertemu.

"Jadi, Mika... Kumohon, berhentilah menunggu Lucas. Lupakan tentangnya, kau pantas mendapatkan yang jauh lebih baik darinya. Dia bodoh karna sudah meninggalkanmu." kulihat mata Justin berkaca-kaca.

"Kenapa kau baru memberitahuku, Justin? Selama ini aku terus menunggunya, aku selalu bertanya-tanya apa salahku, apa yang membuat Lucas pergi meninggalkanku..." dadaku terasa sesak.

"Aku tidak sanggup mengatakannya padamu, Mika. Aku tidak tega, ditinggal Lucas saja hidupmu sudah seperti kiamat. Jadi aku merahasiakannya. Membuatmu bahagia dan melupakan Lucas adalah yang terpenting menurutku." Ucapnya dengan lembut.

"Jadi itu alasannya kau menjodohkanku dengan semua temanmu? Selalu menemaniku tiap ingin ke club?" aku terkekeh, mencoba menghentikan tangisku. Aku mengusap pipiku, mengambil tisu di atas meja dan membuang ingusku. Huh, lega sekali. Aku memaksakan seulas senyum yang kurasa akan terlihat mengerikan, karna pasti mukaku sembab sekali.

"Hahahaha, kau menolak pada awalnya. Tapi ada hasilnya kan? Meskipun tidak berjalan lancar, kupikir kau serius dengan Gregory. Dan juga, aku mengikutimu ke club, karna tak ingin kau melakukan hal konyol." Justin meraihku untuk mendekat padanya, ia memelukku. Terasa nyaman sekali.

Aku juga sudah mulai tenang, tak ada lagi air mata yang keluar. Tangan Justin menepuk-nepuk pundakku. Aku hampir saja tertidur jika Justin tidak berkata "Mau ku kenalkan pada temanku yang lain?"

Aku langsung melepaskan pelukannya, dan meninju-ninju lengan Justin. Tidak terlalu keras tapi Justin mengaduh sambil tertawa lebar.

"Iya, iya. Ampuuunnn!" teriaknya.

Setelah beberapa saat bergulat dengannya. Aku mulai beranjak pergi. Membantu Justin ke kamarnya, lalu kembali ke kamarku. Kuraih ponselku yang bergetar di atas nakas. Nama Lucas terpampang di layar ponsel. Namun, tak kuhiraukan. Aku menarik selimut hingga menutupi tubuhku dan segera tidur.

***

Aku terlonjak kaget ketika mendengar ketukan di pintu kamarku, ralat gedoran maksudku.

"Mika, Mika, Mika, Mikaaaaa!!!"

Kuraih bantal dan melemparkannya ke arah pintu. Usahaku percuma saja karna pastinya lemparanku tidak akan mengenai Justin.

"JUSTINNN!!!" teriakku dengan frustasi. Kudengar Justin tertawa dengan sangat keras.

Aku merenggangkan otot dan beranjak dari kasurku yang nyaman. Saat melewati cermin, aku berhenti sejenak. Kutatap pemandangan yang mengerikan terpampang jelas dihadapanku. Aku berdecak sebal. Semalam aku tidak bisa tidur, entah mengapa aku malah menangis lagi. Entahlah, rasanya masih ada yang mengganjal dihatiku, terasa sesak. Karna bagiku, tidak semudah itu melupakan seseorang yang pernah menjadi bagian terpenting dalam hidupmu, apalagi saat kau tau bahwa tidak ada lagi harapan untuk bersamanya. Butuh waktu bagiku untuk menata ulang perasaanku.

Saat keluar dari kamar, kulihat Justin sedang sarapan semangkuk sereal. Perutku jadi ikutan lapar, jadi aku menghampirinya.

Kurasa ia terlalu menikmati sarapannya hingga tak menyadari keberadaanku. Mulutnya menggembung dipenuhi sereal.

"Aku minta," ucapku di sampingnya sambil membuka mulut.

Justin tersedak, menyemburkan seluruh isi dalam mulutnya. Ewh, jorok! Ia terbatuk-batuk dan menoleh ke arahku dengan tatapan horror. Ha! Rasakan.

Best MistakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang