Siang itu di Tempino
Siang itu 33 tahun yg lalu
Tak biasa aku mandi di tengah hari
Seolah pagi tadi kulit ini belum bersua air
Setengah tergesa aku dipakaikan baju koko dan sarung
Padahal lebaran masih jauh
Bahkan aku pun tak tahu apa itu lebaranBersama ayahku menuju sebuah bangunan besar
Lebih besar dr pd rumahku
Lebih besar dr pd halamanku
Tak terbilang banyaknya manusia yg berdatangan menuju satu titikMemasuki halamannya tak henti kanan kiri berganti arah wajahku
Seperti memasuki rumah aku lepas sandalku
Bersama ratusan sandal lainnyaAyah mendudukkanku di pinggiran menempel dinding
Tiba-tiba suara nyaring membahana mengejutkanku
Hilang kejutku berganti sadarku
Suara ini sering aku dengar dari rumahku
Namun dg volume yg sangat kecilSelama dan setelah suara nyaring itu manusia semakin sesak
Ramai berjubel namun sangat rapi dalam barisan
Tak ada yg disikut ditarik atau terpukul seperti antrian sembako
Semua berjalan hening dan syahduTerkantuk diriku mengikuti semua prosesinya
Bahkan sering ku tak tahu apa yg terjadi krn lelap tak terbendung
Yg kutahu hanyalah diriku telah berada di mobil bersama ayah
Menuju pulang hingga ku terlelap lagi
Namun bayangan keramaian di rumah yg megah itu tak pernah kulupaBerulang kali aku hadiri gedung megah tersebut
Di kala matahari terbenam dan di kala Jumat siang
Tak pernah sepi manusia
Selalu penuh dg orang-orang yg bergerak seirama tanpa suaraSuasana yg membekas diingatanku
Hingga kini s'lalu kuingat dan terkenang
Meski dg suasana yg jauh berbeda
Suara nyaringnya tetaplah sama
Namun tak seramai seperti di kala kecilku
Tak sampai separuh yg terpenuhi
Bahkan sebaris pun sering tak ada kecuali di hari Jumat
Ke mana kah manusia-manusia itu?
Ke mana kah suasana yg kurindu dari kecil itu?
KAMU SEDANG MEMBACA
Perjalanan
PoesiaSebuah episode cerita perjalanan pribadi mencari makna hidup dalam mencapai tujuannya.