Satu

152 15 3
                                    

Raja Min sudah tidak kuat lagi.

Putra mahkota satu-satunya sudah mengacau lagi. Kali ini lebih parah. Benda paling penting di istana sudah lenyap.

Batu kedamaian.

"Ayah, aku tidak sengaja. Maafkan aku,"

Pangeran Min berlutut mohon ampun di kaki ayahnya. Dengan muka melas semelas-melasnya.

Raja Min memalingkan muka. Kali ini ia tak akan tertipu lagi. Bukan sekali ini si Pangeran membuat kekacauan. Sudah sangat sering Raja Min dibuat malu di depan punggawa-punggawa kerajaan karena tingkah anaknya.

Hukuman apapun seperti tak mempan untuknya.

Terakhir kali, Pangeran Min mengintip puteri dari kerajaan tetangga yang sedang mandi.

Perang hampir saja pecah. Beruntung Raja Min mampu mengatasi kekacauan itu.

"A..ayah.."

Raja Min mendadak bangkit dari singgasananya.

"Desas-desus sudah tersebar ke pelosok negeri. Kerajaan ini akan hancur karena ulahmu. Kau harus menanggung akibatnya." wajah Raja Min merah padam.

"Ayah ampuni nyawakuuu.." Pangeran Min gemetar hebat dalam sujudnya.

"Selama ini aku terlalu memanjakanmu. Sekarang terimalah hukumanmu!"

"TIDAK! AYAH KUMOHON!"

"KUKUTUK KAU MENJADI KURA-KURA!"


JDEEERRRR


Mendadak petir sambar-menyambar. Sementara tubuh Pangeran Min berangsur menyusut.

Dan benar saja. Seekor kura-kura kini tergeletak tak berdaya di tempat Pangeran Min tadi bersimpuh.

"Kau harus menemukan kembali batu itu, apapun yang terjadi. Kau tidak boleh kembali tanpa batu itu."

___


Pangeran Min hanya bisa meratapi nasibnya. Dia baru saja dilempar ke laut dengan tidak berperikekura-kuraan oleh prajurit yang bengis.

Awas saja kalau dia bisa kembali..

Ya, dia akui kali ini dia memang kelewatan.

Tapi apakah ini tidak terlalu kejam?

Bagaimana bisa dirinya menemukan batu itu dengan wujud kura-kura?

Tidak ada harapan baginya.

Sudah tiga jam sejak dirinya di lempar ke laut dan dia hanya berenang kesana kemari sambil melamun. Dia tidak tahu harus mulai mencari dari mana.

Lautan yang luasnya tak terkira, bagaimana dia bisa mengarunginya seorang diri? Dalam wujud seekor kura-kura?

Bagaimana jika ternyata batu itu ada di daratan?

Pangeran Min tidak ambil pusing. Kalau tidak bisa menemukannya, tidak apa-apa. Dia jadi kura-kura saja selamanya. Toh jadi kura-kura tidak begitu buruk. Tidak ada yang mengomelinya, menceramahinya setiap kali waktu makan, mengaturnya melakukan ini-itu.

Tapi rasanya hampa juga.

Dia bebas. Kebebasan yang hambar.

Maka, dia hanya berenang saja di antara ikan-ikan yang sedang bergosip atau mencari makan.

"Wah aku baru melihatnya pertama kali,"

"Ah, mungkin dia pelancong dari laut sebelah,"

"Tampangnya lumayan juga,"

Ya. Pangeran Min bisa mendengar para penghuni laut membicarakannya ketika ia lewat.

Harus di akui, semasa wujudnya masih manusia tampangnya terbilang tampan. Dan sepertinya meskipun kini berubah wujud, ketampanannya tidak hilang.

Dia memang terlahir tampan.

HA HA HA. Pangeran Min tertawa bangga dalam hati.

Eh.

Tunggu.

Dia bisa mendengar mereka bicara. Itu artinya dia bisa bahasa ikan? Itu artinya dia bisa bicara dengan mereka, kan? Itu artinya dia bisa meminta bantuan mereka, kan? Itu artinya masih ada harapan, kan?

Ah, kenapa dia tidak menyadarinya dari tadi?

Maka ia menghampiri seekor udang yang sedang duduk santai di atas batu karang, "Apakah kau melihat batu seperti telur, berwarna emas, berukir cantik di sekitar sini?" tanyanya langsung tanpa basa-basi.

Si udang tampak kaget atas kemunculan tiba-tiba seekor kura-kura yang mengganggu waktu santainya. Si kura-kura menatapnya dengan penuh harap. Sayang, udang itu menggeleng.

Dari ubur-ubur sampai ikan badut. Ia melontarkan pertanyaan yang sama pada setiap makhluk yang ia temui. Tapi tak ada yang mengetahui keberadaan batu itu.

Pangeran Min hilang harapan lagi.

Apa ia harus pergi ke darat? Dan menanyai semua hewan?

Dia mencoba naik ke permukaan dan melihat sekelilingnya.

Kanan, lautan. Kiri, lautan. Dia menoleh ke belakang.

Lautan.

Tidak tampak daratan tertangkap penglihatannya.

Maka ia turun lagi ke kedalaman dengan lesu. Dia tidak tau harus pergi kemana lagi untuk mencarinya.

Dan dia menyadari satu hal lagi.

Dia lapar.

Sejak tadi perutnya sudah berbunyi ingin diisi. Tapi dia tidak tahu harus makan apa. Ia rindu masakan istana. Ia ingin pulang.

Baru beberapa jam tapi ia sudah tak tahan. Bagaimana ia akan menjalani ini semua?

Dia mulai berenang lagi. Hanya berenang, dia tidak berniat mencari makan. Lagipula ia bisa makan apa? Ikan mentah? Ikan yang bisa bicara?

Memikirkannya saja sudah membuatnya mual.

Bicara soal ikan, Pangeran Min baru sadar lautan mendadak sepi. Tidak ada satupun makhluk terlihat di sekitarnya.

Kemana perginya mereka semua?

Di tengah kebingungannya, mendadak tubuhnya seperti ditarik maju.

Pangeran Min kaget bukan main. Di depannya bergulung-gulung sebuah pusaran air yang menyedot segalanya masuk ke dalamnya.

Pangeran Min panik. Ia mencoba berenang menjauh. Tapi tarikan itu terlalu kuat. Ia mencoba mencari pegangan.

Ini di dalam laut, Pangeran. Kau mau berpegangan pada apa?


Tidak, tidak. Aku tidak ingin mati. Siapapun tolong aku. Ayaaah... Aku berjanji tidak akan berulah lagi. Selamatkan akuu...

AKU BELUM INGIN MATIIII!!!


Pangeran Min tak bisa berbuat apapun. Pusaran itu menariknya ke dalam lubang hitam.


TIDAAAKK..

___TBC




Hi :)

Pangeran Kura-kuraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang