Satu

1.1K 92 45
                                    

"Irene! Jangan tinggalkan aku, kumohon, Ren! IRENE!"

"Maafkan aku, Suho. Aku harus pergi."

"Nggak, Ren. Kamu harus tetap di sini, sa— REN!"

"IRENE!!!"

"YAK, CHOI SUHO! BANGUN!!"

Pemuda dengan wajah menyerupai malaikat di pojok belakang kelas terbangun dari tidur pulasnya, karena suara teriakan menginterupsinya.

Sialan! Siapa yang gabut banget sih ganggu gue tidur, batinnya kesal sebelum kemudian menggebrak meja di hadapannya penuh amarah. "Woy! Nggak usah teriak-teriak gitu kali! Gue lagi tidur juga!" Ia memaki dalam keadaan belum mendapatkan seluruh kesadarannya.

PLAK'

Sebuah penghapus papan tulis mendarat tepat di dahinya. Memang sedikit menyakitkan, tapi setidaknya ia telah mendapatkan seluruh kesadarannya. Spontan, Suho memegangi dahinya yang dirasa kemerahan.

"APA YANG—"

Deg'

Jantungnya terasa berhenti berdetak setelah dirinya mengetahui siapa yang sudah ia teriaki dengan tidak sopannya. Guru bimbingan konseling; terkenal dengan sikapnya yang ditakuti oleh seluruh murid di sekolah. Astaga! Mati gue! Bakal berakhir membersihkan toilet ini gue. Pasti!

"Sekarang kamu ke luar dari kelas. Pergi bersihkan toilet laki-laki. Jangan kembali, sebelum toilet bersih!" seru guru bernama Minho itu nyalang, dengan penekanan disetiap katanya.

"Baik, Ssaem." Suho dengan malas beranjak dari kursinya.

"Dan satu lagi, jangan pergi ke kantin saat jam istirahat," sambung Minho sembari kembali duduk di kursi.

"Jadi, setelah jam istirahat selesai, boleh ke kantin ya, Ssaem?" tanya Suho dengan wajah polosnya tanpa sadar bahaya yang mengancam setelahnya.

"SUHO!!!" Minho melayangkan spidol di tangannya, namun Suho berhasil berlari menjauh.

Di koridor menuju toilet, mulutnya tidak henti-hentinya berkomat-kamit ini itu. Mengumpat dan menyebutkan sumpah serapah pada guru bimbingan konseling yang baru saja menghukumnya tadi.

"Dasar Ssaem gila! Masa gue nggak boleh ke kantin?! Jadi gue nggak makan, dong? Gue sakit nanti, pasti nggak mau tanggung jawab. GUE YAKIN!

"Eh, tapi ... gue 'kan holkay? Masa iya gue ngemis-ngemis minta pertanggungjawaban. Bisa gugur harga diri gue!

"Yang ada malah gue yang ngasih tuh Ssaem uang. Hm ... boleh juga." Ia mengangguk-anggukan kepala, sangat setuju dengan komatan terakhirnya.

.
.
.

"Huft! Selesai juga akhirnya. Oke ...,"—ia melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangan kirinya—"lima menit lagi jam istirahat, bolos ke rooftop asik kali." Sembari merapikan seragamnya, ia mulai melangkahkan kaki menjauh dari toilet.

Tidak lama setelah Suho mencapai atap, bel sekolah pun berbunyi. Ia lekas merebahkan tubuhnya di atas kursi panjang yang terbuat dari kayu, terletak di pojok atap. Juga tidak lupa memasang earphone sembari menutup matanya. Mulai melepaskan sejenak rasa lelah.

"Suho!"

Dengan tidak elitenya, ia terperanjat dan hampir jatuh dari kursi. Suara teriakan pemuda yang sangat dikenalinya itu tepat di sebelah daun telinganya.

Gadisku | SuLay (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang