05

1K 39 4
                                    

Hari ini pesta dansa diadakan di istana bulan. Untuk merayakan hari lahir Puteri Hinata yaitu tanggal 27 Desember.

Hinata terlihat sangat menawan dengan dress berwarna ungu, sepatu berwarna putih dan berkilau. Dress dan sepatu yang di design khusus dari Paris untuk acara hari ini.

Tidak hanya dari kalangan Istana Bulan, bahkan Kerajaan dari Negeri tetangga pun ikut serta dalam perayaan itu.

Banyak Pangeran yang mencoba mendekati sang Puteri Bulan, namun tak satupun dari mereka yang mampu mencuri perhatiannya.

"Hai. Bolehkah aku berdansa denganmu?" Tanya seorang Pria dengan rambut berwarna merah

"Tentu" jawab Hinata dengan ramah.

Merekapun berdansa dan menjadi pusat perhatian. Tentu saja, Hinata adalah seorang Puteri Kerajaan Bulan, sedangkan Peria yang tengah berdansa dengannya adalah seorang Pangeran dari Kerajaan Pasir, Negeri tetangga yang terkenal dengan gurunnya.

Selesai berdansa, merekapun duduk sambil berbincang-bincang. Gaara nama Pria itu, Putra ketiga dari Kerajaan Sabaku.

"Wah lihat Hiashi-sama, sepertinya Hinata-hime tertarik dengan pemuda Sabaku itu" kata Hizashi saudara kembar Hiashi sambil menunjuk ke arah Hinata dan Gaara duduk.

Hiashi pun mengikuti arah pandang adiknya itu. Dia melihat Hinata tersenyum sampai dia tak menyadari bahwa kedua sudut bibirnya ikut terangkat.

"Mungkin mereka teman sekolah" jawab Hiashi cuek.

"Lihat dulu, dari cara pemuda itu menatap Hinata-hime kelihatan dia menyukainya"

"Sudahlah Hizashi, fokus aja pada acara ini. Biarkan dia menikmati pestanya"

Hiashi dan Hizashi pun kembali manyapa tamu-tamu yang berdatangan.

"Hinata-chan? Boleh aku memanggimu begitu?" Tanya Gaara.

Hinata hanya menganggukkan kepalanya tanda dia menyetujui ucapan Gaara.

"Kudengar kau bersekolah di sekolah biasa. Apa benar?"

Lagi-lagi Hinata hanya mengangguk sebagai jawaban.

"Sudah punya pacar?"

Hinatapun mendongakkan kepalanya saat mendengar pertanyaan Gaara tersebut. Lalu menggelengkan kepalanya.

"Kalau pemuda yang kau sukai, ada?"

Hinata terdiam, saat pertanyaan itu keluar dari mulut Gaara entah mengapa bayangan sosok pemuda berambut pirang melintas di ingatannya. Pemuda yang selalu memamerkan senyum mataharinya. Wajah Hinata memerah pekat.

"Wah... Dari raut wajahmu sepertinya jawabannya 'sudah' ya?"

Lagi-lagi Hinata diam seribu bahasa.

"Baiklah. Tapi, aku tak akan menyerah Hime-sama" kata Gaara lalu pergi meninggalkan Hinata sendiri.

'Apa benar aku menyukai Naruto-san?' tanya Hinata pada dirinya sendiri.

"Hayoo. Lagi melamunkan Naruto ya?" Tentenpun duduk di samping Hinata dengan 2 gelas jus jeruk di tangannya.

"Eh?"

"Hahahaha lucu sekali raut wajahmu Hime-sama"

"Nee-chan buat aku terkejut aja"

"Nih minum" kata Tenten sambil menyodorkan segelas jus jeruk tadi.

Hinata pun meminum jus itu sampai habis.

"Wah wah sekarang udah suka ya sama jus jeruk? Apa karena warnanya mengingatkan seseorang?"

Deg

Jantung Hinata berdegup. Entah mengapa kali ini lebih cepat dari biasanya.

"Hei Nata-chan, aku hanya bercanda"

"Ga lucu tau" Hinata memanyunkan bibirnya.

"Hahahahahha gomen Hime-sama" kata Tenten sambil menyatukan kedua telapak tangannya tanda memohon namun hanya dibalas dengusan oleh Hinata.

"Bagaimana ya keadaan Naruto-san. Apa dia udah pulang ke rumah?" Gumam Tenten tentu dengan suara sedikit kuat agat Hinata mendengarkan.

Hinata yang mendengar nama Naruto disebut segera mengalihkan pandangannya ke arah Tenten.

"Ada apa Hime-sama?" Tanya Tenten pura-pura tidak mengerti.

"Ano, kapan kita kembali ke sekolah?"

"Tentu saja setelah libur selesai, masih ada waktu 2 minggu lagi"

"Tidak bisa besok?"

"No no no. Aku masih mau berduaan dengan Neji-kun"

"Huuhh selalu memikirkan perasaan sendiri" gumam Hinata.

"Kau bilang apa Nata-chan?"

"Ha? Tidak ada kok. Hehehehehe"

Mereka pun menghabiskan waktu dengan mengobrol. Terkadang Hinata berdansa dengan tamu-tamu undangan.

Waktu menunjukkan pukul 00.00, Hinata mulai bosan dan beranjak ke luar menuju taman Istana yang terletak di belakang aula yang digunakan untuk pesta itu.

Kaki-kaki mungilnya menuntunnya menuju taman yang ditumbuhi pohon dan bunga-bunga yang disusun seperti sebuah maze.

Dengan mengangkat sedikit gaunnya yang menapak tanah, dia pun hampir sampai pada tengah taman. Telinganya mendengar suara air mancur yang berada di tengah taman ini.

Sedari kecil Hinata terbiasa bermain di taman ini, sehingga dia telah mengingat setiap inchi dan liku yang ada di taman ini.

Kaki itu sebentar lagi akan sampai pada tujuannya, namun harus berhenti di tengah jalan karena dia mendengarkan suara alunan gitar dan nyanyian merdu dari seseorang.

Perlahan dia mulai mendekat menuju sumber suara.

Jreng jreng

'Kan aku dengarkan bisikan suaramu
Yang menggema di sekitar telingaku.
Kan aku buktikan tulusnya cintaku
Yang aku beri padamu oh kasih

Saat ku mulai saja berubah
Hatiku tak dapat menahan beban
Rasa rindu ini
Yang ingin berjumpa
Dengan kekasih lama
Yang tak kunjung datang

Jreng jreng jreng

Pergilah hatiku carilah kekasihku
Ikuti angin ini yang membawamu pergi.
Mentari pagi menyinari alam luas
Berikan kehangatan dengan harapan yang tak Henti-hentinya...
Mengorbankan.....
Rasa rindu ini......'

Hinata membeku di tempatnya. Dia begitu terhanyut dengan lagu itu. Namun, dia tak mengenali pemuda yang menyanyikan lagu itu karena tudung hitam yang digunakannya.

"Ano tuan, bagaimana kau bisa sampai di tempat ini?" Hinata mencoba memberanikan dirinya untuk bertanya dengan lelaki misterius yang duduk di tengah taman ini.

Pemuda itu membalikkan badannya. Lalu setelah beberapa saat, dia pergi dari tempat itu.

Suasana yang redup membuat Hinata tak mampu mengenali siapa pemuda itu.

"Siapa dia? Kenapa perasaanku mengatakan bahwa aku mengenalnya?"

Hinata memegang dadanya tang tiba-tiba berdebar. "Ada apa ini?" Gumamnya.

Hinata bergelut dengan fikirannya sendiri. Dia duduk di tengah taman itu sambil mencoba mencari tau apa yang terjadi dengan jantungnya yang tiba-tiba berdebar.

Bunga lavender yang berada di tengah-tengah taman itu mengeluarkan aroma yang sangat menenangkan.

"Wanginya...." Kata Hinata. "Eh, tapi seperti ada bau asing. Ini bukan sepenuhnya bau lavender. Ini lebih hangat" kembali dia bergumam.

Dipejamkannya mata bulanya dan mencoba menikmati aroma yang menenangkan itu.

TBC

My Lovely PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang