# 2 ; Fog

374 55 4
                                    

What if you left this behind

Without any meaning?

What if I'm imagining things by myself?

That makes me sad like the coming fog

Stay clear and stay near me

Don't scatter

Don't go far away

🍁🍁🍁


"Enak?"

"Eum! Galbinya enak sekali."

Mingyu tersenyum melihat pipi Eunha yang menggembung, gadis itu tengah menikmati hidangan di depannya. Sesekali Eunha menatap keluar jendela, menikmati jalan Myeongdong yang ramai dipenuhi pejalan kaki.

"Kan sudah kubilang di sini memang enak makanannya."

Eunha mendongak memandang wajah tampan pemuda bermarga Kim di depannya. Kedua pasang mata itu bertemu, seketika membuat Eunha merasa canggung. Buru-buru ia menurunkan pandangan, berpura-pura fokus pada makanannya kembali. Mingyu menatapnya bingung, "Kenapa?"

"T- tidak," jawab Eunha singkat. Sumpitnya mengacak-acak nasi di mangkuknya pelan, mencoba menetralkan jantung yang berdegup kencang.

"Kau seharusnya mengajakku lebih awal ke sini, tahu?"

"Bukannya kau yang sibuk terus?"

Eunha mendengus kesal, mengundang tawa kecil Mingyu. Pipi Eunha menjadi sasaran cubit gemas pemuda itu. Eunha hanya cemberut kesal.

Kesal karena jantungnya berulah lagi.

"Tapi acara yang kemarin sudah selesai kan? Tinggal laporan saja," tanya Mingyu. Tangannya cekatan memainkan sumpit lalu menyodorkan mandu yang baru ia ambil pada Eunha.

"Ayo makan, biar pipimu lebih empuk waktu kucubit."

'Kim Mingyu, berhentilah bersikap manis padaku.'

"Eo? Mingyu oppa?"

Gadis bermarga Jung itu menoleh begitu mendengar suara seorang perempuan menyapa Mingyu.

"Doyeon-i?"

Gadis -yang nampaknya masih anak SMA- yang tadi menyapa Mingyu segera duduk di samping pemuda itu dan memeluknya, "Aigoo aku benar! Lama tak bertemu, Mingyu oppa!"

Eunha hanya terpana begitu melihat Mingyu yang tersenyum manis dan membelai rambut Doyeon dengan penuh kasih sayang.

"Kau cantik sekali, Doyeon-i. Aku sampai tak mengenalimu tadi."

Apa apaan itu?

🍁🍁🍁


"Dia lebih memilih Seokmin. Aku-"

"Hm?"

"Dia anggap apa aku yang selama ini menemaninya? Apa aku ini tidak berharga?!"

Eunha mencoba melempar bola basket ke ring, namun gagal. "Karena baginya Seokmin spesial?"

"Apa itu artinya aku tidak spesial?"

Gadis berambut pendek itu tersenyum, "Bukan begitu. Kau spesial, tapi ya... hanya spesial. Tidak melebihi Seokmin di mata Yuna."

Mingyu menangkap bola yang memantul di tanah, ekspresinya susah dibaca. Yang jelas kemarahan, kesedihan, dan kecewa tergambar jelas di wajahnya.

"Aku kurang apa dibanding Lee Seokmin?"

"Mana aku tahu," Eunha menjeda, "Cinta tak memilih pada siapa ia akan jatuh. Bukan kesempurnaan alasan dari cinta, tapi cinta itu sendiri yang membuat sempurna."

"...."

"Kau tak perlu meniru Seokmin, aku yakin kau akan menemukan seseorang yang akan menerimamu apa adanya. Yah, yang jelas bukan Choi Yuna."

Hening kembali menyelimuti lapangan basket sungai Han itu. Hanya suara bola yang mengenai lantai semen yang dingin, dan langkah kaki Eunha menuju bangku di tepi lapangan.

"Ya Jung Eunha,"

Yang dipanggil berhenti melangkah dan menoleh, "Hm?"

"Terimakasih."

Eunha mendengus, "No need to."

"Let's get along well, Miss Jung," balas Mingyu dengan senyuman manis.

Dan di waktu itu juga, Eunha tahu kupu-kupu mulai beterbangan di perutnya.

🍁🍁🍁

"Iseng."

Sebuah kelopak putih jatuh.

"Tulus."

Satu kelopak menyusul lagi.

"...Iseng-"

Dan kelopak terakhir jatuh. Bersamaan dengan helaan napas berat Eunha.

"Aku memang bukan apa-apa dibanding gadis itu," gumam Eunha seraya tertawa pahit. Di pangkuannya tergeletak ponsel yang membuka profil instagram bernama dddoyeon.

Ya gadis yang tadi memeluk Mingyu.

Seorang model, siswi Busan of Performing Arts High School, dan juga...kekasih Mingyu, mungkin?

Tampak banyak foto mesra mereka berdua yang diunggah Doyeon. Keduanya nampak serasi, dan bahagia.

Kontras dengan perasaan Eunha saat ini.

"Kenapa dia terus memperhatikanku saat dia memiliki kekasih sesempurna itu?" tanya Eunha dengan lirih ke angin musim gugur yang berembus.

Gadis itu menatap langit biru yang dihiasi awan. Tangannya ia masukkan ke hoodie, bersandar, dan memejamkan mata. Mencoba merilekskan perasaan yang kacau.

Sayangnya Mingyu terus muncul di pikirannya.

Saat Mingyu pertama kali mengakuinya teman.

Saat pagi dimana pemuda itu menunggunya dengan senyum manis di pagar rumahnya, menunggu untuk berangkat bersama.

Saat Mingyu rela menemaninya begadang di perpustakaan pusat sampai ketiduran.

Saat Mingyu mengusap pipinya yang belepotan es krim.

Saat Mingyu menariknya ke pusat game ketika ia stress dengan kuliahnya.

Saat Mingyu-

"Apa aku yang salah mengartikan perlakuannya? Apa aku yang terlalu berharap? Apa aku.. yang salah?"

ㅡ to be continue.

✔ Contrail - mingyu eunha Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang