Chapter 1

2.1K 211 29
                                    

Ketika aku menengadah di teras sekolahku aku melihat awan-awan mendung yang nampak mulai memenuhi langit. Aku mengadahkan tanganku untuk mengetes apakah hujan sudah turun---aku merasa tanganku basah oleh beberapa tetesan kecil air hujan dan itu membuatku membuka tas punggungku dan mengambil sebuah payung berwarna putih.

"Ai'Bas kau ingin pulang?" tanya teman sekelasku. Aku mengangguk dengan tersenyum. Dan bersiap-siap untuk pulang.

"Ya, aku ingin pulang. Kenapa?"

Temanku nampak menggelengkan kepalanya, "Tidak... Bukan apa-apa sih... Cuma kan sedang turun hujan... Apa tidak apa-apa?" kedua manik temannya itu melirik payung putihku dan langit yang menangis secara bergiliran.

Aku mengangguk, "Tidak apa-apa. Kan cuma hujan," balasku binggung. Memangnya ada yang salah kalau ia ingin pulang sendiri? Toh... Daddy memang tidak bisa menjemputku. Aku juga sudah 13 tahun! Sebentar lagi umurku 15 tahun, jadi tidak apa-apa kan?

"Memangnya ayah Bass kemana?"

"...sedang meeting..."

"Eh?"

Aku membalasnya dengan tersenyum khas.

Lalu aku mulai berjalan untuk pulang.

Aku bukan lagi Bass yang manja... Sejak umurku 7 tahun setelah mommyku meninggal, aku mulai mengerti kesibukan daddy. Daddy adalah seorang pemimpin di perusahaannya. Lagi pula walaupun sibuk, terkadang daddy menemaniku ketika ingin tidur dengan membacakan dongeng-dongeng. Itu adalah saat-saat yang menyenangkan! Tidak apa-apa walaupun terkadang daddy tidak bisa menjemputku... Asal daddy selalu sayang padaku... Asal daddy selalu bersamaku...

.

.

.

Sebenarnya memang tidak butuh waktu yang lama untuk sampai rumah. Kira-kira cuma 15 menit saja. Sekarang aku sudah masuk ke dalam rumah dan melepas sepatuku lalu meletakkannya ke rak sepatu. Kalau dipikir-pikir rumahku sekarang sepi. Daddy tidak pernah memperkerjakan orang. Paling cuma bibi Arm yang daddy pekerjakan sebagai orang yang memasak di rumah ini. Seluruhnya sih tidak. Kata daddy itu semua karena daddy tidak percaya lagi. Dulu ketika aku umur 8 tahun sejak setahun mommy meninggal, daddy memperkejakan beberapa pembantu---percayalah padaku, mereka pembantu yang mengerikan... Selalu memukuliku ketika daddy tidak ada di rumah. Dan sewaktu daddy mengetahui itu semua, daddy langsung memecat pembantu-pembantu itu.

Lagi pula rumah kami tidak besar. Hanya rumah modern dengan 2 lantai. Membersihkannya pun paling bibi Arm yang melakukannya.

"Bibi Arm apa kau di rumah?" aku mencoba memanggil. Namun tidak ada sahutan.

Mungkin bibi Arm sudah pulang. Bibi Arm memang hanya bekerja setengah hari. Setelah memasakkan makanan untukku dan membersikan rumah, bibi Arm bisa pulang kerumahnya.

Baiklah kalau begitu... Dengan mengendikkan bahuku, aku berjalan cepat menuju kamarku yang berada di lantai dua dan langsung memasuki kamar dengan pintu bertulis, "Bass's Room".

Aku meletakkan tasku dan segera mengganti seragam sekolahku---memang susah melepaskan baju atasanku karena banyak kancing-kancing yang harus aku lepas. Dengan perjuangan yang sangat berat akhirnya aku dapat melepaskan kancing-kancing bajuku itu! Hahaha rasanya bangga sekali!

Setelah itu aku segera mencari kaus yang akan kugunakan. Akupun memilih kaus putih bertulisan abstrak.

Dengan segera aku mengambil buku matematikaku---hari ini adalah hari yang berat karena PR matematika yang begitu banyak. Aku tidak mengeluh! Hanya merasa lelah sekali.

Sebaiknya aku mengerjakan PR-ku ini sembari menunggu daddy pulang.

Tak berapa lama kemudian aku mengerjakan PR-ku itu dengan tekun dan diam. Walaupun sesekali aku bingung bagaimana memecahkan soal-soal matematika itu. Rasanya susah sekali memahami pelajaran matematika. Tetapi daddy pintar matematika! Dia bisa mengerjakan soal matematika dengan cepat lalu mengajariku dengan rumus yang sederhana. Aku suka cara mengajar daddy. Daripada guruku yang ada disekolah? Terkadang aku tak dapat mengerti apa yang guruku ucapkan...

Sebuah ArtiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang