P0. Pelarian

815 68 11
                                    

Lunzig, Eurasia, 584 N.A

Satu peluru lewat di dekat telinga kiri Katarina.

Tidak mau ada peluru lagi yang melintas dekat kepalanya, gadis itu pun menunduk, menenggelamkan diri lebih dalam ke dalam dekapan pemuda yang membawanya. Di kondisi normal, mungkin kedekatan ini akan mendatangkan masalah tersendiri bagi Katarina. Namun sekarang, selain kelangsungan nyawa untuk satu jam ke depan, ia tidak bisa memikirkan apa pun.

Peluru-peluru kembali berdatangan. Kedua lengan Katarina mengalungi leher lelaki di sisinya lebih kuat. Nyawanya benar-benar bergantung pada pemuda ini, tidak lagi hanya bermakna kiasan puitis. Gawatnya, daya pegangannya, dengan seluruh hujan dan dingin yang menyapu Lunzig sampai ke bawah batas derajat celcius membuat tenaganya selemah jaring laba-laba. Mengancam untuk hancur kapan pun ia lengah.

Satu tangan mendorong belakang kepala Katarina. "Sembunyikan kepalamu!"

Katarina menuruti perintah itu tanpa jawaban lisan. Disembunyikannya tiap jengkal wajah yang mungkin akan tampak dari luar. Dikencangkannya syal yang menutupi wajahnya, menyisakan hanya kedua mata kelamnya yang terlihat, menembus angin malam yang menderu kencang di sekeliling mereka.

Percikan air hujan menciprati mata Katarina yang tidak tertutup. Lampu-lampu kota berlalu dengan cepat di kanan dan kirinya. Suara-suara terkejut puluhan orang terdengar dari bawah. Suara para tentara Eurasia terdengar di antara serbuan hujan, memerintahkan seluruh warga ipil untuk menjauh.

Samar-samar, Katarina dapat mendengar kata 'Pemberontak' dan 'Melarikan Diri'.

Ia baru akan memikirkan betapa ironi komando itu ketika tembakan yang mulai mendekat membuat mereka turun kembali ke jalan yang sepi. Lompat dari puncak apartemen tempat mereka berpijak.

Katarina menggigit bibir. Tidak perlu memiliki acrophobia untuk ngeri saat jatuh dari gedung setinggi lima ratus meter.

Angin dari ketinggian menulikan pendengaran Katarina untuk sesaat dan selama jatuh, ia berharap suara tembakan tidak akan lagi mengejar mereka.

Dugaannya salah.

Sekalipun sudah sampai di bawah, hujan peluru masih dapat mengejar mereka. Tidak terdengar menjauh sama sekali.

Katarina merasa ada yang aneh. Ia yakin pemuda ini sudah berlari sempurna tanpa menimbulkan suara sama sekali. Namun entah bagaimana, tangan-tangan Aliansi tetap bisa mengekori ke mana pun mereka pergi, seakan-akan tubuh mereka berdua memancarkan sinyal pelacak.

Tidak mungkin, Katarina membantah dalam hati. Nathaniel sudah memastikan sudah tidak ada pelacak yang ditanamkan di bawah kulit kami.

Diam-diam ia mendongak, tanpa sengaja sekali lagi berharap pada pemuda ini, berharap pemuda itu tidak ketakutan seperti halnya dia sekarang.

Dan memang demikian adanya. Tidak ada ekspresi apa pun yang muncul di wajah pemuda itu.

Sayangnya, ketenangan yang diharapkan Katarina dari melihat wajah sang pemuda tidak muncul. Alih-alih rasa tenang, ekspresi yang tak terbaca itu justru muncul pertanyaan lain di dalam dirinya.

Apa arti ekspresinya saat ini? Kondisi kami aman ataukah ... justru sebaliknya?

Suara bising yang terdengar di atas mereka mengalihkan perhatian Katarina. Aliran angin berubah, menarik mereka ke atas. Katarina mendongak untuk mencari tahu asal aliran angin ini untuk segera menyesalinya sejurus kemudian.

Baling-baling raksasa dengan diameter setidaknya delapan puluh meter yang berputar cepat di atas kepala mereka berdua pastinya bukan pemandangan paling indah di jagat raya. Katarina memerhatikan detail luar pesawat itu. Bukan hal yang disengaja, tapi otaknya tidak mau diajak berdamai di situasi genting. Dari ukuran, pesawat itu termasuk kelas Nasca dengan kapasitas lima puluh orang. Benda itu, dengan ukuran dan kapasitas yang dihapal Katarina di atas cetak biru, sanggup membawa artileri berat dan puluhan kilogram amunisi.

The Free NightingaleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang