Falling Star

27 12 2
                                    

Sepertinya telah terjadi perubahan yang cukup besar antara Stellar dan Rever. Mereka tak lagi hanya saling diam ketika bertemu, namun mereka sudah tak lagi canggung membicarakan hal-hal yang cukup serius. Begitupun Stellar yang memutuskan untuk mengiyakan permintaan Rever soal dirinya. Ia sadar, ia harus berubah dan berusaha mendapatkan keadilan hidup seperti apa yang orang lain dapatkan.

Keadaan fisik Stellar sudah membaik sekarang. Lengannya sudah tidak dibalut apapun, sedangkan kakinya masih dibalut perban yang elastis yang entah apa namanya itu. Namun ia masih tetap menggunakan kruk karena kakinya belum mampu menopang sempurna. Tetapi setidaknya Stellar sudah bisa berjalan lebih cepat dari sebelumnya. Ia butuh banyak refreshing atas keadaannya.

Dan lagi-lagi Stellar mendapat keberuntungan. Orang yang selalu bersamanya adalah Rever yang perhatian. Rever banyak mengajak Stellar berjalan-jalan di sekitar kompleks rumah sakit, dengan seizin Crystal tentunya. Saking seringnya, bahkan malam hari pun Rever mengajak Stellar untuk jalan-jalan. Menikmati angin malam katanya.

Seperti hari ini. Waktu sudah cukup larut, matahari sudah tak tampak sepenuhnya. Tapi Rever tiba-tiba membuka pintu geser ruangan Stellar, masuk tanpa izin seperti biasa, dan mengajak Stellar untuk menikmati angin luar. Hari ini Rever memakai hoodie dan celana training yang agak aneh menurut Stellar, serta tangannya membawa bungkusan kertas yang entah apa itu.

Stellar menyetujui ajakan Rever dengan mengangguk pelan. Kemudian mengambil jaket dan memakainya, salah satu pakaian yang masih bisa ia selamatkan. Tapi ia tidak memakai alas kaki apapun. Tak apa, ia sudah terbiasa dengan tekstur lantai bahkan tanah.

Mereka pun berjalan bersisian menuju tempat yang ingin dituju Rever.

Ternyata Rever membawa Stellar pergi menuju taman belakang yang punya tanah langsung memandang ke arah kota yang belum dibangun. Rumput-rumput tinggi banyak tertanam di sana. Namun tanahnya bersih, sepertinya memang tidak ada orang yang ingin menggembala di sini. Kita bisa memandang langit dengan jelas di sini karena tempat ini adalah ujung tebing. Oke, sekali lagi, pemerintah benar-benar menciptakan fasilitas yang total.

Stellar sedikit ragu untuk menginjakkan kakinya di atas tanah karena rumputnya terlihat tajam. Akan tetapi Rever sudah meninggalkannya menuju ke ujung sana, jadi mau tak mau ia pun harus menyusulnya. Rever sudah duduk di atas batang kayu yang mendatar di atas tanah. Stellar yang telah berhasil menyusul Rever juga memposisikan dirinya di samping Rever.

"Lihatlah ini." Suara Rever memecah keheningan di antara mereka. Tangannya sibuk membuka bungkusan yang tadi ia bawa. Kemudian ia mengeluarkan sesuatu dari dalam bungkusan itu.

Stellar tidak bisa mengatakan apapun ketika melihat apa yang ditunjukkan oleh Rever. Itu susu kalengan. Susu kalengan rasa pisang. Itu aneh, kenapa Rever harus menunjukkannya ke Stellar.

Rever memandang kecewa karena Stellar tak bisa menemukan titik cerah dari niat baiknya membawa susu kalengan tadi. Lantas ia berucap, "Ini susu kaleng rasa pisang. Untukmu, bawalah." Sembari mengambil tangan Stellar dan menyodorkan paksa susu kalengan tadi.

"Untukku?" tanya Stellar heran. Tumben Rever membelikannya sesuatu. "Kenapa?"

"Aku baru membaca sebuah artikel kemarin. Katanya mengonsumsi pisang bisa mengurangi stress dan depresi. Karena aku tidak bisa mendapatkan pisang di sekitar sini, jadi aku membawakanmu itu. Siapa tau membantu," Rever terkekeh kecil, menyadari kebodohannya.

"Haha, terima kasih lho. Aku suka ini ngomong-ngomong." Tanpa basa-basi lagi Stellar membuka kaleng susu itu dan meminumnya.

Rever yang melihatnya ikut membuka kaleng susunya. Keheningan kembali menyelimuti mereka. Mereka berdua sama-sama memandang langit malam yang tampaknya cerah. Bintang-bintang bertebaran membentuk keindahan tersendiri.

[1] TRUST ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang