Approaching Dream

20 8 0
                                    

"Rever, kenapa kau membawaku pergi?"

Charlotte baru bisa bicara setelah Rever tergesa-gesa membawanya pergi dari rumah sakit. Alisnya bertaut, memandang Rever dengan pandangan bingung.

"Justru aku yang harus tanya, kenapa kau pergi bersama Stellar?"

Perasaan Rever bercampur aduk. Dia bingung apa yang harus dilakukan. Ia harus di pihak siapa. Mengapa ia tak bisa menjaga perasaannya tetap berada di satu tempat, satu tujuan. Kenapa tekadnya untuk membela salah satu, justru dihancurkan oleh keinginannya yang lain.

Ia tak tahu siapa yang salah. Ia tak tahu apakah justru dirinya yang salah. Sesaat ia merasa tak tahu apapun yang terjadi selama ini.

Bolehkah baginya untuk memilih?

"Kau bermaksud melarangku pergi dengannya?"

Kali ini Charlotte yang berubah ragu. Apakah segala rasa yang ia bangun selama ini, hanyalah kesia-siaan belaka. Benarkah rasa benci tak akan mengalahkan rasa sayang yang selama ini masih mendekam di sudut hatinya. Katakan bahwa semua yang ia lakukan selama ini hanyalah semu.

Benar, ia juga tak tahu. Perasaan seseorang akan selalu berubah mengikuti keadaan sekitarnya. Ia mungkin belum mengerti sampai sekarang, bahwa ia pun bisa berubah. Dan apakah ia berubah?

Apakah kepercayaan yang sudah ia buat akan hilang?

"Kau tahu. Aku sudah melihatnya dari awal, apa yang kau katakan. Apa yang Stellar katakan. Apa yang kalian katakan, apa yang kalian pikirkan. Semua nyata, semua terjadi begitu saja. Tidak ada yang perlu disesalkan."

Rever memandang Charlotte, lantas tersenyum. "Ayo ikut denganku."

*..*

"Kau sungguhan mengajakku kemari?"

Yang ditanya tersenyum kecil. "Aku kan sudah pernah bilang kalau mau kesini."

Stellar tampak mengingat-ingat. Memang benar kalau Jae pernah bilang ia ingin kesini. Tempatnya melihat bintang jatuh. Waktu itu kan mereka memang sudah mau melihat bintang jatuh, tapi kan hujan.

"Ah iya. Benar juga, waktu itu kan hujan." Stellar tertawa kecil. Tak menyangka kalau keinginan Jae untuk melihat bintang jatuh sudah membuatnya seperti anak kecil.

"Aku sudah memastikannya untuk hari ini." Jae mengambil tempat dan menyisakan tempat di sampingnya untuk Stellar. "Suhu udaranya tidak panas tadi, jadi sekarang tidak akan hujan kan? Lihat, langitnya cerah juga."

"Memangnya cerah jaminan kita bisa melihat bintang jatuh?"

Jae melirik Stellar. "Kau melihat bintang jatuh, tapi tidak tau aturan kapan bintang jatuh akan datang?"

"Mana aku tau. Kan aku diajak," jawab Stellar sambil cemberut. Kan memang benar kalau dia hanya diajak Rever, mana dia tahu soal kapan bintangnya akan jatuh.

Jae tertawa hingga matanya menyipit. "Tapi masalahnya, aku juga tidak tau kapan kita bisa melihat bintang jatuh. Yang aku tau cuma kalau langitnya cerah, bintang akan terlihat. Soal jatuh atau tidaknya, kita berdoa saja lah ya." Jae tersenyum miris sambil menepuk-nepuk bahu Stellar.

"Tapi Jae."

"Kalau kau melihat bintang jatuh, permohonan apa yang mau kau buat?"

Benar juga, Jae tidak begitu memikirkannya. Sesaat terbesit sebuah keinginan dalam benak Jae. Keinginan, suatu keinginan yang rasanya terlalu sulit untuk diwujudkan. Apakah salah jika punya keinginan seperti itu, bolehkah ia berharap untuk itu?

Ia bimbang. Ketika ia mengharapkan atas sesuatu, mengapa justru sesuatu itu mengharapkan yang lain. Apakah tak ada sedikitpun tempat untuknya, sekadar untuk menjadi salah satu pengisi hidup untuknya. Hanya kali ini, bolehkah ia berharap?

[1] TRUST ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang