1. Kaos Kaki Valdo

257 31 2
                                    

"Astaga!" ujar Nanda spontan ketika baru saja membuka pintu kamarnya dan langsung disuguhi pemandangan Valdo yang berlari melewati depan kamarnya.

"Ngapain lo Do?" tanyanya sambil berjalan ke arah Valdo.

"Nyari kaos kaki bang," jawab Valdo tanpa menoleh kini lelaki itu tengah berjongkok di sebelah rak sepatu.

"Lha kaos kakinya lo taruh mana?" tanya Nanda.

"Bang, kalo gue tahu ya gak gue cariin."

Ya sih.

Bego juga si Nanda.

Efek bangun tidur mah gitu.

"Ya gue tanya," omel Nanda tidak terima. Dia menjauh dari sana dan berjalan ke dapur.

"Di kamar lo udah dicari belom?" teriak Nanda.

"Udah, gak ada," Valdo balas teriak.

"Pakaian kotor? Kali belum lo cuci," Nanda mengambil air mineral dari dispenser dan menenggak isinya.

"Gak ada, udah lama gak gue pake."

"Jemuran?"

Sudah dikatakan kalau Valdo lama tidak memakai kaos kaki itu, lelaki tampan satu ini masih memikirkan kemungkinan kaos kaki itu ada di jemuran. Ya, maklumi saja sikap Nanda.

"Gak ada."

"Laundry kali."

Sunyi.

Dahi Nanda berkerut, dia keluar dari dapur dengan membawa setengah gelas air.

"Ya bener ya? Lo laundry ya?" desak Nanda curiga. "Terus lo lupa ngambil."

"Masa iya?" Valdo menggaruk kepalanya yang sedikit gatal.

Mendadak Valdo merasa terpengaruhi Nanda. Padahal mana mungkin dia hanya melaundry sepasang kaos kaki? Karena seingat Valdo hanya kaos kaki itu yang tidak ada di lemarinya. Ya seingat dia begitu.

"Pake kaos kaki lainlah," perintah Nanda.

"Hmm," Valdo hanya bergumam dan meninggalkan Nanda menuju kamarnya. Sebenarnya, dia sedang ingin memakai kaos kaki yang dicarinya saat ini. Sudah lama dia tidak memakainya.

*

Valdo tengah sibuk di hadapan laptopnya. Akhir bulan seperti ini bisa menjadi anugrah sekaligus bencana untuk orang dengan profesi sepertinya. Anugrah karena sebentar lagi dia akan menerima gaji, bencana karena dia harus menyelesaikan rekapitulasi laporan keuangan, neraca dan sebagainya. Memusingkan memang, saat karyawan lain fokus pada kebahagiaannya menerima gaji seorang akuntan justru harus disibukkan dengan pekerjaannya yang paling utama.

Ketukan di pintu kamar Valdo membuat lelaki itu mendongak, "Ya?" teriaknya.

"Makan!" seseorang di luar sana balas berteriak.

Satu kata.

Tidak lebih.

Siapa lagi kalau bukan Marvin? Coba saja kalau itu Nanda, pasti diksinya akan berbeda.

"Nanggung ini," gumam Valdo yang hanya bisa didengar oleh dirinya sendiri.

Sebenarnya, meskipun Valdo mendapat gelar 'ceroboh' dari Marvin, tapi Valdo selalu berusaha melakukan yang terbaik untuk pekerjaannya. Tidak ada kata ceroboh, tidak ada main-main -- ya kecuali main mata dengan staff-staff cantik. Dia sangat serius, teliti dan berhati-hati jika menyangkut soal pekerjaannya seperti sekarang. Jadi saat seperti ini rasanya dia tidak mau membagi pekerjaannya dengan rutinitas lain.

Ketukan di pintu itu terdengar lagi.

"Do, lo mau makan sekarang gak? Ato mau gue simpenin aja makanannya biar lo bisa makan sendiri ntar malem?"

RANDOM LINE (Slow Update)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang