3. Gunting Dapur

129 19 3
                                    

'Pangsit Rebus' memanggil...

Nanda mengelap tangan di celemek dan meraih ponsel yang dia letakkan di sebelahnya. Beruntung dia tidak sedang memasak, jadi dia bisa mengangkat panggilan dari Marvin.

Ya benar, Pangsit Rebus itu nama yang baru-baru ini Nanda gunakan untuk menamai kontak Marvin di ponselnya -- jelas Marvin tidak tahu akan hal ini. Alasannya? Tentu saja Nanda terinspirasi dari cerita beberapa waktu lalu ketika Marvin berkata bahwa ibunya memanggilnya dengan sebutan 'pangsit rebus'

"Halo, apa Vin?" tanya Nanda langsung.

'Gunting dapur dimana?' tanpa merasa perlu menjawab sapaan 'halo' yang Nanda lontarkan, Marvin segera bertanya tentang apa yang dia butuhkan.

"Ya di dapur."

'Gak ada.'

"Cari, jangan males."

'Gak ada di tempat biasanya.'

"Makanya dicari."

'Udah.'

"Tanya Valdo."

'Gak tau katanya. Ya udahlah.'

"Hmm."

'Wassalamu'alaikum.'

"Wa'alaikumussalam."

Yang membuat Nanda senang, seburuk-buruknya perangai Marvin, dia tidak akan lupa mengucapkan salam ketika mengakhiri perbincangan.

Tapi tunggu, lalu kenapa dia tidak memulai panggilan telepon mereka dengan salam juga?

Nanda menghela nafas tidak habis pikir, lalu kembali mengantongi ponselnya. Perangai Marvin tidak penting untuk dipikirkan.

*

Pukul sebelas malam Nanda sampai di rumah kontrakan mereka bertiga. Lampu depan sudah padam, namun suara televisi masih terdengar samar. Saat memasuki ruang tengah dia dapat melihat Marvin dan Valdo yang sedang menonton dvd.

"Gunting ketemu?" tanya Nanda sambil mendudukkan dirinya di sebelah Valdo.

"Enggak," jawab Marvin singkat.

"Bang, yang kapan hari abang gunting celana itu bukannya pake gunting dapur?" Valdo menoleh ke arah Nanda.

Dahi Nanda mengernyit, kapan dia melakukan itu?

"Yang bang Nanda gelesotan di tengah pintu kamar gunting celana abang yang lututnya robek."

Oh baiklah, Nanda ingat sekarang. Dia bergidik ngeri ketika matanya bertemu dengan mata Marvin -- yang menatapnya tajam.

"Iya, terus gue beliin yang baru buat dapur. Warna item juga," ujar Nanda.

"Mana? Gak ada," Marvin menyahut.

"Ada, masa gak ada?"

Duduk diantara kedua kakaknya, Valdo memutuskan untuk berusaha tetap fokus menatap layar televisi. Sedikit heran dengan kelakuan keduanya yang masih meributkan masalah gunting dapur. Tinggal membeli lagi, apa susahnya? Tapi dia mendengus ketika mengingat tadi sore Marvin terlalu malas melangkahkan kaki untuk membeli gunting di toserba seberang gang.

"Abang liat sendiri di dapur."

"Lha kan lo yang butuh."

Baiklah, keributan terus berlanjut.

"Udah gak."

"Ya udah."

"Harusnya gunting dapur jangan dipake gunting celana."

"Kan gue bilang udah beliin yang baru."

"Tapi gak ada."

"Ya udah besok beli lagi ah, gitu aja ribut," Valdo kesal juga akhirnya.

"Hmm."

Kembali Valdo mendengus kesal mendengar gumaman Marvin. Sementara Nanda mengangkat bahu lalu berniat mengambil minum ke dapur. Usai membasahi kerongkongannya lelaki itu berniat mencari gunting yang baru dibelinya beberapa hari lalu. Mendadak merasa penasaran. Memang benar guntingnya tidak ada di tempat biasanya. Tapi Nanda terus mencari, bahkan di rak dan laci-laci. Hingga dia membuka laci berisi cadangan makanan ringan lalu melihat gunting itu berada di sana.

"Marvin, ini guntingnya ada di laci snack. Tadi kan gue bilang cari dulu," teriakan Nanda tiba-tiba memenuhi rumah kontrakan mereka.

"Astaga," Valdo menggeleng tidak habis pikir dengan sikap Nanda yang terus membahas hal yang sama.

"Males," Marvin balas berteriak, tidak peduli dengan Valdo yang merasa kupingnya mendadak berdenging. Bagaimana lagi? Marvin sepertinya mengeluarkan tenaga yang sama dalam berteriak seperti saat dia mengajar.

"Jangan males-maleslah," ujar Nanda dalam perjalanannya kembali ke ruang tengah.

"Ya makanya jangan ditaruh di tempat yang bukan tempatnya."

"Bukan gue yang naroh."

"Valdo pasti."

"Heh apa?" Valdo mendadak menoleh bergantian ke arah keduanya mendengar Marvin menyebut namanya. "Nggak."

"Terus siapa? Bukan gue," Nanda masih ngeyel.

"Pastinya bukan gue juga," Marvin berkata dengan nada yang menyebalkan.

"Kalopun emang gue terus gue lupa ya harusnya bang Marvin nyari pas butuh tadi," mendadak Valdo jadi semangat untuk ikut dalam keributan tidak penting itu.

"Gue kan males."

"Nah itu, ya jangan males, kan butuh."

"Ya masa lo yang salah naroh terus gue yang tanggung jawab nyari?"

"Kalian ya harusnya gak boleh lupa gak boleh males."

"Bang Nanda, namanya lupa ya gak disengajalah, gak bisa direncanain juga. Harusnya bang Nanda juga gak sembarangan make gunting dapur buat gunting celana kapan itu."

Dan ternyata keributan itu benar-benar meramaikan suasana malam di rumah kontrakan nomor 7 hingga beberapa menit kemudian.

Benar-benar hal yang tidak penting untuk dibahas orang waras. Tapi berhubung tingkat kewarasan ketiganya perlu dipertanyakan, jadi ya sudahlah.

End

RANDOM LINE (Slow Update)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang