BAB 7 - MENGHINDAR

50 9 8
                                    

KESYA

Pagi menyingsing. Senin, seperti biasanya ku mulai dengan menggunakan seragam lengkap, rambut rapi, dan tas berisikan buku, menghias pundakku. Namun sedikit tambahan berbeda yaitu mata yang sembab menghiasi wajahku.

Ya.. Sehari ku gunakan hanya untuk menangis. Entah apa yang membuat ku menangis, ini sedikit aneh. Dan tambah aneh ketika kedatangan Chris. Kemarin Chris mendatangi rumahku. Namun, aku tidak ingin menemuinya dengan dalih sedang mengerjakan PR.

Kujejakkan kakiku di atas tangga yang terhubung ke ruang keluarga. Aku langsung memasuki ruang makan untuk ikut bergabung bersama mama dan papa.

"Pagi ma.. pa.." Sapaku sambil mengecup pipi kedua orang tuaku.

"Pagi sayang..." balas mereka serentak.

Kumulai mengambil sehelai roti dan mengolesinya dengan selai stroberi kesukaanku. Kulahap kurang dari 5 menit lalu mulai menenggak habis segelas susu putih di sebelah kananku. Aku mulai beranjak dari kursiku.

"Ma.. Pa.. Kesya berangkat dulu ya." pamitku sambil menyalam kedua tangan orang tuaku.

"Hati - hati ya sayang. Kalau pulang sekolah langsung pulang ya... " balas mama sambil memperingatkan.

***

Kuperhatikan sederet angka dihadapanku sekarang. Ya... now is the examination of mathemathic. Tak heran seluruh isi kelas begitu sunyi dan lebih tertarik untuk segera mengerjakan soal - soal.

Kulihat sekali lagi jawaban yang telah kutorehkan ke atas kertas jawabanku. Dan memeriksa apabila ada yang salah, karena waktu tinggal tersisa 5 menit lagi.

Setelah bu Fara mengumpulkan kertas jawaban kami, semuanya bergegas ke kantin untuk mengisi perut yang sudah keroncongan, karena ini merupakan waktu istirahat.

"Astaga... beku otak gue." gerutu Jesia sambil berjalan malas ke arah mejaku.

Oh iya. Dia memang ter-anti akan matematika diantara kami bertiga. Dia bahkan loncat loncat bergembira ketika mendapatkan nilai 65 dalam ulangan 3 bulan yang lalu. Karena itu merupakan nilai tertinggi yang ia dapatkan selama ini.

"Kes... kantin yuk... laper nih.. " cerocos Trisia sambil memegang perutnya dengan sedikit rengekannya.

"Iya... iya... deh.." balasku mengabulkan.

***

Aku beserta kedua sahabatku telah berada di bangku yang telah kami pilih untuk kami tempati saat makan. Keduanya mulai melahap makanan begitu juga denganku, hingga Jesia mulai membuka pembicaraan.

"Oh iya Kes, kemarin lo kenapa buru buru pulang? Pakai acara sms-an lagi. Kan bisa pamitan dulu." tanya Jesia penasaran sambil masih berkutat pada mi ayamnya yang nampak me-merah akibat sambel.

"Eee... gak. Kemarin mama pengen... ke.. arisan. Iya mama mau ke arisan jadi mobil mau dipakai. Makanya gue buru-buru pulang. Hehe..." jelas ku sedikit gelagapan.

"Ooo... tapi kan lo bisa pamitan bentaran ke kita kita. Lagipula nyokap lo gk buru-buru amat kan." balas Trisia sambil mengaduk jus alpukatnya.

"Iya deh sori..." ucapku sedikit menyesal.

"Ekhem..." seseorang berdehem. Dan tanpa ku lihat, aku tahu siapa itu.

"Aku ke toilet bentar ya." pamitku

Tanpa menunggu lama lagi, ku perlebar langkahku menuju pintu keluar kantin tapi, setelah keluar dari kantin, seseorang menahan tangan kananku dan itu....

***

CHRIS

Kuperhatikan gadis yang notabenenya merupakan pacarku. Dari awal masuk kantin, gelagatnya terlihat aneh, seperti sedang menghindariku. Apa karena gak dijemput pagi ini ya? Kuputuskan untuk menghampiri meja yang tak jauh dari tempatku.

"Ekhem..." ku mulai dengan berdehem.

Dia tidak menoleh, tapi malah permisi dari hadapan kami untuk pergi ke toilet. Sepertinya memang ada yang aneh. Ku hampiri dia ketika mulai keluar dari kantin sambil mencekal tangannya.

"Lo kenapa sih?" tanya ku perlahan sambil masih menggenggam tangannya.

"Lepas gak!" desisnya sambil menghempaskan tanganku.

"Lo marah karena gak gue jemput tadi pagi?" Sambungku.

"Mau lo jemput atau enggak, bukan urusan gue." jawabnya sambil hendak berlalu, namun kembali ku cegah.

"Kalau bukan karena tadi pagi, terus kenapa lo marah gak jelas gini?" ucapku sedikit menggodanya.

"Gak usah sok manis, gak mempan buat gue. Tapi sama pacar lo itu pasti mempan." balasnya sarkastis.

"Pacar? Kan lo pacar gue." Jawabku.

"Gak usah sok polos." ucapnya sambil hendak berlalu. "O iya. Mulai sekarang gak usah ganggu gue lagi." sambungnya dengan berlalu ke koridor kelasnya dan hal ini tambah membuatku bingung.

***

KESYA

Ku benahi peralatan beserta buku ku kedalam tas ku. Aku harus bergegas karena mungkin pak joko-supir- telah menunggu di parkiran. Setelah pamit dari dua bersaudara itu, ku mulai memasang earphone sambil memutar lagu kesayanganku seperti biasanya.

Ketika mulai keluar dari kelas, seseorang tampak mencekal tanganku dan tanpa menoleh pun aku tahu siapa dia.

"Pulang bareng yuk." ajaknya lembut.

"Gak usah. Supir gue udah di depan." tolakku sambil menghempaskan tangannya.

"Kalau gitu bareng sampai parkiran aja gak papa kan." tawarnya.

"Terserah lo." ucapku menyudahi.

Sampai diparkiran, aku tidak menemukan mobil yang biasanya mengantarkanku. Tanpa pikir panjang, ku putuskan untuk segera menelpon mamaku.

"Halo ma... pak Joko kok belum jemput sih?!" rengekku.

"Maaf ya sayang, mama lupa ngasih tahu kamu kalau pak joko lagi ngantar papa ke luar kota untuk pertemuan." sesal mama.

"Trus... gimana dong ma? Mama jemput Kesya deh kalau gitu." mohon ku

"Ya gak bisa dong sayang. Mama kan lagi di butik nunggu klien mama. Kamu bisa naik taksi kan kalau gak minta anterin si kembar aja atau siapa kek." tolak mama.

"Ya udah deh. Gak papa. Bye mom." ucapku memutuskan sambungan telepon.

Ku lirik Chris masih setia menungguku di samping mobilnya. 'Ni orang pake acara nunggu segala lagi.' batinku.

Ku langkahkan kakiku menuju gerbang sekolah dan mulai mencari taksi yang lewat. Tapi walau sudah menunggu kurang lebih 10 menit, tidak ada satu pun taksi yang lewat di jalanan ini.

titt... tit...

Bunyi klakson mobil yang sedikit memekakkan telinga menjadi perhatian.
Kuperhatikan kaca jendela mobil yang berangsur turun

"Gak pulang?" tanyanya.

"Lagi nyari taksi." jawabku seadanya.

"Mending pulang bareng gue. Mau sampai kapan pun kalau lo nungguin taksi, gak bakalan nongol. Kalau mau dapet taksi harus ke depan sana." jelasnya sambil menunjuk jalan yang kurang lebih 500 meter jauhnya.

Ku perhatikan jam dan sudah menunjukkan pukul 2.30. Dan sekitar sekolah sudah mulai sepi. 'Gimana dong nih. Bareng dia atau nggak ya.' batin ku

"Gak usah banyak mikir. Gue hitung sampe tiga. Kalau gak mau, gue tinggal. Satu... dua... ti_"

"Iya... iya. Gue mau." jawabku.

Ku masuki mobilnya dan dia mulai menyetir dan membelah jalan yang sungguh macet. Selama perjalanan, yang terjadi hanya keheningan. Hingga Chris mulai membuka percakapan yang dapat membungkam mulutku.

******
.
.
.
.
.

Maaf banget kalau aku slow update.
Senin ini aku bakalan UASBN jadi aku harus persiapkan diri.. 😆😅

TYPO BERTEBARAN.....
Doakan author dapet nilai terbaik ya... 🙏🙏💯💯💯💯💯

Most WantedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang