Epilogue

769 43 0
                                    

HATE

13 tahun kemudian...


Gadis itu tampak berlarian di sebuah rumah sakit. Wajahnya menyiratkan rasa kekhawatiran.

Ia masuk kedalam sebuah ruangan dan mendapati seorang pria sedang merintih kesakitan disana. Tak lupa dengan seorang dokter yang sedang memeriksanya.

"Eoh, wasseo? Lihatlah! Betapa keras kepalanya pria ini" omel dokter itu.

Gadis itu tampak masih sangat terkejut saat mendengar kabar bahwa kekasihnya tiba-tiba pingsan saat bekerja.

"Dokter Kim, kenapa kau harus menghubunginya. Lihatlah wajahnya sangat khawatir"

"Lalu apa yang harus kulakukan, Park Jimin! Kau itu sangat keras kepala! Aku sudah menyuruhmu untuk menjaga kesehatanmu. Kau justru memaksakan diri untuk tetap bekerja. Apa yang akan terjadi jika kau pingsan seperti tadi diruang operasi? Nyonya Jeon, tolong nasehati kekasihmu yang keras kepala ini. Aku sudah sangat lelah mengomelinya setiap waktu"

Dokter Kim kemudian pergi meninggalkan mereka berdua.

"Mianhae, Jiwoo~ah. Kau pasti sangat terkejut"

Gadis bernama Jiwoo itu mendekat ke arah Jimin. "Dasar! Pria keras kepala! Kenapa kau tak mendengarkanku!"

Jiwoo langsung memukul kepala pria itu keras. "Aww! Appo! Ya! Aku ini sedang sakit!" kesal Jimin dan mengelus kepalanya yang dipukul oleh Jiwoo.

"Itu hukuman karna kau tidak mendengarkanku, Tuan Park!"

Lalu Jiwoo langsung pergi ke luar meninggalkan Jimin.
"Ya! Bagaimana bisa kau meninggalkan kekasihmu seorang diri, eoh?"

.

Ponsel Jiwoo berdering saat ia sedang berada disebuah swalayan yang berada disamping rumah sakit.

"Ne, waeyo Jungkook?"

"…………"

"Dia baik-baik saja. Aku sedang membeli makanan untuknya"

"…………"

"Ne, arraseo! Aku tutup dulu ya!"

Jiwoo memutuskan sambungan telfonnya dan membawa seluruh bingkisan makanan itu kemeja kasir. Setelah selesai membayarnya, ia langsung menuju rumah sakit dan kembali keruangan Jimin.

Disana, ia mendapati Jimin yang sudah terlelap. Ia menutup pintu pelan dan duduk disamping ranjang Jimin. Ia meletakkan kantong plastik yang ia bawa dan menatap Jimin.

Perlahan-lahan ia merapikan poni Jimin yang menutupi matanya. Senyum manis terukir di wajah gadis itu.

Seketika ia ingat tentang surat yang Jimin berikan padanya 13 tahun yang lalu.

'Jiwoo~ah, mungkin saat kau membaca surat ini aku tidak berada bersamamu. Jiwoo~ah,aku benar-benar merindukanmu. Saat aku sadar dari tidur panjangku, aku pikir aku melihat wajahmu untuk pertama kalinya. Namun aku justru hanya menatap langit-langit berwarna putih. Aku berusaha mencarimu, tapi saat aku bertemu denganmu,aku yakin kau akan senang melihatku. Namun rasa benci yang pertama kali ku lihat di matamu. Kesalahpahaman ini membuatku bingung. Aku tidak tahu harus menjelaskan bagaimana padamu. Aku selalu berusaha keras agar kau percaya padaku,tapi sepertinya itu hanya sia-sia. Jika kau tau yang sebenarnya, kau akan menyalahkan dirimu sendiri. Aku tidak ingin itu terjadi, karna itu aku memutuskan untuk pergi. Menjauh dari hidupmu, membuatmu bahagia seperti sebelumnya. Tanpa kehadiranku yang membuatmu merasa terganggu. Maaf, karena aku sudah menyusahkanmu. Saranghae, Jiwoo~ah'

Setelah itu, Jiwoo mencari tahu segala tentang Jimin. Ia mendapatkan segala informasi dari Dokter Kim.

Jimin menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atasnya di kota New York. Ia melanjutkan pendidikannya keperguruan tinggi dan mengambil jurusan dokter. Dan sekarang ia merupakan salah satu dokter dirumah sakit yang sama dengan Dokter Kim yang berada di Korea. Alasan ia kembali karna ia ingin bertemu dengan Jiwoo. Jiwoo juga bekerja sebagai seorang Jaksa di sebuah kementerian hukum.

Hubungan mereka sudah mencapai 15 tahun. Ingat, mereka bahkan belum memutuskan hubungan ini sejak insiden kebakaran itu. Bahkan saat Jimin melanjutkan pendidikannya diluar negeri.

Jiwoo beralih menatap kearah tangan Jimin yang sedang terpasang selang infus. Ia memegang tangan itu lembut dan kemudian menggenggam tangan itu erat.

Jimin membuka matanya perlahan dan melihat kearah Jiwoo. "Gomawo, karna tidak membenciku lagi"

Jiwoo hanya terkekeh pelan.
"Aigoo, ternyata kau sudah pintar berpura-pura tidur ya?"

"Hahaha, ternyata kau romantis juga"

"Ya!"

Canda tawa memenuhi ruangan itu. Kebahagiaan yang didapatkan dari perjuangan yang sulit itu memang sangat membahagiakan. Sama seperti kedua insan itu.

⇨HATE ⇦

Benci? Itu merupakan salah satu rasa yang dialami seseorang secara alami. Setiap orang pasti pernah membenci seseorang, baik itu orang terdekatnya, atau pun orang lain. Tergantung apa yang terjadi pada diri mereka. Namun hilangkanlah rasa benci itu dari dirimu, itu hanya akan menyakiti dirimu. Semakin berusaha kau membencinya, maka akan semakin sulit melupakannya..

Sekian dari author, terima kasih para readers. Makasih yang udah baca terutama yang vomment cerita author. See you next time!

Hate ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang