Sepenggal cerita

645 60 15
                                    


(namakamu) berjalan sendirian, di bawah rintikan hujan dengan buku-buku tebal dalam dekapannya. Hari sudah larut dan jalanan sudah semakin sepi. Bagaimana tidak, jika jarum jam tangan (namakamu) sudah menunjukkan pukul sembilan.


Tidak biasanya ia pulang selarut ini. Dan tidak biasanya juga ia pulang dengan berjalan kaki. Lebih parahnya lagi ia sendirian.


Biasanya, akan ada Iqbaal yang menjemputnya.


Saat malam atau pun sore, Iqbaal selalu menantinya.


Saat panas atau pun hujan, Iqbaal akan selalu menunggunya.


Saat lama atau pun cepat, Iqbaal juga akan juga akan selalu menanti dan menunggunya dengan sabar.


(namakamu) berhenti berjalan. Menatap kedua ujung sepatunya yang sudah basah. Kemudian pandnagannya teralih untuk menatap jauh ke depan. Tidak berapa lama, terdengar tarikan napas yang penuh beban dari (namakamu).


Bersamaan dengan itu, hujan semakin deras mengguyur. Sementara itu, tidak ada tanda-tanda bahwa (namakamu) akan berlari dan berteduh. Menggerakkan kaki saja rasanya sangat berat.


Air matanya turun. Ia terisak. Hal itu membuat dadanya semakin sesak. Semakin membuat dirinya merasa lebih kecewa terhadap apa yang telah dipilih Iqbaal.


Ia tahu, dirinya bukan perempuan yang sempurna. Bahkan untuk menjawab kelebihan dirinya sendiri pun ia tidak bisa menjawab. 


Tapi, ia berusaha untuk selalu membuat orang-orang disekitarnya merasa nyaman saat bersamanya. Termasuk Iqbaal. Orang yang selama ini ia suka.


Hahaha.


Hatinya tertawa miris.


Mungkin ia sudah terlambat saat menyadari hal tersebut.


Lalu siapa yang salah di sini? Dirinya atau Iqbaal?


Maka dengan lirih, dia akan menjawab bahwa yang salah adalah hatinya. Mengapa hatinya terlambat untuk menerjemahkan rasa yang mengguncangnya selama ini? Mengapa ia terlalu bodoh untuk menyadarinya?


Saat ini, ia sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi.


Kalah.


Ia sudah kalah dengan segalanya.


Untuk maju saja ia tidak bisa. Bagaimana dirinya akan bertarung melawan.


(namakamu) tersenyum miris. Air matanya sudah bercampur dengan air hujan yang mengguyur seluruh tubuhnya. Pakaiannya basah. Buku-buku yang ia pegang masih berada dalam dekapannya meskipun ia tahu, hal itu tidak dapat melindungi buku itu tetap kering.


Ia memjamkan matanya. Merasakan kembali guyuran hujan yang menerpa wajahnya. Nmaun, ia tidak merasakan hal apapun. Apakah hujannya berhenti?


(namakamu) memutuskan untuk membuka matanya. Yang ia lihat pertama kali adalah manik mata milik orang yang ia pikirkan tadi. 


Tatapan itu, masih sama dengan tatapan yang kemarin. Belum berubah sedikit pun.


"Jangan main hujan." 


Lalu dengan tangan kiri masih memegang payung, Iqbaal menanggalkan jaketnya ke tubuh (namakamu) dengan tangan kiri.


(namakamu) masih menatapnya. Memperhatikan segala perilaku yang diberikan oleh Iqbaal.


Iqbaal tersenyum. Tanpa berkata-kata, ia merengkuh tubuh mungil (namakamu) yang basah.


"Maafin aku."



Bersambung......



Yooo, aku datang membawa cerita yang sangat pendek untuk menemani malam jumat kalian yang penuh dengan suasana mendung. hehehe.


Maaf kalo selama ini menghilang.


Sebenarnya, kanap itu aku mau update, tapi wattpadku tiba-tiba eror. Jadi ya gini dehh...

[Completed] CJR & Elovii Salah Gaul With (namakamu)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang