Walaupun menyebalkan, dia mau memaafkan.
-Audrey Shaletta-
***
Audrey berjalan dengan wajah masam, pasalnya ia tidak terima perlakuan Eljuan padanya. Yang benar saja, semua buku harus ia baca dalam satu hari. Catat ya, satu hari! Memikirkannya saja sudah membuat kepala Audrey ingin pecah.
Ia melirik jam tangan yang melekat cantik di pergelangan tangannya. Jam sudah menunjukkan pukul 16.45 WIB, dan sekolah sudah sepi. Sepertinya jadwal Class meeting dipercepat untuk hari ini, dilihat tidak adanya pertandingan lagi. Hanya beberapa murid saja yang masih memiliki kepentingan di sekolah, seperti dirinya.
Cewek itu telah menghubungi Oriz yang tak lain adalah Abangnya untuk menjemputnya pukul 17.00 WIB, dan sepertinya masih ada waktu 15 menit untuk menunggu kedatangan Abangnya.
Seakan tak ingin membuang waktu, ia mengeluarkan catatan kecil dari sakunya yang memang selalu ia bawa kemanapun. Ia harus menyelesaikan curhatannya yang sempat tertunda hanya karena kehabisan tinta. Audrey kemudian mengeluarkan pulpennya dan mulai menulis sambil berjalan, ah ini sudah kebiasannya sehingga tidak mengganggu tulisannya.
Saat ini ia tengah melewati lapangan yang menjadi jalan utama sekolahnya sekaligus menuju gerbang. Langit semakin gelap, sepertinya hujan akan turun sebentar lagi. Audrey mempercepat jalannya dengan masih fokus menulis sesuatu, karena terlalu asik menulis ia tidak sadar jika menabrak seseorang, tidak kencang namun cukup membuat dirinya mundur beberapa langkah.
"Eh... ma... maaf, nggak sengaja." Audrey menundukkan kepalanya karena tidak berani melihat orang di depannya, tentu saja ia merasa bersalah.
Orang itu masih bergeming membuat Audrey dibuat salah tingkah. "Ma..maaf nggak sengaja," ucapnya kembali.
"Iya nggak apa-apa," ucap orang itu pelan.
Jika orang itu membalasnya dengan santai, berbeda dengan reaksi yang ditunjukkan Audrey. Tubuhnya kaku, ia menegang seketika. Ia mendongakkan kepalanya perlahan, karena postur tubuh di hadapannya lebih tinggi.
BINGO
Dia Oriz, Abangnya.
Dia tidak sadar jika ia berjalan sampai gerbang, untung saja ia tidak menabrak tiang. Dan sangat beruntungnya ia tidak perlu menunggu karena Abangnya datang lebih cepat.
"Abang ih! Ngagetin Letta aja!" Audrey memukul pelan lengan Oriz membuat cowok di hadapannya itu terkekeh pelan. "Kamu serius banget kayaknya, sampai nggak sadar nabrak Abang—" kemudian ia melirik catatan kecil yang dibawa adiknya. "Nulis lagi? Coba Abang liat." Ia menarik pelan catatan itu, tapi Audrey langsung sigap merebutnya.
"Bang Oriz nggak usah kepo deh, ini tuh rahasia Negara. Kalau sampai bocor, bisa-bisa alien bakal nyerbu Abang." Audrey menakut-nakuti Oriz, namun bukannya ketakutan yang ia dapatkan melainkan jitakan pelan.
Audrey meringis pelan. "Sakit Abang! Kalau aku gegar otak gimana? Ntar yang bantuin Abang ngedeketin Marsya siapa?!" cewek itu panik sendiri membuat Oriz gemas melihatnya.
"Jitakan doang nggak akan bikin kamu gegar otak, kalau Abang benturin kepala kamu di dinding sih bisa aja iya. Lagian siapa juga yang mau deket sama Marsya." Oriz segera melangkahkan kaki untuk masuk ke dalam mobil, meninggalkan Audrey.
Marsya adalah tetangga mereka, lebih tepatnya dia kucing milik tetangg. Setiap melihat Oriz kucing itu selalu sensi, bahkan sering kali seperti mengancam Oriz.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay Away?
Fiksi Remaja"Nggak lama kok, cuma seminggu. Kalau lo berhasil, lo boleh minta apa aja ke gue. Asal jangan macem-macem!" -Audrey Shaletta "Gue mau lo." -Eljuan Davie Mahardika Perjanjian yang melibatkan Audrey dan Eljuan membuat keduanya harus saling menjauh, ap...