Pemilik hati pun kadang tidak mengetahui perasaannya sendiri.
-Eljuan Davie Mahardika-
***
Eljuan menenggak minumannya hingga tandas. Ia baru saja selesai mengganti seragamnya yang telah dirusak oleh Audrey. Kebetulan Eljuan berada di kelasnya hanya seorang diri karena semua siswa masih berada di lapangan.
"Woy! Lo kenapa?" Ah, sepertinya ia tidak sendiri lagi ketika tiga orang sahabatnya muncul dari pintu kelas dengan tampang tak berdosa.
Ketiganya berjalan menghampiri Eljuan yang sepertinya mood cowok itu sedang tidak baik.
"Lo kesurupan, Wan? Tumben-tumbenan manusia macem lo bisa marah." Fauzan kembali bersuara ketika melihat raut wajah sahabatnya yang terlihat sangat buruk. Ketiga sahabatnya itu tentu saja melihat kejadian di loker beberapa menit lalu. Ah, Eljuan punya nama panggilan sendiri dari Fauzan, sebut saja Wawan.
"Lo kenapa, El?" kali ini Arvino mengeluarkan suaranya.
"Lo segala tanya, dia tuh lagi sensi." Fauzan menjelaskan dengan santainya.
"Bacot lo, Jan! Gue juga liat kali, nggak usah dijelasin." ia melirik sinis Fauzan.
"Yeh, Arifin ngamuk." Fauzan menyebut nama Ayahnya Arvino, membuat cowok itu membulatkan kedua bola matanya.
"Heh, Bokap gue itu!" perdebatan keduanya tak mengusik Reynand dan Eljuan sedikitpun.
Reynand sendiri memilih diam, karena ia tahu bagaimana sifat cowok itu. Jika Eljuan tidak ingin bercerita, mau dipaksa dengan ancaman terjun dari ketinggian yang luar biasa fantastis pun cowok itu tidak akan bersuara.
"Nanda! Lo tanyain kek si Wawan kenapa. Lo nggak takut tiba-tiba dia teriak Aing maung?" Fauzan melirik Reynand.
Reynand memutar bola matanya, ia terlalu malas menanggapi sahabatnya yang satu ini.
"Kayaknya gue doang yang paling inisiatif buat peduli." ia menggosok dagunya perlahan dengan jari telunjuk sedangkan matanya menyipit seperti ingin mengintrogasi seseorang.
"Iyalah suara lo paling boros." Reynand bersuara, tentu saja jitakannya hampir melayang pada Fauzan jika suara Eljuan tidak mengganggunya.
"Tuh cewek cari ribut sama gue." ia berbicara dengan penuh penekanan, tak lupa sesekali membenarkan letak kacamatanya.
"Siapa? Audrey?" tanya Arvino sambil memandang Eljuan.
Fauzan menggebrak meja membuat semuanya menoleh pada cowok itu.
"Ya iyalah! Emang siapa lagi, hah?!" Rasanya mereka ingin mendorong Fauzan ke selokan depan sekolah. Melihat tingkah Fauzan yang seperti ini kadang membuat mereka bertanya-tanya apakah mereka tidak salah memilih sahabat?
"Jan, diem lo!" Arvino lagi-lagi melirik Fauzan dengan tajam sebagai ancaman. "—Jangan asal ngomong lo. Sekarang aja dia cari ribut, tapi kalau besok lo yang cari perhatian sama dia tau rasa lo." kali ini ucapan Arvino membuat suasana seketika mendadak sunyi.
"Ya nggak mungkinlah. Gue aja sebatas kenal sama dia, nggak deket. Jadi.... " ia menatap ketiga temannya sejenak. "—peluang buat gue bisa deket sama dia selain praktek tuh nggak ada." suaranya terdengar meyakinkan.
Seperti tidak ada keraguan dari tatapannya. Ia menatap ketiga sahabatnya dengan yakin, seolah-olah apa yang diucapkan Arvino tidak akan terjadi. Mungkin ia bisa mengelak dari para sahabatnya, tapi tidak akan mengelak jika Sang Pencipta mengubah kisah hidupnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay Away?
Подростковая литература"Nggak lama kok, cuma seminggu. Kalau lo berhasil, lo boleh minta apa aja ke gue. Asal jangan macem-macem!" -Audrey Shaletta "Gue mau lo." -Eljuan Davie Mahardika Perjanjian yang melibatkan Audrey dan Eljuan membuat keduanya harus saling menjauh, ap...