Sepertinya Wellington sangat sempit, penghuninya akan selalu bertemu lagi dan lagi. Layaknya sekarang lagi-lagi Noemi bertemu dengan Robby, bahkan di lingkungan sekolah. Entah takdir apa yang mempertemukan mereka hari ini. Setelah seminggu yang lalu ia melihat pria itu di restoran prancis, dan sekarang Robby muncul di tempat kerjanya.
Sebagai wali kelas, menangani masalah yang muncul di kelas adalah tugasnya. Seperti hari ini ia memanggil wali dari sang murid pembuat masalah untuk memberi informasi bawah remaja itu telah berbuat onar di sekolah.
Kenneth, remaja itu di laporkan oleh temannya telah berkelahi dengan senior, yang menyebabkan sang senior masuk rumah sakit akibat patah pada tulang rusuk kiri.
Saat ditanya akan kronologi, Kenneth hanya diam. Tidak membantah maupun menyetujui kesaksian dari teman-temannya.
Pada dasarnya, sejak Noemi menjadi wali kelasnya dari kelas 10 hingga saat ini, anak itu tergolong murid yang jarang bergaul dan minim berbicara. Tapi sering berbuat onar, dan selalu menjadi pihak pencetus keonaran tersebut.
Untuk kali ini Noemi bertekat akan mencari tau apa yang sebenarnya terjadi. Tidak seperti sebelumnya, ia hanya melewatkan perkara yang terjadi.
Dan disini lah Naomi sekarang, duduk berhadapan dengan wali Kenneth yang tidak lain adalah Robby. Pria itu mengerejap, senyumanya tidak hilang sejak ia duduk di sana lima menit lalu.
"Kita bertemu lagi Ms. Noemi?" ucapnya untuk pertama kali sejak ia duduk di hadapan Noemi.
Sebelah alis wanita itu terangkat, wajahnya datar namun memancarkan keseriusan.
"Maaf tuan, tapi kita disini tidak sedak dalam posisi bisa membicarakan hal pribadi diluar masalah sekolah." tegur Neomi ketus, lalu kembali berucap, "Dan nama saya Noemi bukan Neomie."Setelah mengutarakan apa yang perlu ia sampaikan, Noemi mengulurkan tanganya untuk menjabat tangan Robby sang wali.
"Terima kasih tuan sudah datang, dan untuk sementara tolong awasi Kenneth di rumah selama ia diskorsing."
Pria itu manganggu lalu menyetujui permintaan dari wali kelas adiknya itu.
"Baik lah Ms. N O E M I , kita sudah selesai waktunya saya mengajukan pertanyaa." kalimat pria itu berhenti menunggu persetujuan lawan bicara.
Neom memiringkan kepalanya memandang penuh tanya pada sang chef. Lagi, pria itu hanya tertawa lalu bertanya,"Bisakah saya mengajak anda untuk minum kopi sepulang kerja?"
Noemi mengernyitkan dahinya, lalu terkekeh pelan sebelum menjawab, "Baik lah tuan Robby, kopi di seberang sekolah sangat enak mungkin anda kan menyukainya." Noemi menyetujui, senyum Robby mengembang sesaat setalahnya, menambah pesona dari wajah Asianya.
Robby Andreson berdarah asia. Wajahnya tampan seperti pria-pria dalam boyband asal korea selatan. Berwajah manis, licin halus dan mempesona, serta berbadan atletis. Itulah gambaran seorang Robby, chef artis yang sering tampil di acara memasak setiap pagi.
"baiklah, akan saya tunggu nona, sampai jumpa dua jam lagi, di coffeeshop seberang jalan." ucapnya sebelum beranjak dari sana sambil merangkul adiknya, Kenneth.Seperti janjinya, Neomie datang ke coffeeshop itu setelah jam kerjanya usai. Semenjak menginjakan kakinya di sana, Matanya memindai setiap penjuru ruangan, mencari keberadaan sang pembuat janji.
Pandanganya berhenti pada pojok ruangan dengan nuansa hitam itu.
denga tubuh tegap dan wajah asianya pria itu sangat mencolok. Ia duduk dengan secangkir latte yang masih mengepulkan asap samar dari cangkirnya.
Noemi berjalan lambat, menikmati pandanganya pada wajah serius pria itu. Wajahnya mengukir senyum saat sepasang matang bermanik hitam Robby bertemu dengan manik coklatnya.
"Hai, sudah lama menunggu?" sapa wanita itu ramah, sambil menarik bangku kosong di seberang sang koki, lalu menyampirkan syal birunya pada bangku di sisi lain.
Robby menggeleng kemudian berucap, "Tidak, aku baru sampai 20menit yang lalu," jujurnya.
"well, ada yang ingin anda bicarakan tuan?" tanya Neomi dengan nada jenaka.
Pria itu terkekeh pelan, "Apa perlu alasan untuk mengajak seorang wanita keluar minum kopi nona?"
Jawab Robby dengan nada jenaka pula lalu tawa kedunya mengudara begitu saja.
"Senang bertemu dengan mu lagi Ms. Neomie," kata pria itu tulus dengan tatapan sulit diartikan.
"aku sempat berpikir kalau Wellington kota yang sempit." sindir wanita itu sambil tertawa mengejek.
"Hmm, well sepertinya begitu," jawab Robby menanggapi.
Pembicaran terus berlanjut, dari topik umum sampai berjelajah hingga pembahasan rumit lainnya.Waktu menunjukan pukul 7 malam saat Neomie keluar dari cafe setelah lama berbincang dengan Robby. jalanan sudah terang oleh lampu jalanan. Langit gelap bertabur bintang mulai terlihat jelas. Neomie menengadah, berdiri di tepi trotoar penyebrangan, menanti lampu lalulintas berubah warna.
Lampu berganti hijau, dan orang-orang mulai menyebrang. Membangunkan wanita itu dari lamunanya, mengirim sandi pada otaknya untuk segera bergerak sebelum lampu berubah warna.
Saat akan menyeberang ponselnya berdering, Noemi berjalan sambil membuka tasnya untuk meraih benda tersebut, lalu menggeser tombol hijau pada layar.
"Ya, Rey?"Jawabnya sambil terus melangkah menyeberangi jalan.Tidak ada jawaban dari seberang, hanya suara napas dan kendaran di jalan.
"Rey? Kau mendengar ku?" tanya Noemie lagi, dahinya berkerut bingung, lalu tiba-tiba sebuah tangan besar merangkulnya dari samping.
"Nona, jangan kerutkan dahimu. Itu akan memperjelas usia mu sekarang."
Neomie memaling cepat kearah datangnya tangan besar itu, tangannya masih menempelkan ponsel pada telinga. Mendengarkan surara dari seberang yang terdengar nyata.
Senyumnya mengembang secerah matahari pagi, lalu ia melingkarkan kedua tanganya pada Lerrey. Bukanya kesal dikerjai, Neomie malah merasa lega Rey bersamanya sekarang. Entah mengapa dan bagaimana pria itu selalu menjadi tempat ternyamanya untuk bersandar.
"Kau menakutiku," bisiknya.
Rey tersenyum tipis sembari mengelus punggung wanita itu.
"Ohh maafkan panglima mu ini my Queen," ucapnya dengan nada penyesalan. "Sebaiknya kita segera pulang. Aku akan memasak makan malam untuk sang Ratu sebagai permintaan maaf dari panglima," guraunya lalu menarik diri dari Noemi, beralih meraih tangan wanita itu dan menariknya untuk berjalan menuju apartemen Noemi. Dan untuk Rey, entah bagaimana dan mengapa juga hanya dengan Noemi disampingnya ia merasa lega.Dari kejauhansepasang mata memandang dengan tatapan kecewa, iri, dan marah. Bibirnya terkatuprapat menimbulkan gemeletup dari gesekan gigi karena mengerasnya rahang sangempunya. Asap rokok mengepul dari hembusan napasnya, menambah kekelaman malam.
KAMU SEDANG MEMBACA
BACK TO YOU
RomanceDeskripsi sbuah kata "Rumah" untuk sebagian orang adalah tempat tinggal, diamana mereka tinggal dan hidup beraktivitas di dalamnya. Jika menyusuri makna mendalam dari kata itu lagi, "Rumah" adalah tempat dimana kita pulang. Zona aman dan nyaman bag...